
Dian Siswarini, namanya tak asing lagi di dunia teknologi telekomunikasi Tanah Air. Sosok perempuan hebat ini bukan sebatas berperan penting bagi suami dan keluarganya. Terbukti, ketika menapaki kariernya di dunia telekomunikasi sejak 1991, ibu dari tiga anak ini mampu bersaing dalam menduduki posisi strategis dan tertinggi dalam puncak kariernya.
Perempuan ramah dengan senyumnya yang khas ini mengaku tidak pernah menyangka bisa menjadi perempuan pertama yang menakhodai perusahaan operator telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia (terakhir tahun 1996). Apalagi di era serba digital seperti sekarang ini menjadi tantangan bagi Dian.
Di hari Kartini ini, Okezone kembali mengangkat sosok perempuan yang masuk kategori perempuan-perempuan hebat seperti RA Kartini di era modernisasi teknologi seperti sekarang ini. Salah satunya, Dian Siswarini yang belum genap sebulan menjadi CEO/Direktur Utama PT XL Axiata.
Menggantikan posisi Hasnul Suhaimi sebagai Direktur Utama di perusahaan besar tentu bukanlah pekerjaan mudah. Namun, kata sang pendahulunya, sosok Dian adalah orang yang tepat untuk dipersiapkan memegang kepemimpinan XL.
Apalagi semasa menjabat sebagai Direktur Digital, Dian kerap melakukan gebrakan-gebrakan. Di antaranya, membangun jaringan XL yang handal dalam waktu sangat singkat namun tetap dapat mencukupi pertumbuhan pelanggan yang 6x lipat lebih besar dari sebelumnya pada 2007, saat XL memasuki strategi minutes factory.
Membangun divisi digital service yang pertama di dalam organisasi telko di Indonesia pada 2011, khususnya sebagai fungsi baru dan strategis di luar dari bisnis telko yang saat ini masih conventional, dan meluncurkan situs e-commerce elevenia pada 2014.
Sekarang ini, Dian bukan lagi perempuan yang berada di jajaran bangku belakang atau barisan kedua, melainkan terdepan. Apa yang diperolehnya saat ini, dan apa awal kiprahnya bisa berada di posisi puncak kepemimpinan, tentu saja bukan tanpa halangan.
Sejak 1991
Menggeluti dunia teknologi telekomunikasi bagi lulusan terbaik teknik elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1991 ini, adalah keinginannya sejak masih di bangku kuliah. Saat itu, jurusan elektronik tidak banyak digeluti perempuan.
Sebabnya, ia berkeyakinan bahwa elektro bukanlah bidang yang hanya dapat dipelajari dan dijalani oleh kaum pria saja. "Saya melihat, kalau pun belum banyak perempuan yang menggeluti dunia industri teknologi, bukan berarti mereka memang tersingkir karena alasan gender," ujar Dian menjawab pertanyaan Okezone.
Tetapi, sambung Dian karena memang pekerjaan tersebut, di Indonsia ini masih sangat minim sekali dilakukan oleh kaum perempuan. Ia meyakini, seiring berjalannya waktu pasti akan semakin banyak, apalagi mulai muncul sosok-sosok perempuan yang sukses di industri ini, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dian membuktikannya bisa menjadi pemimpin dari kaum laki-laki. Meskipun diakuinya, berbeda cara memimpinnya, di mana perempuan cenderung lebih memiliki sifat berpikir menggunakan gabungan logika dan emosional.
Sisi ini bisa dimanfaatkan perempuan sebagai kelebihannya untuk membangun hubungan komunikasi dengan timnya. Dengan kedekatan emosi, seorang pemimpin perempuan bisa lebih memahami timnya tanpa perlu kehilangan tujuan yang sedang ia bangun.
"Sehingga tipe leadership yang saya terapkan adalah memimpin dengan empowerment. Jadi, tidak hanya sekedar memberi perintah atau arahan, namun mendorong team untuk bisa bekerja dengan sepenuh hati sehingga hasil yang diberikan pun lebih maksimal," tuturnya.
Perempuan Ibarat Conductor
Dian mengibaratkan pemimpin perempuan sebagai seorang Dirigen (Conductor) dalam sebuah orkestra, maka partitur musik adalah bidang bisnis dan leveling adalah proses bisnis sebuah perusahaan.
Seorang pemimpin perempuan akan sanggup mendengarkan dengan baik irama yang keluar dari alat musik di depannya tanpa sedikit pun kehilangan konsentrasi untuk mendengarkan irama dari alat musik di ujung orkestra yang dia pimpin. Kemampuan perempuan untuk multitasking yang dapat membuat terkadang perempuan memiliki jiwa kepemimpinan yang lebih baik dan berbeda dari pria.
Memanjat BTS 30 Meter
Bukan itu saja, bahkan pekerjaan yang umumnya dilakukan pria, kini dengan mudah pun bisa dilakukan perempuan. Ia contohnya, pertama kali bergabung di XL, perempuan kelahiran Majalengka, Jawa Barat ini pertama kali bekerja sebagai staf bagian engineering.
"Sebagai seorang network engineer, saya harus siap ditugaskan kapan saja dan dalam situasi apa saja," jelasnya.
Salah satunya adalah melakukan uji coba jaringan (drive test), melakukan perbaikan jaringan, kapan saja dibutuhkan, hingga harus bisa memanjat menara dan memperbaiki perangkat dari atas menara.
"Saya pernah memanjat tower setinggi 30 meter. Tentu saja semula juga merasa agak ragu-ragu, namun lama-kelamaan juga menjadi terbiasa karena tuntutan profesi," ujar Dian yang mengaku mengagumi sosok Ibu sebagai role model bagi karier dan hidupnya.
Hadapi Kompetisi
Mulai dari staf yang memanjat tower BTS, masuk jajaran management membuat usulan-usulan dan program, hingga sekarang ini di direksi Dian dihadapkan pada tantangan sebagai CEO untuk bertarung dengan kompetitor, di mana pasar saat ini sudah berubah.
Menurut Dian, kompetisi saat ini semakin berat. Kebutuhan pelanggan pun semakin beragam. Sehingga perusahaan pun harus selalu siap menghadapi tantangan ini.
Secara garis besar, Dian hendak menyelaraskan antara business model perusahaan dengan dinamika industri telekomunikasi & perubahan kebutuhan masyarakat, yaitu dengan cara menyiapkan masyarakat memasuki era digital, mendukung pemerintah dalam program Indonesia Broadband Plan, dan meningkatkan share holder value/total share holder return (TSR).
sumber (okz.me)
Dikutip dari: http://adf.ly/1FUt6k


