Jakarta - Rapat Paripurna ke-2 DPR RI Masa Persidangan I yang digelar tadi malam hingga dini hari tadi sempat berlangsung ricuh dan tidak kondusif, bahkan 4 fraksi memilih walk out. Hal ini sangat disayangkan oleh sejumlah anggota DPR baru dari Fraksi PKB yang merasa kecewa. Mereka menilai ada banyak kejanggalan serta kecurangan.
"Untuk itu kami walk out atas pertimbangan karena kedikatatoran pimpinan sementara DPR yang melanggar tatib persidangan, sabotase sengaja atau tidak yang harus dikonfirmasi ke Sekretariat DPR dari beberapa mic hanya beberapa yang hidup. Sehingga, peserta tidak bisa menggunakan haknya," ujar Wasekjen DPP PKB Daniel Johan.
Hal ini diungkapkannya dalam jumpa pers bersama 5 anggota FPKB lainnya, yakni Maman Imanura, Nihayah, Siti Masrifa, Musa dan Marwan di ruang wartawan I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2014). Mereka juga beranggapan pimpinan hasil rapat paripurna tersebut bodong alias tidak sah.
"Paripurna tidak sah karena pimpinan fraksi belum terbentuk (sepenuhnya) dan dilakukan sidang pimpinan DPR. Oleh karena itu kami akan menggugat pimpinan sementara DPR karena Mahkamah Kehormatan belum terbentuk, jadi dalam sidang paripurna berikutnya (kami akan menggugat)," lanjutnya.
Secara lantang keenam orang tersebut berniat menggugat pimpinan sementara rapat paripurna, yaitu Popong Otje Djundjunan dari Partai Golkar dan Ade Rezki Pratama dari Partai Gerindra.
"Kami menganggap perilaku pimpinan rapat penuh kediktatoran dan kesewenangan melanggar tata tertib. Seluruh instruksi tidak diperbolehkan bicara," tegas pria asal Dapil Kalimantan Barat tersebut.
Keenamnya juga menjelaskan aksi di balik naiknya anggota DPR ke atas podium. Dikatakan Nihayah, ratusan mikrofon di dalam ruang sidang itu ditemukan tidak berfungsi sehingga mereka harus nekat maju untuk menyuarakan aspirasinya.
Jauh di balik itu, mereka juga menduga adanya konspirasi yang kuat di balik insiden matinya ratusan mikrofon tersebut.
"Secara teknis saya tidak bisa bayangkan 560 alat pengeras suara tidak berfungsi, ini ada kesengajaan. Anggota punya hak untuk berbicara tapi tak satu pun tidak diberi kesempatan berbicara. Kita dikebiri oleh kepentingan," jelas perempuan yang mengenakan kerudung dan baju berwarna putih ini.
"Sabotase di ruang persidangan sehingga itu melanggar tata tertib. Ini pendapat dari anggota baru, bukan fraksi," imbuhnya.
Mereka juga merekam kejadian tersebut yang disimpan dalam flashdisk sebagai buktinya. Mereka meminta pihak Sekretariat DPR dapat memberi penjelasan perihal buruknya teknis dalam ruang rapat.
Sumber
Link: http://adf.ly/sYAGL