Elisa Valenta Sari, CNN Indonesia Jumat, 17/04/2015 15:49 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) diketahui akan meluncurkan bensin jenis baru, Pertalite, yang digadang-gadang akan menggeser peran Premium di pasar. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengungkapkan kekhawatirannya dan cerita dibalik kilang minyak Pertamina.
Produksi Pertalite diyakini akan membutuhkan teknologi pengolahan minyak menggunakan kilang minyak yang lebih canggih. Pasalnya, kadar oktan produk baru tersebut bakal sebesar RON 90, lebih tinggi dari Premium dengan kadar RON 88.
Namun, Sofyan Djalil khawatir, kilang minyak Pertamina yang ada sekarang tidak akan mampu memproduksi Pertalite. Dia menyayangkan kenyataan bahwa selama ini Pertamina tidak pernah lagi membangun kilang minyak baru.
Sofyan menceritakan, ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada periode kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009 Ari Soemarno pernah menjanjikan bahwa Pertamina akan membangun kilang minyak baru, namun hingga kini Pertamina tidak kunjung merealisasikan rencana itu.
"Ingat waktu saya menteri BUMN, itu pak Ari presentasi kepada saya sudah ada pembicaraan macam-macam dengan investor, tapi enggak tahu mengapa sekarang tidak kunjung jadi, saya pikir itu bagian dari keputusan pengusaha," ungkap Sofyan di Jakarta, Jumat (17/4).
Ia pun mengakui bahwa investor memang tidak banyak yang tertarik terhadap bisnis pembangunan kilang. Ia menilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun kilang minyak membutuhkan modal yang sangat besar, namun marjin keuntungan yang didapat sangat kecil. Hal ini yang menyebabkan banyak investor lebih tertarik menaruh modalnya di sisi hilir dibandingkan hulu.
"Perbaikan kilang itu butuh duit banyak, untuk kilang produksi 300 ribu barel per hari, perlu investasi di atas US$ 10 miliar atau di atas Rp 130 triliun dan itu perlu waktu, 3-4 tahun," katanya.
Menko Perekonomian itu menjelaskan, saat ini kilang minyak milik Pertamina memiliki kualitas serta kapasitas yang semakin rendah. Kilang minyak Balongan misalnya, diketahui memiliki kemampuan kracking (memilah jenis) sebagian besar hanya untuk bensin Ron 88 atau premium, sedangkan bensin Ron 92 Pertamax dengan volume yang kecil.
Lebih lanjut, dia pun berharap Pertamina bisa membangun kilang baru dalam waktu kedepan, agar Indonesia mampu mengurangi ketergantungan dari impor produk minyak yang sudah 100 persen dengan harga yang lebih mahal.
"Tapi barangkali itu yang mafia migas inginkan. Tidak ada kilang dalam negeri. Maka akhirnya Pertamina tidak membangun kilang. Karena kalau tidak bangun kilang di dalam negeri, kita bisa beli crude oil dari luar negeri dan mafia yang akan jadi calonya," katanya.
Untuk diketahui saat ini Pertamina memiliki dan mengoperasikan 6 (enam) buah unit Kilang dengan kapasitas total mencapai 1.046,70 Ribu Barrel. Beberapa kilang minyak seperti kilang UP-III Plaju dan Kilang UP-IV Cilacap terintegrasi dengan kilang Petrokimia, dan memproduksi produk-produk Petrokimia yaitu Purified Terapthalic Acid (PTA) dan Paraxylene.
Beberapa kilang tersebut juga menghasilkan produk LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Mundu. Kilang LPG P.Brandan dan Mundu merupakan kilang LPG yang operasinya terpisah dari kilang minyak, dengan bahan bakunya berupa gas alam.
Kilang minyak UP IV Cilacap menghasilkan Lube Base Oil dengan Group I dan II dari jenis HVI- 60, HVI - 95, HVI -160 S, HVI - 160 B dan HVI - 650. Produksi Lube Base Oil ini disalurkan ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) di Unit Produksi Pelumas PERTAMINA yang berada di Jakarta, Surabaya dan Cilacap untuk diproduksi menjadi produk pelumas, dan kelebihan produksi Lube Base Oil (excess product) dijual di pasar dalam negeri dan luar negeri.
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/...nya-pertamina/
Jumat, 17/04/2015 14:24 WIB
Menko Perekonomian: Pertalite Berpotensi Tambah ImporPekerja membersihkan logo Pertamina di salah satu SPBU, kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Sabtu, 10 Januari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan tantangan rencana PT Pertamina (Persero) untuk menerbitkan produk bensin jenis Pertalite yang digadang-gadang menggantikan bensin jenis Premium adalah terbatasnya kilang milik Pertamina yang masih berkualitas serta adanya potensi impor.
"Karena, sekarang tantangan berat bagi Pertamina ini adalah pembangunan dan perbaikan kilangnya. Kilang-kilang Pertamina itu sudah pada tua, lebih tua dari pada saya," kata Sofyan kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Jumat (17/4).
Terbatasnya kemampuan kilang milik Pertamina itu, diyakini oleh Sofyan, berdampak pada produksi bensin jenis baru itu. Pertalite yang diketahui memiliki RON 90-91 itu membutuhkan proses produksi yang lebih intensif dibandingkan dengan produksi premium selama ini. Sofyan menebak, jika Pertamina tidak mampu memproduksi Pertalite dalam negeri, maka Pertamina harus mengimpor dari luar negeri.
"Kalau kita mau hilangkan RON 88, maka terpaksa kita tutup semua kilang. Implikasinya kalau kita tutup kilang kita, kita terpaksa impor produk-produk itu yang sudah jadi 100 persen," katanya.
Menurut Sofyan, hal itu lah yang menjadi dilema Pemerintah dan Pertamina. Jika Pemerintah mengijinkan Pertamina untuk impor lebih banyak tahun ini, dikhawatirkan akan memperlebar defisit neraca transaksi berjalan.
"Tapi saya pikir secara besar, (impor) jangka pendek-menengah tidak apa-apa. Jadi walaupun belum kita tutup kilang tua, kilang kita bisa produksi 100 ribu barel per hari begitu kita tutup, kita harus impor 100 ribu juga," katanya.
Sebelumnya, manajemen Pertamina menyatakan produk baru bahan bakar minyak (BBM) Pertalite akan dilego di kisaran Rp 7.300 per liter sampai Rp 8.600 per liter. Nantinya, penetapan harga Pertalite bakal mengikuti mekanisme pasar seperti halnya penjualan produk Pertamax.
"Ini karena produk Pertalite memang bukan BBM subsidi dan akan berfluktuatif. Kalau soal harga, Pertalite akan berada diantara Premium dan Pertamax," ujar Vice President Fuel Retail Pertamina, Muhammad Iskandar di Jakarta, Jumat (17/4).
Iskandar mengungkapkan peluncuran produk Pertalite tak lepas dari rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang menginginkan agar Pertamina lagi menjual produk Premium. Akan tetapi, Pertamina masih enggan memasang target kapan produk bensin tak lagi dijual dari perseroan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/...-tambah-impor/
Jumat, 17/04/2015 16:44 WIB
Pertamina Diminta Tak Gunakan Minyak Impor untuk PertaliteMenteri ESDM Sudirman Said (kanan). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said meminta PT Pertamina (Persero) tidak mengimpor minyak mentah untuk memproduksi bahan bakar minyak (BBM) jenis baru, Pertalite.
Sudirman menilai jika manajemen Pertamina telah memproyeksikan Pertalite sebagai BBM pengganti Premium, maka seharusnya bahan dasar minyak yang digunakan untuk memproduksinya sudah tidak lagi perlu diimpor.
Menurut mantan bos PT Pindad (Persero) tersebut, ide awal tim reformasi tata kelola migas yang dipimpin oleh Faisal Basri merekomendasikan dihapuskannya BBM RON 88 dari Indonesia adalah agar Pertamina tak lagi bergantung pada minyak impor untuk memproduksinya.
"Premium atau RON 88 sudah tidak digunakan di banyak negara. Lalu premium itu dalam prioritas pengadaannya membuat Pertamina tergantung pada tender di luar karena harus di blending di luar. Nah dengan perpindahan ini sepenuhnya akan menggunakan kapasitas nasional," ujar Sudirman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (17/4).
Sudirman mengaku belum mendapat laporan lebih lengkap strategi Pertamina dalam mengembangkan, memproduksi, dan nantinya menjual Pertalite di masyarakat. Dia mengaku baru mendengar bahwa BBM baru tersebut akan menggantikan Premium.
"Pertalite yg lebih bersih dan bukan subsidi harganya akan ditetapkan oleh Pertamina dan sekali lagi bukan subsidi karena yang masih disubsidi hanya Solar," tegasnya.
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/...tuk-pertalite/
Jumat, 17/04/2015 11:50 WIB
Produk Pengganti Premium Dilego Rp 7.300 sampai Rp 8.600Penjual melayani pengendara motor yang mengisi BBM jenis Pertamax di kios bensin eceran Pertamini Pertamax miliknya di kawasan Beji, Depok, Jawa Barat, Kamis (29/1). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT Pertamina (Persero) menyatakan produk baru bahan bakar minyak (BBM) Pertalite akan dilego di kisaran Rp 7.300 per liter sampai Rp 8.600 per liter. Nantinya, penetapan harga Pertalite bakal mengikuti mekanisme pasar seperti halnya penjualan produk Pertamax.
"Ini karena produk Pertalite memang bukan BBM subsidi dan akan berfluktuatif. Kalau soal harga, Pertalite akan berada diantara Premium dan Pertamax," ujar Iskandar di Jakarta, Jumat (17/4).
Iskandar mengungkapkan peluncuran produk Pertalite tak lepas dari rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang menginginkan agar Pertamina lagi menjual produk Premium. Akan tetapi, Pertamina masih enggan memasang target kapan produk bensin tak lagi dijual dari perseroan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Pilihan Redaksi
Pertamina Bakal Ganti Premium dengan Pertalite Mulai Mei
Menko Sofyan: Sebentar Lagi Bensin Jenis Premium Akan Hilang
Pemerintah Bebaskan Pertamina Tentukan Harga Bensin Baru
"Karena pada dasarnya kami ingin melihat respons masyarakat akan seperti apa dengan produk ini. Produk Pertalite sendiri memang dijual untuk secara pelan-pelan menghilangkan impor bensin RON 88 karena rekomendasi Pak Faisal dan kawan-kawan di Tim Reformasi Tata Kelola Migas," ujar Iskandar.
Di kesempatan berbeda, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi pun mendukung langkah Pertamina yang akan meluncurkan produk baru bernama Pertalite. Menurutnya, peluncuran baru ini dinilai akan memberikan varian bensin baru kepada konsumen.
"Apalagi ketika Pertalite punya kandungan oktan 90 yang lebih bagus dari Premium. Harusnya konsumen akan tertarik karena produk ini bisa menghasilkan kerja mesin yang lebih optimal ketimbang pakai premium," tuturnya.
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/...ampai-rp-8600/
Sementara Menteri BUMN disebut-sebut anggota 3 macan!
Rabu, 04/02/2015 16:56 WIB

Jakarta - Isu santer Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mendorong Presiden Joko Widodo mencopot 'Trio Macan' yang mengusiknya. Menteri BUMN Rini Soemarno pun angkat bicara.
Tiga pejabat negara yang konon diistilahkan sebagai 'trio macan' adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan. Rini dan Andi adalah orang kepercayaan Jokowi di tim transisi, sementara Luhut Panjaitan adalah penasihat tim transisi yang juga eks Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar.
Menanggapi isu tersebut, Menteri Rini tidak gusar. Rini hanya fokus menjalankan tugas yang dibebankan kepada dirinya oleh Presiden Joko Widodo.
"Silakan saja, saya di sini melakukan tugas, dipilih dan ditunjuk oleh bapak presiden. Saya terserah bapak presiden," kata Rini kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (4/1/2015).
Rini pun selalu patuh kepada apa pun perintah Presiden Jokowi. Kalau Presiden yang menghendaki mengganti atau menggesernya, dia menghormati prerogatif presiden.
"Jika presiden merasa saya tidak melakukan tugasnya, diminta untuk dipindah, saya terserah bapak presiden saja. Saya bekerja untuk bapak presiden," tegas Rini.
Salah seorang elite KIH yang hadir dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi di istana Negara kemarin membisiki wartawan tentang adanya pesan khusus Mega ke Jokowi. Pesan tersebut langsung mengarah agar Jokowi langsung mengevaluasi tiga pejabat negara tersebut. Namun Megawati hingga kini belum bisa dikonfirmasi langsung terkait hal ini.
Namun suara tak senang dengan ketiga pejabat negara tersebut mulai muncul dari elite PDIP. Terutama menyangkut Rini dan Andi yang secara tegas disebut sebagai pengkhianat.
"Kalau Luhut itu kan bukan kader PDIP itu terserah Pak Jokowi. Kalau Andi sama Rini itu kan pengkhianat, ya itulah Ibu Mega terlalu percaya dulu," kata Ketua DPP PDIP Effendi Simbolon, kepada wartawan, Rabu (4/2/2015).
http://news.detik.com/read/2015/02/0...hanya-bertugas
Jumat, 06 Februari 2015 | 15:32
Jakarta - Sinyalemen keberadaan "Trio Macan" di ring satu Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin menguat. Terbukti dengan munculnya sejumlah kebijakan blunder yang dilakukan Presiden Jokowi dalam memutuskan persoalan-persoalan strategis, yang tidak terlepas dari pengaruh personel "Trio Macan".
Menurut pakar politik Ari Junaedi, nama-nama seperti Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan merupakan orang-orang di dekat Presiden Jokowi.
Dikatakan Ari, penataan sektor energi tidak terlepas dari polesan tangan Rini Soemarno dan kakaknya Ari Soemarno. Akibatnya, tekad untuk lepas dari cengkeraman mafia migas sulit dilakukan di era Jokowi.
"Demikian juga di sektor BUMN, Rini demkian berkuasa untuk mengutak-atik BUMN dengan dana PMN sebesar Rp 70-an triliun yang kini tengah diajukan pemerintah," kata Ari, di Jakarta, Jumat (6/2).
Sebaliknya, Luhut Pandjaitan juga dinilai makin leluasa mengendalikan bisnisnya dengan berlindung di balik kepentingan Istana. Sementara Andi Widjajanto, makin kuat menanamkan pengaruh Amerika Serikat di lingkaran Istana.
Ari Junaedi menilai, pengaruh "Trio Macan" dalam kebijakan-kebijakan yang ditempuh Jokowi seperti "bau kentut". Mudah tercium tetapi susah untuk dilacak kebenarannya karena pasti disangkal oleh Jokowi atau oleh orang-orang yang dianggap sebagai anggota "Trio Macan".
"Langkah terbaik yang harus dilakukan Jokowi adalah menyadari keterpilihan dirinya sebagai presiden bukan karena semata jasa Andi Widjajanto, Luhut Panjaitan atau Rini Soemarno. Jika memang belakangan mereka membuat negatif bahkan menjatuhkan citranya, tidak ada cara lain selain harus mencopot orang-orang tersebut. Jokowi harus berani dan tegas menghadapi 'kecoa-kecoa' yang merusak reputasinya," jelasnya.
Kata Ari, kepuasan publik terhadap Jokowi, berdasar hasil jajak pendapat sebuah lembaga, jauh di banding era SBY dulu. Artinya, pemilih Jokowi mulai jengah dengan kebijakan-kebijakan Jokowi yang ragu-ragu, tidak tegas dan terkesan disetir "Trio Macan".
Menurut pengajar mata kuliah Humas Politik di Departemen Komunikasi FISIP Universitas Indonesia (UI) itu, keberatan PDIP terhadap sepak terjang "Trio Macan" ada benarnya. Sebagai partai pengusung utama Jokowi, PDIP jelas dirugikan karena ulah "Trio Macan".
"Justru bukan PDIP yang menikmati buah kemenangan Jokowi tetapi individu-individu di "Trio Macan". Andi, Rini dan Luhut bisa masuk ke lingkaran Istana bukan karena rekomendasi dari PDIP, tetapi justru dari mengerdilkan PDIP," ungkapnya.
"Publik awam yang tidak mengerti konstelasi politik di Istana, tahunya Jokowi hanya jadi boneka PDIP. Padahal Jokowi lebih mendengar bisikan trio macan."
Dia melanjutkan, sejarah mencatat bahwa hampir di setiap era kepresidenan di Indonesia, keberadaan tim pembisik dan berpengaruh seperti "Trio Macan" tersebut malah merontokkan presiden.
Soeharto pernah punya tim ahli yang beranggotakan Soejono Humardani dan Ali Murtopo. Gus Dur pernah percaya betul dengan tukang pijatnya Suwondo.
"Dan kini Jokowi mengulang sejarah dengan percaya betul dengan "Trio Macan". Sekali lagi, masih banyak putra terbaik bangsa untuk menggantikan Rini Soemarno, Luhut Panjaitan atau Andi Wijayanto. Jokowi harus berani mengambil langkah berani," bebernya.
"Ada baiknya PDIP bersama partai-partai pengusung termasuk partai di Koalisi Merah Putih untuk mendorong terjadinya pergantian personel di Istana," pungkas Ari Junaedi, yang juga dosen Pascasarjana UI, Universitas Diponegoro, serta Univercidade Timor Leste itu.
http://www.beritasatu.com/nasional/2...rio-macan.html
--------------------------
Dirut Pertamina itu hanya salah satu Dirut BUMN yang dipilih dan ditunjuk menteri BUMN. Jadi mereka (para Dirut BUMN itu) pastilah hanya mengikuti "arahan" dari Bosss Besarnya di kementerian BUMN itu, yaitu ibu Rini. Terus apa gunanya kabinet dan Menko dunk!



