TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota DPR RI Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu bakal mengawal pemerintahan Jokowi, utamanya untuk memperkuat Undang-undang Kesehatan Jiwa.
Menurut wanita yang juga inisiator UU Kesehatan Jiwa ini, masih dibutuhkan Peraturan Pemerintah turunan dari UU tersebut agar bisa dipraktekkan.
"Awas saja kalau Jokowi tidak urusi ini (UU Kesehatan Jiwa) gue udah milih dia, orang-orang udah senang ada UU ini," kata Noriyu usai menerima penghargaan sebagai tokoh yang konsisten memperjuangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa sedunia dari Kementerian Kesehatan, di Hotel Indonesia Kempinsky, Jakarta Pusat akhir pekan lalu.
Lima peraturan pemerintah yang harus segera dirilis Presiden Jokowi guna memperkuat UU kesehatan Jiwa yakni, empat peraturan menteri kesehatan dan satu peraturan menteri sosial yang direncanakan terwujud dalam satu tahun ke depan.
Menurutnya peraturan pemerintah tersebut mampu memberikan banyak dampak positif yang nyata bagi kondisi kesehatan jiwa Indonesia.
Noriyu mengatakan, di Indonesia diperkirakan ada sekitar 56.000 orang yang dipasung karena mengalami gangguan jiwa atau Skizofrenia.
Ini terjadi karena minimnya informasi, akses dan fasilitas layanan kesehatan jiwa menyebabkan pemasungan menjadi solusi praktis.
Sementara banyak masyarakat ingin berperan membantu orang dengan gangguan jiwa. Akibatnya, dibutuhkan peraturan teknis yang harus memenuhi kriteria dari peraturan tersebut.
Saat ini banyak panti perawatan gangguan jiwa yang tidak memenuhi kriteria.
"Ada banyak panti yang peduli pada orang dengan gangguan jiwa. Tapi, sayang sekali panti itu malah memberikan ruang bagi pelanggaran HAM, ada yang toiletnya hanya seperti selokan, dan ditakut-takuti ular," ujarnya.
Ia berharap dalam lima tahun pemerintahan Jokowi bisa memberantas pemasungan di Indonesia yang menjadi perhatian dunia.
Noriyu yang baru merilis buku tentang kesehatan jiwa berjudul "A Rookie & The Passage of The Health Law: The Indonesian Story" ini mengatakan, permasalahan stigma terhadap pengidap gangguan jiwa, atau sering disebut Gila masih banyak.
Hal ini mempersulit orang memahami gangguan jiwa atau kesehatan jiwa itu sendiri.
"Banyak orang masih harus dijelaskan, ini tugas bersama, Kemenkes, Kemensosial, jadi dalam satu tahun ini harus selesaikan peraturan turunan, kalau perlu sampai Peraturan Daerah. Pemerintah daerah juga harus menyediakan anggaran untuk penanganan kesehatan jiwa," ujarnya.
Menurut dia, sekitar 18 persen pemasungan terjadi di wilayah perdesaan dan 10 persen di perkotaan seperti yang terjadi di Bekasi.
"Bahkan yang di Bekasi itu, kalau mereka mengamuk (orang yang dipasung). Maka mereka akan ditakut-takuti dengan ular supaya diam," kata dia.
Noriyu yang segera menjadi Dosen tamu istimewa di Harvard, AS ini juga menyoroti minimnya jumlah dokter spesialis kesehatan jiwa di Indonesia yang saat ini diperkirakan hanya 800 orang.
Jumlah tersebut belum ideal jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang hampir mendekati angka 240 juta jiwa, dan banyaknya penderita gangguan jiwa.
"Harapan saya setelah Puskesmas di setiap Provinsi bisa melayani kesehatan jiwa, maka bila ada anggaran pemerintah lebih, bisa digunakan untuk insentif dokter spesialis jiwa," jelasnya.
Noriyu menjelaskan, dengan adanya insentif para dokter kesehatan jiwa akan berminat untuk ke daerah-daerah.
Sumber
Link: http://adf.ly/snvMd
![bagikan ke facebook FB Share](http://4.bp.blogspot.com/-WBHTxQyLMuw/TkAMYLJhOSI/AAAAAAAAgO4/465lu0O7L7I/s1600/facebook.png)
![publikasikan ke twitter Twitter Share](http://1.bp.blogspot.com/-k5oTZ-w4qUo/TkAMX9prZmI/AAAAAAAAgOw/ALlB8FpXkjo/s1600/twitter.png)