SITUS BERITA TERBARU

Seks Artis Sundal

Tuesday, May 19, 2015
Seks Artis Sundal


Artis bertarif ratusan juta rupiah diributkan. Itu karena dia dibayar bukan untuk lenggak-lenggok di catwalk, menyanyi, dan berekspresi, tapi untuk praktik 'seni kamasutra'. Dia dibayar untuk jadi sundal. Jadi Sundel Bolong?

AA, AI, AO, AU, atau Aoio, akan terus bermunculan. Baru-baru ini kebetulan yang ketahuan 'jual gitu' adalah artis AA. Dia diantar mucikarinya, digerebek di kamar hotel, masih bugil, karena habis melayani tamu yang mengencaninya.

Dari tahun ke tahun, artis mentransaksikan 'gitunya' tak akan mereda. Terlalu lumrah untuk disebutkan. Itu selain seks sebagai kebutuhan, juga profesinya sebagai 'penampil'. Mengeksplorasi diri agar mempesona adalah wajib. Dan dengan banyaknya yang terpesona, itu ukuran suksesnya dia.

Setiap artis pasti punya 'pelanggan' yang disebut fans. Ini komunitas yang terpesona. Berusaha berdekat-dekat ria. Memenuhi segala yang diinginkan sang idola. Dan jika itu lawan jenis, tentu, sambil menyorongkan gayung cinta.

Simbiose mutualisme itu peletup terjadinya 'amoralitas' dalam dunia seni. Ada cinta terlarang yang siap bersarang. kimpoi cerai terjadi dengan jumlah tidak terbilang. Dan jika melibatkan uang, barang, dengan 'pelanggan' banyak orang, hilanglah 'keartisan' itu. Dia berganti sebagai sundal. Tipis sekali bedanya.

Seks sebagai kebutuhan, bagi manusia yang berkemanusiaan membalutnya dengan norma dan etik jika mereguknya. Patut dan layak sebagai koridor. Sedang dari sisi agama lebih ketat lagi membungkusnya, yaitu dengan dogma. Kalau begini harus melakukan ini. Kalau begitu harus menjalankan itu. Jika tidak, itu dinamai tabu atau dosa.

Seks memang sakral dari sisi moral. Berbagai agama sepakat untuk itu. Namun ekspresi kesakralan itu mengemuka dalam wajah yang berbeda-beda. Di era baheula phallus menjulang tinggi kini disebut tugu atau monumen, dan punden berundak yang berlubang diartikan tidak jauh dari itu. Sampai-sampai 'tidak tersadari', banyak pula orang yang menamai anaknya dengan Totok (lingga) dan Bawuk, Wiwik (yoni). Ini bukti kecil dari ekspresi kesakralan itu.

Dalam serat-serat Jawa, sakralitas seks itu mengemuka dalam banyak ragam. Paweling tua seperti Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu dengan liris dan romantis membabar itu. Serat Wirid Hidayat Jati yang membicararakan hakekat penciptaan dan keimanan mengalir dalam kosakata yang vulgar dan jorok. Itu belum Gatoloco yang bertualang di banyak yoni perempuan, serta Serat Centhini yang memampang 'rasa' berdasar fisik seorang wanita.

Sakralitas seks dan persetubuhan itu memang menyentuh hingga hakekat paling dalam, yaitu penciptaan dan wadag kehadiran manusia ke bumi. Disini derajat perempuan ditinggikan, hingga secara spiritual-genetis melahirkan simpulan, bahwa 'mbok kuwi Pangeran katon'. Ibu itu Tuhan yang tampak.

Terus bagaimana kaitan 'ibu' yang sakral dengan profesi sebagai penampil (artis)? Dalam banyak serat disebut, kelahiran seorang artis bermula dari pencari bakat, menghubungkan dengan pemandu bakat (maecenas), yang nasibnya nanti ditentukan ketika sudah beranjak dewasa dan memasuki tahap 'gumuk manukan'.

Ini sebuah tahapan krusial. Kematangan seorang artis yang ditempa sejak dini itu suaranya sudah bak bulu perindu, dengan pesona bidadari. Saat itu ritus 'gumuk manukan' harus dijalani. Gumuk lambang kemaluan perempuan, dan manuk lingga laki-laki. Keduanya melakukan penyatuan.

Kesakralan seks (lepas dari dogma agama), hadir sejak dulu kala. Itu menjadi bagian dari banyak ritus. Namun ada persyaratan esensial. Itu bisa jika ada saling ketertarikan, saling membutuhkan, dan tentu saling menginginkan untuk melakukan. Dan ini bukan dengan sembarang orang, tetapi dengan seseorang.

Jika itu bersama banyak orang, pakem metafisis membentengi diri dengan menyebut sebagai Sundel Bolong. Makhluk gaib berjenis kelamin perempuan, doyan menggoda laki-laki binal, dan setelah kencan berubah berwajah seram. Punggungnya berlobang.

Ini sebenarnya guyonan metafisis. Tersirat, bahwa kesakralan seks yang tercela itu bukan dilakukan manusia, tetapi setan. Dan tersirat pula, bahwa lelaki yang melakukan itu juga derajatnya rendah, sama dengan perempuan pengumbar syahwat untuk dinikmati banyak lelaki.

Dilihat dari sisi ini, perbuatan AA adalah manusiawi. Itu jika tidak melibatkan uang dan banyak 'pelanggan'. Namun jika ternyata 'uang dan pelanggan' itu kental dalam kasus ini, maka AA bukanlah artis tetapi sundal. Perempuan 'jadi-jadian' yang menjajakan tubuhnya untuk lelaki yang bejat iman.


SUMBER  (news.detik.com)


ARTIS SUNDAL

Link: http://adf.ly/1HPj3f
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive