Hal itu dikatakan Koordinator Regional Indonesia Governance Index Kemitraan, Muhammad Chozin, saat berkunjung di kantor redaksi VIVAnews, Jakarta, Jumat 23 Agustus 2013.
"Meskipun terbaik, Yogyakarta memiliki kelemahan dalam pelayanan kesehatan. Yogyakarta hanya mengalokasikan Rp5.807 per kapita pada 2012, paling kecil dibanding seluruh provinsi di Indonesia," kata Chozin.
Penyusunan indeks itu berdasarkan data yang diambil dari 33 provinsi dari empat kategori atau arena, yaitu pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil, dan sektor usaha. Penelitian dimulai Agustus 2012. Analisis data rampung pada Agustus 2013.
"Pengambilan kesimpulan dari data fisik dan Focus Group Discussion (FGD)," katanya.
sumber
![[imagetag]](http://kaskus.co.id/images/smilies/capedes.gif)
gimana mau maju, dapet dana otonomi khusus plus segala insentif lain, tapi sama putra daerahnya sendiri dikelola dengan buruk
![[imagetag]](http://kaskus.co.id/images/smilies/sumbangan/q11.gif)
Hanya Provinsi Jambi yang Buka Dokumen APBD di Website
Tanpa pengawasan pihak luar, birokrasi pemerintah daerah di Indonesia cenderung menyembunyikan informasi publik khususnya yang terkait keuangan.
Menurutnya, para peneliti lapangan kesulitan mengakses dokumen keuangan tersebut. Meskipun setelah bersusah payah mereka bisa mendapatkan 29 dokumen keuangan dari 33 provinsi yang diteliti.
"Bahkan Jakarta tidak melakukan hal itu. Meskipun, ketika peneliti datang mereka menyambut baik dan memberikan dokumen tersebut," kata Chozin.
Sejumlah provinsi termasuk Jakarta memang menampilkan informasi anggaran belanja daerahnya berupa ringkasan berisi pemasukan, pengeluaran dan komposisinya. Hanya saja, informasi itu tidak disertai dokumen lengkap beserta lampiran yang bisa diunduh sebagaimana yang ditampilkan Pemprov Jambi.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai paling baik kinerjanya. Yogyakarta mengantongi 6.80 poin disusul Jawa Timur (6.43), DKI Jakarta (6.37), Jambi (6.24), dan Bali (6.23) sebagai lima besar. Sementara, Maluku Utara dinilai paling rendah dengan 4.45 poin dibawah Papua Barat (4.48) dan bengkulu (4.48).
"Tingginya investasi dipengaruhi baiknya tata kelola," kata Muhammad Chozin.
Penelitian itu mencakup 33 provinsi (Kalimantan Utara tidak disertakan) mengukur tata kelola pemerintahan dalam arena pemerintahan, birokrasi, masyarakat sipil, dan sektor usaha. Mereka menggunakan data sekunder dari objek penelitian sekaligus data primer dengan cara diskusi fokus (FGD) maupun wawancara mendalam. "Ada 89 indikator," kata Chozin.
Dari data yang terkumpul dilakukan pembobotan dengan metode pembobotan yang digunakan adalah AHP (Analytical Hierarchy Procedures), yaitu suatu metode matematis/statistis yang diawali penilaian para ahli terhadap kontribusi setiap arena, prinsip dan indikator.
"Metode ini mempercayakan sepenuhnya pembobotan kepada penilaian para ahli," katanya.
Dijelaskannya, para ahli di sini merupakan narasumber yang dipilih melalui kriteria yang sangat ketat terkait dengan pengetahuan dan pengalamannya. Mereka berasal dari akademisi, pejabat pemerintah, aktivis/pekerja LSM, pelaku bisnis dan individu-individu lainnya yang terkait.
sumber
harus dicontoh propinsi laen
![[imagetag]](http://kaskus.co.id/images/smilies/matabelo1.gif)
![[imagetag]](http://kaskus.co.id/images/smilies/recseller.gif)


