SITUS BERITA TERBARU

Punya Sarkana Pertanian Terbanayak di Dunia, INDONESIA Hobi Impor Pangan & Buah2an

Monday, August 19, 2013
[imagetag]
[imagetag]

Sarjana pertanian terbanyak di dunia, Indonesia tetap hobi impor
Senin, 19 Agustus 2013 09:01:00

Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor berupaya mendorong penggunaan hasil pertanian lokal sebagai sebuah kebutuhan sekaligus penguatan ketahanan pangan nasional. Sejalan dengan itu, para akademisi ini juga menolak kebijakan impor produk pertanian.

Ketua Himpunan Alumni IPB Bambang Hendroyono menyatakan para akademisi menyatakan keprihatinannya dengan besarnya jumlah impor produk pertanian. Dirjen Bina Usaha Kehutanan di Kementerian Kehutanan ini menegaskan, impor produk pertanian menyengsarakan petani Indonesia. "Mengimpor produk pertanian, sayur, buah-buahan, ikan, daging sapi, sungguh suatu hal menyakitkan bagi petani di Indonesia. Karena apa pun alasannya, impor akan meruntuhkan motivasi petani dalam menghasilkan produk-produk pertanian. Kasihan petani-petani kita, mereka sulit untuk sejahtera," kata Bambang seperti dilansir Antara, Senin (19/8).

Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik, impor beras selama Januari-Juni 2013 tercatat sebesar 239.000 ton atau USD 124,4 juta. Sementara itu pada periode yang sama, tercatat 1,3 juta ton atau USD 393 juta jagung impor masuk ke Indonesia. Demikian pula dengan impor kedelai pada periode Januari-Juni 2013 yang menembus 826.000 ton atau USD 509,5 juta. Impor Tepung terigu mencapai 82.501 ton atau USD 36,9 juta. Bahkan, garam termasuk komoditas yang diimpor. Selama Januari-Juni 2013 impor garam tercatat mencapai 923.000 ton atau senilai USD 43,1 juta.

Bambang sendiri mengaku heran dengan kondisi Indonesia yang terlalu mengandalkan impor. Padahal inovasi pertaniannya yang sangat banyak. Demikian pula jumlah sarjana pertaniannya. Indonesia tercatat memiliki mahasiswa pertanian dan sarjana pertanian terbanyak di dunia saat ini, namun impor produk pertaniannya tak terkendali. Menurutnya, pemerintah perlu meningkatkan kualitas petani, memperbaiki infrastruktur pertanian dan mempermudah skema pembiayaan sektor pertanian. Dia juga menyatakan perlu adanya dukungan bersama dari sektor industri dan kebijakan politik yang kuat.
http://www.merdeka.com/uang/sarjana-...obi-impor.html

[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]

Gita Wirjawan Kembali Minta Maaf Harga Pangan Mahal dan Harus Impor
Senin, 15/07/2013 19:48 WIB

Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mengakui kenaikan harga pangan saat ini sudah sangat signifikan. Untuk dapat menjaga stabilitas harga maka perlu ada peningkatan pasokan melalui impor. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini kembali meminta maaf kepada masyarakat. Permintaan maaf ini bukan pertama kali. "Saya juga merasakan kenaikan harga ini sangat signifikan dan saya memohon maaf kepada masyarakat atas kenaikan harga ini. Dan karena ketersediaan pasokan dalam negeri ini tidak ada, mohon maaf kita harus mendatangkan dari luar (impor)," sahut Gita saat ditemui di Mesjid Istiqlal Jakarta, Senin (15/7/2013).

Gita telah mengeluarkan kebijakan menambah pasokan impor daging sapi, cabai rawit dan bawang merah. Ia optimistis dalam waktu 1 hingga 2 minggu ke depan akan ada penurunan harga. "1-2 minggu akan kelihatan penurunan harga daging sapi. Kalau daging ayam sudah mulai turun. Bawang merah dan cabai rawit itu akan turun 1-2 minggu," ujarnya. Gita telah membuka keran impor 4.000 ton bawang merah, 4.000 ton cabai rawit. Dijadwalkan mulai pekan depan cabai rawit dan bawang merah impor akan mulai masuk secara bertahap dari China, Thailand dan Vietnam. Sedangkan untuk daging ada beberapa kebijakan yang dilakukan.

"500 ton (impor sapi beku Bulog) akan datang minggu ini sebelum tanggal 25 Juli tetapi di luar itu ada 109 ribu ekor (sapi di feedloter) yang hari Jumat yang lalu baru 30% sudah dipotong sisanya 70% akan dipotong sampai menjelang hari Lebaran. Dengan ini ditambah 3.000 ton (daging Bulog) akan membantu stabilisasi harga dan para pengusaha juga agar melakukan operasi pasar," katanya.
http://finance.detik..com/read/2013/...an-harus-impor

[imagetag]

Liberalisasi Impor Pangan
Senin, 15 Juli 2013 | 10:42 WIB

Dalam beberapa pekan terakhir, harga bahan pangan terus meroket. Yang paling mencolok adalah cabe rawit dan bawang merah. Harga cabe rawit merah sudah menembus Rp 110.000 per kilogram. Malahan di Bekasi, Jawa Barat, harga cabai rawit merah sudah tembus Rp 120.000 per kilogram. Sementara harga bawang merah sudah menyentuh Rp 50.000 per kilogram.

Kondisi ini sangat mencekik leher rakyat. Sebelum bulan puasa, kantong rakyat sudah kembang-kempis akibat dampak kenaikan harga BBM. Sekarang mereka diserbu kenaikan harga bahan pangan. Di Solo, Jawa Tengah, warga terpaksa membeli cabe busuk yang harganya jauh lebih murah. Tidak sedikit pula yang hanya bisa mengelus dada karena isi kantong tak lagi sanggup menjangkau harga-harga.

Yang menarik adalah respon pemerintah. Dua hari lalu, dalam rapat terbatas Kabinet di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Presiden SBY menyemburkan amarah ke Menteri-Menteri-nya. SBY marah karena Menterinya saling lempar tanggung-jawab terkait kebijakan impor pangan untuk menstabilkan harga. Bagi SBY, lambatnya perizinan impor menyebabkan harga pangan tidak terkendali.

Di sinilah letak masalahnya. Menipisnya stok pangan, yang telah memicu kenaikan harga, coba di atas dengan jalan pintas: impor. Inilah kebiasaan pemerintah tiap tahun. Tetapi akar persoalan menipisnya stok pangan, yakni soal produksi dan distribusi, tidak pernah tersentuh. Alhasil, kita pun makin terjerembab sebagai negara importir pangan. Hampir semua produk pangan kita dipenuhi oleh impor.

Karena polanya selalu begitu, kami melihat ada semacam unsur �kesengajaan� dibalik krisis stok pangan dan melambungnya harga pangan ini. Indikasinya cukup jelas. Pertama, pemerintah cenderung melepaskan urusan pangan pada mekanisme pasar. Dengan begitu, harga pangan seperti kuda liar yang sulit dikendalikan. Kedua, pemerintah tidak serius menindak spekulan yang menimbun stok pangan. Padahal, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan sejumlah perusahaan importir bawang putih sengaja menahan stok mereka. Ketiga, pemerintah membiarkan rantai distribusi produk pangan dikuasai segelintir pelaku usaha.

Indikasi itu makin terang terlihat dalam kasus impor beras. Pemerintah selalu berdalih, kebijakan impor beras diambil karena cadangan beras nasional mulai menipis. Pada kenyataannya, seperti diungkapkan oleh Said Abdullah dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, cadangan beras nasional yang dikelola Bulog tidak ada hubungan langsung dengan produksi padi dalam negeri. Faktanya, kemampuan penyerapan beras bulog atas hasil produksi nasional sangat rendah, yakni tidak lebih dari 10 persen. Artinya, tidak semua beras hasil produksi petani kita terserap oleh Bulog dan menjadi cadangan beras nasional. Jadi, sekalipun produksi petani kita mencukupi, tetapi impor tetap dilakukan. Bahkan, impor tetap dilakukan bersamaan dengan panen raya.

Pada kenyataannya, sejak menjadi antek WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), pemerintah Indonesia memang cenderung meliberalkan kebijakan impor pangannya. Sehubungan dengan itu, pemerintah tidak hanya dipaksa membuka pintu selebar-lebarnya bagi impor pangan, tetapi menghapuskan segala bentuk proteksi dan insentif bagi petani/produsen pangan lokal. Akibatnya, sektor pertanian kita pun mengalami kehancuran. Inilah yang membuat produksi pangan kita terus jatuh.

Dampak merugikan dari impor pangan sebetulnya sudah terasa. Muncullah kebijakan pengetatan impor pangan. Lahirlah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, yang menetapkan 57 jenis buah dan sayur masuk pengetatan impor. Belakangan, AS menggugat kebijakan pengetatan impor itu melalui WTO. Maklum, Indonesia menjadi anggota WTO. Karena tekanan itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengeluarkan Permendag baru, yakni Permendag nomor 16 tahun 2013, yang mengeluarkan 18 produk buah dan sayur dari kebijakan pengetatan impor.

Ketergantungan terhadap impor pangan ini sangat merugikan. Pertama, Produksi pangan lokal, yang tidak ditopang oleh modal dan teknologi, tergilas oleh pangan impor. Hasil usaha bertani tak lagi sanggup menopang ekonomi petani. Yang paling ironis, sebanyak 60 persen penerima beras miskin (raskin) di seluruh Indonesia adalah dari kalangan petani. Kedua, ketergantungan terhadap impor menggerus devisa negara. Konon, kebijakan impor pangan menggerus cadangan devisa nasional sebesar 112,2 miliar USD. Ketiga, Indonesia bergantung pada produk pangan impor: impor gandum (100 persen), kedelai (78 persen), susu (72), gula (54), daging sapi, (18), dan bawang putih (95).

Pada tahun 1952, saat peletakan pertama Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (kelak menjadi Institut Pertanian Bogor), Bung Karno berpesan bahwa soal pangan adalah soal hidup dan matinya sebuah bangsa. �Politik bebas, prinstop, keamanan, masyarakat adil dan makmur �mens sana in corpores sano�, semua itu menjadi omong-kosong belaka, selama kita kekurangan bahan makanan, selama kita minta tolong beli beras dari negara-negara tetangga,� kata Bung Karno.
http://www.berdikarionline.com/edito...or-pangan.html

[imagetag]

Siswono Yudhohusodo: Impor Bukti Kegagalan Manajemen Pangan
Kamis, 1 Agustus 2013 | 12:17

JAKARTA- Melambungnya harga beberapa kebutuhan pokok yang terjadi saat ini adalah bukti ketidaksiapan pemerintah untuk mengelola manajemen pangan nasional yang menyengsarakan seluruh warga negara Indonesia. Anggota Komisi V Partai Golkar Siswono Yudhohusodo mengatakan, ketidakmampuan pemerintah sebagai regulator untuk mengendalikan harga beberapa kebutuhan pokok, telah mengakibatkan meningkatnya penderitaan masyarakat. �Melambungnya harga itu, membuat pemerintah memotong kompas dalam mengendalikan harga melalui skema impor dari negara lain,� kata Siswono dalam konferensi pers, di Media Center BKPP Pusat Partai Golkar, Kamis (1/8).

Berdasarkan pantauan pasar, harga cabai rawit mencapai Rp120.000/kg (dari Rp27.700/kg), bawang merah Rp64.000/kg (dari Rp32.300/kg), bawang putih Rp30.000/kg (dari Rp14.000/kg), ayam Rp35.000/kg (dari Rp25.000/kg), daging sapi Rp110.000/kg (tiga tahun yang lalu Rp45.000/kg), telur ayam Rp22.000/kg, beras medium jenis IR 64 Rp8.200/kg. Hingga Juni 2013, telah diimpor cabai 22.737 ton dan bawang merah 60.000 ton dan saat ini akan ditambah kuota impor cabai sebanyak 9.715 ton dan bawang merah 16.781 ton. �Belum lagi komoditas lain seperti kedelai dan yang sangat ironis�garam saja kita impor,� tegasnya.

Untuk mengatasi masalah itu, kata Siswono, hal yang harus dilakukan adalah menerapkan pola manajemen pertanian dengan ketat. Artinya, pendataan terhadap luas areal lahan yang dimiliki Indonesia berapa, pengaturan pola tanam, jadwal panen dan distribusi yang tepat akan menjadi solusi yang baik. Hal yang tidak kalah penting adalah penghapusan praktik-praktik yang tidak benar dalam jalur perdagangan agribisnis dan hortikultura. Adanya oknum yang menahan produk dan melepasnya saat harga melambung harus dihapuskan.
http://www.investor.co.id/agribusine...n-pangan/65988

[imagetag]
[imagetag]

SBY Raih Gelar Doktor IPB
Minggu, 19 September 2004

BOGOR - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini capres dari Partai Demokrat berhasil meraih gelar akademik doktor setelah dinyatakan lulus dalam ujian di hadapan para guru besar ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Sabtu. SBY mempresentasikan disertasinya berjudul "Pembangunan Pertanian dan Pedesaan sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran Analisis Kebijakan Ekonomi, Politik, dan Fiskal".

Setelah dinyatakan lulus pada ujian yang berlangsung tertutup selama sekitar lima jam sejak pukul 10.00 itu SBY mengatakan, para penguji menanyakan metodologi penelitian, landasan teori, hasil penelitian, logika, dan pilihan kebijakan yang ditawarkan. SBY mengaku, ujian itu lebih menegangkan dibandingkan dengan saat dirinya melakukan debat antarcalon presiden.

Ia berharap disertasinya bisa dipakai sebagai kebijakan pemerintah mendatang, siapa pun presiden yang terpilih kelak, untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran melalui revitalisasi pembangunan pertanian dan pedesaan. Sementara itu, Ketua Tim Pembimbing Disertasi Prof Dr Bunasor Samin mengatakan, hasil ujian disertasi program doktoral di IPB tidak ada penilaian peringkat yudisium. Namun, katanya, melihat indeks prestasi SBY sebesar 3,91 selama mengikuti perkuliahan S-3 di IPB sejak awal 2002, disertasinya bagus dan bisa menyelesaikan penelitian kurang dari waktu yang ditetapkan, maka yudisiumnya sebanding dengan cumlaude
http://www.suaramerdeka.com/harian/0...9/19/nas05.htm

[imagetag]

Rektor IPB:
35% Lulusan IPB Kerja di Pertanian, Hanya 15% yang Jadi Bankir
Sabtu, 18/05/2013 14:36 WIB

Jakarta - Institut Pertanian Bogor (IPB) tidak mau disalahkan bahwa lulusannya tak mau terjun ke sektor pertanian, di tengah terus menurunnya produktivitas pertanian. Saat ini 35% lulusan IPB kerja di sektor pertanian. "Masih besar lulusan IPB yang bekerja di bidang pertanian itu 35%. Jika dibandingkan dengan bidang lain, masih banyak. Perbankan hanya 9%-15%," kata Rektor IPB Herry Suhardiyanto usai acara pelepasan lulusan IPB di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Sabtu (18/5/2013).

Herry menyatakan, adanya lulusan IPB yang bekerja di sektor luar pertanian seperti misalnya perbankan, adalah karena ilmu statistik mahasiswa IPB cukup kuat. "Tetapi menonjol yang jadi bankir. Sebetulnya mereka itu bisa mencapai tempat itu karena bank itu sisi bisnisnya profesional karena kita terus mengembangkan penguasaan new miracle statistics," imbuhnya.

Namun menurutnya, Institut Pertanian Bogor mempunyai program khusus untuk mendongkrak hasil pertanian di Indonesia. Selain program sarjana masuk desa, program IPB Goes to Field diklaim sebagai cara jitu mengembangkan sistem pertanian di Indonesia. "Kecintaan terhadap pertanian sangat penting. Mahasiswa kita dorong untuk mencintai pertanian dengan program IPB Goes to Field. Ini non SKS untuk mahasiswa mendorong main ke lapangan," tutur Herry.

Walaupun program ini baru berjalan 3 tahun, namun ia berharap program yang mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat dan daerah ini efektif. Agar bisa terus meningkatkan hasil pertanian melalui ilmu yang didapat mahasiswa. "Jadi 3 tahun terakhir mereka mendaftarkan sendiri. Saya titipkan ke Pemda dan makin banyak yang terlibat. Pertanian tanpa perluasan ilmu itu non sense. Ini kunci untuk pangan kita, bioenergi dan lingkungan," jelasnya.
http://finance.detik..com/read/2013/...ng-jadi-bankir

[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
[img][/img]

Rektor IPB:
Wajar Lulusan IPB Bekerja di Luar Keilmuan
12 Maret 2012

[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
Mahasiswa IPB yang awal-awalnya mengebu-gebu menjadi petani intelek, akhirnya menghadapai kenyataan hidup, banyak yang putar halua, menbjadi Bankir atau Detailmen farmasi. Bank yang favorit adalah BRI, karena Bank itu memang paling banyak beroperasinya di daerah pedesaan yang melayani petani.


Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Hery Suhardiyanto mengungkapkan bahwa wajar jika banyak lulusan IPB yang pada akhirnya bekerja di luar bidang studi pertanian. "Saya tidak menyalahkan jika banyak lulusan IPB yang bekerja di bidang lain selain pertanian karena memang sistem insentif belum memberi apresiasi di bidang pertanian di negeri ini," kata dia pada jumpa pers peluncuran Agrinex Expo 2012 di Jakarta, Senin (12/3). Ia mengungkapkan hal tersebut terkait dengan anggapan bahwa mundurnya pertanian lokal disebabkan oleh kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

"Masyarakat kita masih belum bisa memberi apresiasi positif pada dunia pertanian, masih ada �misleading� mengenai peluang pertanian di masyarakat kita, pertanian identik dengan kemiskinan sehingga citranya cenderung negatif," kata dia. Hery mengatakan bahwa harus ada edukasi konsisten pada masyarakat agar pencitraan pertanian menjadi positif. "Kita buat agar masyarakat memiliki gambaran bahwa pertanian bisa menguntungkan, menyehatkan dan menyejahterakan rakyat, caranya dengan kita membeli produk petani lokal," kata dia. Lebih lanjut Hery menegaskan bahwa lulusan IPB memiliki daya saing besar. "Lulusan IPB bisa masuk ke berbagai bidang pekerjaan karena memang mereka memiliki daya saing yang besar," kata dia.
http://pasca.unesa.ac.id/detail/beri...-luar-keilmuan

-------------------------------

Dikenal sebagai negara agraris karena tanahnya yang subur, Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan komparatif paling besar di akwasan Asia kalau saja para pemimpinnya bisa mengarahkan rakyat dan petaninya, agar mau berorientasi bekerja atau mencari makan yang berkaitan dengan produksi, perdagangan, dan sekotor jasa lainnya yang terkait sektor pertanian (seperti Bank Desa atau Lumbung Desa). Dulu Soeharto, tahun 1986 mampu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan swasembada beras di dunia, setelah menjadi pengimpor beras terbesar di dunia. Nah, sekarang, meski presidennya bergelar Doktor Pertanian, menteri perdagangannya bergelar master's dari sekolah bisnis harvard, dan menteri pertaniannya adalah juga Doktor pertanian, semuanya jadi amburadul seperti sekarang ini. Sedih juga melihat dan menyaksikan, bagaimana bisa tempe dan tahu itu bahan baku kedelainya separuh lebih dari Amerika. Buah-buahan banyak di isi buah-buahan dari China yangng diketahui hanya punya 2 musim untuk berbuahnya berbagai tanaman buah kita, sementara Indonesia yng bisa berbuah sepanjang tahun, justru terpuruk?


[imagetag] [imagetag] [imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive