Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

kenapa ya non pribumi etnis tionghoa selalu eksklusifitas

Friday, May 8, 2015
Sosok Soekarno bukanlah seorang rasialis. Terbukti dari pengangkatan Oei Tjoe Tat sebagai menteri, termasuk insiden nama Tionghoa-nya, serta kedekatan Soekarno dengan dokter Oei Hong Kian sebagai dokter pribadi pada akhir kekuasaannya sebagai presiden RI.

Tetapi di pihak lain terbitnya PP 10 tahun 59 membuat puluhan ribu warga keturunan kehilangan seluruh aset dan mata pencahariannya dalam waktu sekejap saja.

Keteguhan Bung Karno untuk kemudian tidak mencabut atau membatalkan PP itu, menjadi perhatian tersendiri.

"Sebenarnya kebijakan Bung Karno tersebut tidak bisa hanya dilihat dari satu sudut pandang. Sebab latar belakangnya panjang terkait sejarah kolonisasi di Indonesia. Karenanya, memandang lahirnya PP 10/1959 tidak bisa diletakkan di setting sejarah kisaran tahun 1950-an. Kita harus mengilas-baik ke era VOC," kata Ketua Gerakan Pribumi Bersatu, Bambang Smit, di Roemah Priboemi, Jalan Pejambon 1, Jakarta Pusat, Kamis (7/4/2015).

Disebutkan, saat itu kekuatan penjajah sangat tak terbatas. Belanda tidak bisa merasuk hingga ke pelosok pedesaan. Untuk itulah, Belanda menggunakan kaki-tangan masyarakat pendatang, khususnya keturunan India, Arab, dan Cina. Dengan kata lain, merekalah yang menjadi kaki-tangan penjajah untuk menguasai perekonomian rakyat. Baca Sejarah Pribumisasi PP 10 Tahun 1959

"Sejak itulah, ekonomi pedesaan mulai mengenal istilah ijon, tengkulak, sampai rentenir. Bukan hanya itu, kaki-tangan penjajah itu juga yang karena kekuatan kapitalnya, bisa mengatur harga," kata Smit.

Itu pula yang mengakibatkan nasib petani sampai sekarang berada di ranah buruk. Petani sampai sekarang, lanjutnya, tidak punya daya untuk menentukan harga jual komiditi yang dihasilkannya.

Smit menambahkan, saat ini praktek-praktek kotor kelompok non pribumi etnis Cina mulai semakin tidak terbendung. Hal itu terjadi karena mereka tidak bisa meninggalkan adat istiadat atau budaya leluhurnya. Padahal jika mereka tinggal di Indonesia, harusnya mereka memiliki jiwa nasionalisme.

Kata Smit, sekarang dilihat saja dari suku asli nusantara. Mereka yang menganggap asli pribumi pasti telah membangun kesepakatan berdirinya Republik Indonesia. Demikian juga pribumi dari hasil perkimpoian campuran harus meninggalkan adat istiadat budaya leluhurnya yang ada di manca Negara.

"Tidak cuma itu, mereka juga harus meninggalkan eksklusifitas serta teruji loyalitasnya terhadap bangsa dan negara Indonesia. Tapi sayangnya yang terjadi tidak demikian," urai Smit.

"Pada intinya kalau kita sadar pribumi sungguh-sungguh sebagai pemilik negeri ini, mereka harus sadar. Kecuali mereka yang berjiwa Kenil (Londo Blangkon) yang bersifat memusuhi pribumi dari pribumi sendiri."

Smit pun memberi contoh kecil betapa 'kejamnya' non pribumi etnis Cina melakukan ekploitasi terhadap pribumi. "Coba lihat siapa pemilik tempat ekploitasi perdagangan wanita yang rata-rata wanita pribumi, sebagian besar non pribumi etnis Cina. Siapa yang merusak mental para pejabat Indonesia dengan suap, itu sebagian besar non pribumi etnis Cina. Siapa bandar judi yang memiskinkan pribumi, itu sebagian besar non pribumi etnis Cina. Siapa yang bermain soal pertanahan milik pribumi sehingga pribumi jadi gelandangan, itu sebagian besar non pribumi etnis Cina. Siapa pengemplang dana publik diperbankan termasuk APBN, non pribumi etnis Cina. Dan masih banyak lagi kalau kita mau mencermati," terangnya.

Smit mengingatkan apa yang dilakukan Soekarno saat melakukan pengusiran terhadap etnis Cina yang ada di Indonesia, dikarenakan kelompok non pribumi tidak bisa membumi dan selalu ingin eksklusifitas (berada paling atas). Sampai kapanpun pribumi Indonesia akan terus terpuruk dan terpuruk, semakin melegitimasi statusnya sebagai warga negara kelas dua atau mayoritas paria.

"Karena itu Undang-Undang Pembatasan Hak Non Pribumi sangat perlu bahkan kebutuhan mutlak Negara Indonesia. Undang-undang tersebut untuk mempercepat cita-cita luhur pendiri negara keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia khususnya pribumi. Untuk tetap dapat mempertahankan NKRI," tutupnya.

sumber 

Dikutip dari: http://adf.ly/1GbcY7
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive