SITUS BERITA TERBARU

Berkat "kebaikan" Jokowi, Korban Lapindo Duit Rp872,1 M dari APBN Sebelum Lebaran

Sunday, May 17, 2015
Korban Lapindo Dapat Dana Rp872,1 Miliar Sebelum Lebaran

16 MEI 2015

Rimanews - Pemerintah akan segera membayarkan dana talangan untuk korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Dana tersebut akan digelontorkan sebesar Rp872,1 miliar dan diselesaikan sebelum lebaran 2015.

Pernyataan tersebut disampaikan melalui rilis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera). "Dana talangan sebesar Rp872,1 miliar untuk korban lumpur Lapindo akan dibayarkan tahun ini," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dalam rilis Pusat Komunikasi Publik Kemenpupera yang diterima di Jakarta, Sabtu (16/5).

Menurut Kemenpupera Basuki Hadimuljono, sudah ada tim pengarah untuk tim percepatan pembayaran ganti rugi tanah korban lumpur Lapindo. Dalam tim tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjadi ketua tim pengarah.

"Di bawah itu ada tim teknis eselon I yang akan membuat perjanjian dengan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ)," katanya.

Menpupera mengemukakan, pembayaran tersebut adalah berdasarkan hasil verfikasi yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Ia juga memaparkan dengan memakai hasil verifikasi BPK, jumlah yang sudah diganti rugi oleh Minarak Lapindo Jaya sebanyak 402 hektare dengan jumlah Rp2,7 triliun.

"Kemudian yang harus dibayar lagi berdasar verifikasi itu ada Rp827,1 miliar plus 8 warga yang perlu diverifikasi lagi," kata Basuki.

Sebagaimana diketahui, PT Minarak Lapindo berkewajiban mengembalikan uang tersebut dalam kurun waktu 4 tahun, dengan jaminan tanah peta terdampak milik Lapindo.

Nantinya, setelah pemerintah membayar Rp827,1 miliar (setelah hasil audit), Minarak Lapindo Jaya akan menyerahkan seluruh sertifikat tanah area terdampak kepada pemerintah. Bila dalam 4 tahun dana Rp827,1 miliar tidak dilunasi, maka tanah akan disita pemerintah.
http://ekonomi.rimanews.com/keuangan...ebelum-Lebaran


APBN-P 2015 disahkan, dana talangan Lapindo Rp 781 M siap cair
Jumat, 13 Februari 2015 22:02

Merdeka.com - Rapat paripurna DPR RI memutuskan untuk mengesahkan RUU APBN-P 2015. Dalam aturan ini, pemerintah dan DPR sepakat akan mengucurkan dana talangan untuk korban lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pencarian dana talangan akan menunggu proses pembuatan perjanjian secara legal dengan PT Minarak Lapindo milik Aburizal Bakrie.

"Sidoarjo proses dulu, perjanjian secara legal dulu dengan PT Minarak Lapindo," ucap Bambang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/2).

Menurut Bambang, perjanjian ini akan mengatur pengembalian dana dari Lapindo. Pemerintah ingin memastikan jaminan uang kembali karena ini murni talangan dan bukan bailout.

"Kita bukan boilout tapi uangnya diganti nanti dan ada jaminan. Kita negosiasi dan itu uang dikembalikan lagi, perjanjian pinjaman kan," tutupnya singkat.

Sebelumnya, pemerintah dan Komisi XI telah menyepakati dana talangan Lapindo sebanyak Rp 781,7 miliar.

Keputusan tersebut telah diketok Ketua Komisi XI DPR, sekaligus politisi Golkar Fadel Muhammad saat menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Atas persetujuan itu, tanah seluas 641 hektar milik PT Minarak Lapindo Jaya ini harus mengganti rugi kepada pemerintah dalam empat tahun.

"Komisi XI DPR menyetujui dana talangan untuk PT Lapindo Brantas sebesar Rp 781,7 miliar untuk melanjutkan pelunasan pembelian tanah dan bangunan yang terkena dampak lumpur Sidoarjo di dalam peta area," kata Fadel di Jakarta, Kamis (5/2) malam.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, pemerintah memutuskan untuk menalangi ganti rugi korban lumpur Lapindo senilai Rp 781 miliar karena masalah itu sudah berlarut-larut.

"Pemerintahan Presiden Joko Widodo memutuskan menalangi ganti rugi korban lumpur Lapindo Rp781 miliar. Ini dilakukan karena masalah itu sudah berlarut," kata Basuki Hadimuljono sebelum peletakan batu pertama) pembangunan Waduk Raknamo di Kupang.

Dia mengatakan, total ganti rugi korban yang lahannya terkena lumpur adalah Rp 3,8 triliun. Dari jumlah itu, Minarak Lapindo hanya bisa membayar Rp 3,03 triliun. Sisanya terpaksa ditalangi pemerintah yaitu Rp 781 miliar.

"Kalau soal Lapindo, itu semangat kita, pemerintah harus hadir di setiap adanya bencana. Karena itu sudah berlarut, di kawasan terdampak memang tanggung jawab Lapindo Rp 3,8 triliun. Sedangkan Rp 781 miliar mereka nyatakan tidak sanggup dan tidak punya sumber lagi untuk membayar," katanya.

Menteri Basuki menambahkan, pemerintah dan negara harus hadir membantu korban Lapindo, bagaimana pun caranya, tanpa menyalahi aturan dan menghilangkan tanggung jawab Lapindo.

Dia mengatakan, melalui skema ini, pemerintah membayar Rp 781 miiar, lalu aset Rp 3,03 triliun yang sudah diganti Lapindo diberikan kepada pemerintah sebagai jaminan.

Lapindo diberikan waktu empat tahun untuk melunasi Rp 781 miliar tersebut dan jika tidak dilunasi maka asetnya akan menjadi milik negara.

"Nanti kalau tidak dilunasi, maka aset tersebut jadi milik pemerintah dan akan dijual. Menurut Presiden, nantinya akan ada kuasa jual untuk aset itu," kata Basuki.
http://www.merdeka.com/uang/apbn-p-2...siap-cair.html


Talangan APBN buat Lapindo
Selasa, 17 Februari 2015 | 03:45 WIB

Ada satu keputusan amat penting dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 antara DPR dan pemerintah: dana talangan Rp 781,7 miliar ke PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ). Anggaran itu untuk menalangi jual-beli tanah dan aset antara MLJ dan warga korban lumpur Lapindo. Jual-beli, bukan ganti rugi, merupakan skema yang sejak awal diinisiasi MLJ. Sampai saat ini sekitar 20 persen dari total area terkena dampak lumpur belum dibayar MLJ. Perusahaan mengklaim nyaris bangkrut dan tak mampu membayar (baca: membeli) tanah dan aset warga. Pada 2014, MLJ meminta dana talangan dari pemerintah. Di era Presiden SBY, dana talangan tak dikabulkan. Saat Presiden Jokowi bertakhta, permintaan itu mulus.

Ini pertama kalinya anggaran negara (APBN) dialokasikan untuk menalangi ganti rugi korporasi swasta. Berbagai spekulasi muncul. Dalam perspektif positif, kebijakan ini merupakan pemenuhan janji Presiden Jokowi saat kampanye pemilihan presiden. Poin pertama Nawa Cita Jokowi-JK ditegaskan: "Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara." Dana talangan ini sebagai akad "negara hadir", seperti kehendak korban lumpur Lapindo. Selama delapan tahun mereka bagai menunggu "Godot" tanpa kejelasan mendapatkan hak-haknya dari MLJ.

Biasanya, pembahasan anggaran di DPR alot dan bertele-tele. Sedangkan dana talangan ini mulus. Jika kemudian ada penjelasan terang dari Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Hadiyanto bahwa "anggaran itu politis", segala spekulasi terjawab sudah.

Padahal, di APBN-P 2015, dana talangan untuk anak perusahaan Grup Bakrie itu masuk dalam bagian pembiayaan. Artinya, skemanya adalah utang-piutang antara MLJ dan pemerintah. Masalahnya, saat anggaran disetujui, skema utang-piutang sebagaimana lazimnya belum ditentukan dan disepakati: berapa bunga, tenor, serta nilai agunan. Soal agunan, misalnya, berapa nilai aset MLJ? Hadiyanto menjamin nilai aset MLJ, termasuk lahan yang terendam lumpur, minimal Rp 2 triliun. Nilai agunan itu belum valid karena masih dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Jika di kemudian hari MLJ tidak mampu membayar utang, lalu negara mengambil alih dan ternyata nilai agunan kurang, siapa yang bertanggung jawab?

Presiden Jokowi tentu wajib memastikan "negara selalu hadir" sebagai pelindung warga. Dalam kasus lumpur Lapindo, kehadiran negara mutlak adanya (Mustasya, 2007). Karena, pertama, kerugian dan hilangnya hak milik warga sudah terjadi dan begitu nyata. Kedua, kekuatan tawar MLJ dengan warga bersifat asimetris. Dalam kondisi seperti itu, negosiasi bipartit antara MLJ dan warga mustahil berlangsung adil. Ketiga, kerugian warga bukan disebabkan oleh wanprestasi dari sebuah perjanjian ekonomi privat, seperti dalam penipuan multilevel marketing. Kasus ini lebih merupakan hilangnya hak milik warga negara akibat kegiatan ekonomi pihak tertentu yang abai akan prinsip kehati-hatian.

Meski demikian, sebagai bentuk utang-piutang, tata kelolanya harus jelas. Tujuannya ada dua. Pertama, agar tak timbul masalah di kemudian hari. Kedua, dana talangan itu berasal dari APBN, artinya dari pajak warga. Warga berhak dan harus tahu bagaimana skema utang-piutang itu disepakati. Dengan tenor, bunga, dan nilai agunan yang jelas, publik bisa berpartisipasi untuk mengawasi agar tidak terjadi "perselingkuhan" di kemudian hari.
http://www.tempo.co/read/kolom/2015/...N-buat-Lapindo



Dana Lapindo Rp 780 M, Golkar: Ini Perhatian Khusus Jokowi
JUM'AT, 13 FEBRUARI 2015 | 15:30 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pemberian dana talangan sebesar Rp 781,7 miliar dari APBN Perubahan 2015 kepada PT Lapindo Brantas dan PT Minarak Lapindo Jaya. Nama resmi anggaran itu adalah "Dana Antisipasi untuk PT Lapindo Brantas dan PT Minarak Lapindo Jaya."

Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit mengatakan anggaran dibuat sebagai penyelesaian masalah ganti rugi korban lumpur Lapindo yang tak kunjung selesai dalam delapan tahun. "Bukan dana talangan. Presiden Jokowi berikan perhatian khusus menyelamatkan masyarakat yang terlalu lama tak menerima ganti rugi," kata politikus Partai Golkar itu saat ditemui Tempo di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat, 13 Februari 2015. Sebagian saham perusahaan ini dipegang oleh keluarga Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie.

Supit mengatakan selama ini PT Minarak dan Lapindo Brantas kesulitan membayar ganti rugi. Sebelumnya pemerintah menggelontorkan dana sekitar Rp 9,53 triliun untuk membiayai kegiatan operasional Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dalam melokalisasi dampak semburan lumpur perusahaan milik Aburizal tersebut.

Jika ditambah dana talangan kali ini, totalnya Rp 10,311 triliun. Sedangkan manajemen Lapindo yang dimiliki keluarga Aburizal Bakrie alias Ical menyatakan perusahaannya telah menggelontorkan dana sekitar Rp 3,8 triliun.

Menurut Supit, alasan pemerintah dalam memberikan pinjaman kepada Lapindo cukup logis. Pasalnya, Lapindo berjanji mengembalikan dana tersebut dengan jaminan aset senilai Rp 3,2 triliun. "Jaminan tanah yang telah diganti rugi menurut pemerintah nilainya segitu. Dan kami anggap itu rasional untuk menyelesaikan masalah," kata politikus Partai Golkar itu.

Supit mengungkapkan DPR tak akan mengawasi penggunaan dana ini. "Ini kan sudah tuntas tinggal business to business," katanya.
http://www.tempo.co/read/news/2015/0...-Khusus-Jokowi


'Jebakan Batman untuk Jokowi Bernama Dana Talangan Lapindo'
Sabtu, 20 Desember 2014, 11:01 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kajian Trisakti (Pusaka Trisakti) yang selama ini menjadi lembaga think-thank penyokong kabinet Jokowi-JK mengingatkan bahayanya langkah menalangi utang PT Minarak Lapindo. Bukan tidak mungkin langkah ini akan berujung menjadi Lapindogate.

Sekretaris Eksekutif Pusaka Trisakti, Fahmi Habsyi mengatakan Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimoeljono mengeluarkan pernyataan pemerintah memutuskan menalangi utang PT Minarak Lapindo sebesar Rp 781 miliar, Kamis (18/12). Penalangan itu dilakukan dengan syarat Lapindo harus menyerahkan seluruh tanah yang masuk dalam peta terdampak kepada pemerintah, dan bila dalam masa empat tahun Lapindo tidak mampu melunasi maka akan disita pemerintah.

"Ini berbahaya bagi Jokowi-JK dimasa datang bisa jadi Lapindogate .Kita sepakat dengan niat baik pemerintah bagi korban Lapindo. Jangan niat baik meninggalkan rasionalitas ,dan akuntabilitas dana publik harus jadi prioritas. Katanya suruh penghematan dan efisiensi anggaran," kata Sekretaris Eksekutif Pusaka Trisakti, Fahmi Habsyi, Sabtu(20/12) pada Republika Online (ROL) di Jakarta

Menteri PU sebagai eks Ketua Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (Timnas PSLS) era SBY, menurut Fahmi, harus memberi informasi dan penjelasan yang utuh pada Jokowi-JK tentang sejarah Lapindo dan kondisi keuangan grup Lapindo dan jaminan aset apa saja yang layak dihold pemerintah yang bisa memastikan uang pemerintah 781 milyar bisa kembali.

"Apalah artinya nilai jaminan ribuan hektar tanah berlumpur yang akan disita pemerintah jika Lapindo tidak mampu bayar empat tahun lagi? Inikan anggap saja pemerintah "jadi" kreditur, pilih jaminan induk Lapindo yang bagus dong seperti blok minyak Energi Mega Persada, atau jaminan saham yang tercatat di BEJ, gedung atau aset grup Bakrie di Jakarta atau Bali, piutang grup Lapindo, jika perlu personal gurantee , banyaklah pilihan kalau mau pakai akal sehat "tandasnya.

"Pak Basuki mungkin saja bisa membodohi Jokowi-JK dengan alasan finasial Minarak, tapi tidak bisa membodohi KPK ataupun publik. Pusaka Trisakti khawatir ini akan menjadi "jebakan batman" pemerintahan Jokowi-JK dimasa datang dan kebijakan ini dapat menyeret Jokowi-JK kehadapan hukum. Kami sarankan Jokowi-JK meminta pendapat KPK dan BPK sebelum memutuskan menalangi uang 781 Milyar ini, "ujarnya.

"Lebih baik sertifikat ribuan hektar tanah berlumpur ini dipegang Pak Basuki saja dan pemerintah yang meminjam saja dari pada Pak Basuki untuk perkuat APBN," pungkasnya.
http://www.republika.co.id/berita/na...langan-lapindo

----------------------------------

GOLKAR dan Ical harus sadar, bahwa tak ada makan siang yang gratis!


SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive