SITUS BERITA TERBARU

MK Putuskan Penetapan Tersangka Masuk Objek Praperadilan, bikin MA Resah!

Saturday, May 16, 2015
MK Putuskan Penetapan Tersangka Masuk Objek Praperadilan

Selasa, 28/04/2015 16:57 WIB

MK Putuskan Penetapan Tersangka Masuk Objek PraperadilanGedung Mahkamah Konstitusi. (Dok.Detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika sebelumnya dalam Kitab Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa penetapan tersangka tidak termasuk ke dalam ranah praperadilan, maka hal ini telah diubah oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan permohonan perkara tersangka korupsi bioremediasi PT Chevron Bachtiar Abdul Fatah, Selasa (28/4).

"Pasal 77 huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan," bunyi amar putusan nomor 21/PUU-XII/2014, dikutip dari situs mahkamahkonstitusi.go.id.

Artinya, jika di dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP mengatur kewenangan praperadilan hanya sebatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, maka melalui putusan ini MK memperluas ranah praperadilan termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.

MK membuat putusan ini dengan mempertimbangkan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga "asas due process of law harus dijunjung tinggi oleh seluruh pihak lembaga penegak hukum demi menghargai hak asasi seseorang," mengutip putusan MK.

Sementara mengacu pada KUHAP, Mahkamah Konstitusi berpandangan prinsip due process of law belum diterapkan secara utuh lantaran KUHAP tidak mengakomodir pengujian terhadap alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka apakah diperoleh dengan cara yang sah atau tidak.

"Penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang," mengutip putusan MK.

Seperti diketahui, selama ini penetapan status tersangka yang diberikan oleh penyidik kepada seseorang dilekatkan tanpa batas waktu yang jelas. Akibatnya, orang tersebut secara terpaksa menerima statusnya tanpa memiliki kesempatan untuk menguji keabsahan penetapan itu.

Mahkamah Konstitusi mengakui pemberlakuan KUHAP pada 1981 masih belum mengenal penetapan tersangka sebagai salah satu bentuk upaya paksa. Namun seiring perkembangan waktu, bentuk upaya paksa telah mengalami perkembangan dan modifikasi.

Mahkamah Konstitusi pun mempertimbangkan pendapat ahli hukum Arief Shidarta yang menyatakan bahwa 'jika kehidupan sosial semakin kompleks, maka hukum perlu dikonkretkan secara ilmiah dengan menggunakan bahasa yang lebih baik dan sempurna'.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, dalil pemohon mengenai penetapan tersangka menjadi objek yang didalili dalam pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum," mengutip putusan MK.

Sebelumnya, Bachtiar melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi pada 17 Februari 2014. Salah satu dalil yang masuk ke dalam pengujian tersebut adalah Pasal 77 ayat (a) KUHAP mengenai kewenangan praperadilan.

Seperti diketahui, Bachtiar merupakan tersangka kasus normalisasi lahan tercemar minyak atau bioremediasi di Riau pada kurun 2006-2011. Kejaksaan Agung menetapkan Bachtiar sebagai tersangka pada 12 Maret 2012. Namun status tersangka itu kemudian lepas setelah hakim tunggal Suko Harsono memutuskan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 27 November 2012.

Meski demikian sejak 17 Mei 2013, Bachtiar telah kembali ditangkap. Ia divonis dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Oktober 2013.
http://www.cnnindonesia.com/nasional...-praperadilan/


Putusan MK Bikin Kejagung Was-Was
15 MEI 2015

Rimanews - Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang obyek praperadilan. Mahkamah menambahkan penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk sebagai obyek praperadilan.

Putusan MK yang memasukan penetapan tersangka dalam obyek praperadilan, membuat lembaga penegak hukum menjadi was-was untuk menentukan status seseorang di mata hukum.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, sejak diputuskan MK tentunya penegak hukum lebih cermat dan hati-hati untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Ya lebih hati-hati untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Bukti-buktinya harus lengkap betul. Paling tidak ada bukti awal yang cukup," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (15/05/2015).

Menurutnya, bukti awal bisa berkembang pada saat naik dari tingkat penyidikan. Kendati begitu, dirinya mengingatkan para jaksa untuk bergulat di tahap penyelidikan untuk bisa menetapkan seseorang bisa atau tidak jadi tersangka.
http://nasional.rimanews.com/hukum/r...jagung-Was-Was


Hakim Sarpin Rizaldi adalah "pelopor" dalam menafsirkan bahwa TERSANGKA masuk OBYEK PENGADILAN
Quote: Hakim Anggap Permohonan Budi Gunawan Termasuk Obyek Praperadilan
Senin, 16 Februari 2015 | 10:06 WIB


Hakim tunggal Sarpin Rizaldi mengetuk palu saat mengabulkan sebagian gugatan atau permohonan terkait penetapan status tersangka Komjen Pol Budi Gunawan oleh KPK dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2/2015). Hakim memutuskan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah secara hukum.

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Sarpin Rizaldi menganggap obyek permohonan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan termasuk dalam obyek praperadilan. Dengan demikian, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berhak memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal itu disampaikan Hakim Sarpin saat membacakan putusan atas gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (16/2/2015).

Dalam dalilnya, KPK sebagai pihak termohon berpendapat bahwa permohonan Budi tidak termasuk dalam obyek praperadilan dan melanggar asas legalitas hukum pidana.

Menurut Pasal 77 KUHAP, obyek praperadilan adalah sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, serta ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Dalam dalil permohonannya, Budi mempermasalahkan soal penetapannya sebagai tersangka. KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

KPK menganggap bahwa penetapan tersangka bukan upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan. KPK berpendapat bahwa pihaknya belum melakukan upaya paksa dalam proses penyelidikan hingga penyidikan terhadap Budi. Untuk itu, KPK meminta pengadilan menolak permohonan tersebut.

Namun, Sarpin menganggap bahwa segala tindakan penyidik dalam proses penyidikan dan tindakan penuntut umum dalam proses penuntutan adalah tindakan upaya paksa. Dengan demikian, ia memutuskan bahwa permohonan Budi masuk dalam obyek praperadilan.

"Ditetapkan menjadi obyek praperadilan," kata Sarpin.

Setelah itu, Sarpin melanjutkan pembacaan putusan terhadap dalil-dalil lainnya yang disampaikan, baik pihak Budi maupun KPK. Hingga pukul 10.00 WIB, putusan masih dibacakan.
http://nasional.kompas.com/read/2015...k.Praperadilan


KY Anggap Putusan Hakim Sarpin soal BG Menabrak Hukum Acara
Selasa, 10 Maret 2015 | 16:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrohman Syahuri menganggap putusan Hakim Sarpin Rizaldi terkait gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan menabrak hukum acara. Hingga kini, KY masih meminta keterangan sejumlah pihak terkait putusan tersebut.

"Belum jelas, ya (pelanggarannya). Yang jelas ada hukum acara yang ditabrak, diterobos," ujar Taufiq di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/3/2015).

Namun, Taufiq belum dapat menyimpulkan apakah putusan yang menabrak hukum acara tersebut merupakan terobosan hukum atau pelanggaran etika. Menurut dia, jika diperlukan bisa saja hakim membuat terobosan hukum untuk beberapa kasus.

"Tapi dalam hal ini karena jadi pembicaraan publik dan itu memang jadi perhatian, maka itu akan diteliti ada etiknya tidak terhadap penabrakan norma undang-undang itu," kata Taufiq.

Putusan Sarpin dalam sidang praperadilan yang diajukan Budi menyatakan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka tidak sah secara hukum. Namun, putusan tersebut dianggap janggal sehingga Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi melaporkan hakim Sarpin ke KY.

Mereka menduga terdapat pelanggaran dalam putusan tersebut. Sarpin dinilai melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim dalam Pasal 8 dan Pasal 10. Saat ini, KY sudah membentuk panel terhadap laporan tersebut. KY telah meminta keterangan dari KPK, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi, dan pihak pemohon.

Taufiq mengatakan, KY berencana memanggil Sarpin jika telah menghimpun keterangan dari sejumlah saksi. Dalam pemanggilan tersebut, kata dia, Sarpin dapat memberi argumennya untuk membela diri atas putusan praperadilan yang diambilnya.

"KY memberi kemudahan untuk klarifikasi. Tapi kalau dia tidak gunakan hak itu untuk membela diri, berati kan merugikan diri sendiri," kata Taufiq.

Dalam putusannya, hakim Sarpin menganggap permohonan tim pengacara Budi Gunawan termasuk dalam obyek praperadilan. Pihak Budi mempermasalahkan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK.

Sarpin memutuskan penetapan tersangka Budi oleh KPK tidak sah. Menurut dia, KPK tidak berwenang mengusut kasus Budi Gunawan seperti diatur dalam UU KPK.

Hakim Sarpin mengaku akan bertanggung jawab terkait hasil putusannya tersebut. Ia juga siap menghadapi proses di KY.
http://nasional.kompas.com/read/2015...ak.Hukum.Acara


Pertama, Novel Gunakan Tiga Obyek Praperadilan Putusan MK
SENIN, 04 MEI 2015 | 18:54 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, berencana mengajukan gugatan praperadilan terhadap penggeledahan dan penyitaan oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Gugatan ini berbeda dengan gugatan atas penangkapan dan penahanan yang sudah diajukan Novel.

"Gugatan penyitaan itu tahap berikutnya. Mungkin besok kami ajukan," kata kuasa hukum Novel, Muji Kartika Rahayu, setelah mendaftarkan gugatan praperadilan atas penangkapan dan penahanan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 4 Mei 2015.

Selain itu, Novel akan mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Bareskrim Polri. "Gugatan itu juga akan diajukan. Satu per satu kami ajukan," ujar kuasa hukum Novel lain, Muhamad Isnur. Namun dia belum bisa memastikan waktu pengajuan dua gugatan praperadilan itu.

Ini merupakan pertama kali penggugat memanfaatkan keputusan Mahkamah Konstitusi, yang mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang obyek praperadilan. Keputusan Mahkamah Konstitusi pada 28 April lalu menambahkan penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk obyek praperadilan.

Tiga obyek tersebut selama ini belum termasuk dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP. Kendati belum menjadi obyek praperadilan, penetapan tersangka sudah dipakai Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Gugatan itu dikabulkan hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Budi Gunawan, yang gagal dilantik sebagai Kepala Polri dan kini diangkat menjadi Wakil Kepala Polri, sempat dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus suap dan gratifikasi.

Menurut Muji, penangkapan dan penahanan kliennya cacat prosedur. "Ada beberapa pelanggaran administrasi dalam penangkapan dan penahanan Novel Baswedan," tuturnya. Dia mengatakan Novel dijemput paksa kemudian hendak ditahan oleh polisi pada Jumat, 1 Mei 2015.

Polisi menuduh Novel terlibat dalam penganiayaan para tersangka pencurian sarang burung walet pada 2004, ketika Novel menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu. Tuduhan terhadap Novel itu baru muncul pada 2012, ketika Novel menyidik kasus korupsi petinggi Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Ketika itu, pengusutan kasus Novel oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyatakan pengusutan itu dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Saat ini polisi membidik Novel lagi, setelah KPK menetapkan petinggi polisi lain, yaitu Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. Kasus Budi kini ditangani Bareskrim Polri.
http://www.tempo.co/read/news/2015/0...lan-Putusan-MK


--------------------------------

Hak azasi tersangka yang sering didzolimi karena ditangkap sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum di masa lalu, kini era itu sudah berakhir. Aparat penegak hukum harus punya alasan dan bukti yang sangat kuat kalau main tangkap saja di masa kini. Termasuk yang dilakukan KPK atau Kepolisian misalnya


SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive