
Jakarta -Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019. Jika berjalan lancar, duet ini akan dilantik pada 20 Oktober 2014.
Salah satu tugas utama bagi Jokowi-JK adalah mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak (BBM). Tahun ini, anggaran subsidi BBM mencapai Rp 246,5 triliun.
"Harapan saya kepada Pak Jokowi agar segera naikan harga BBM subsidi. Itu penting dan mendesak, karena negara semakin terbebani," tegas Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Someng kepada detikFinance di Terminal BBM Plumpang, Jakarta Utara, Jumat (25/7/2014).
Andy mengungkapkan, ada usulan dari ekonom Standard Chartered Bank agar harga BBM subsidi naik menjadi Rp 9.000 per liter. Namun menurutnya itu masih terlalu besar subsidinya.
"Paling tidak harga BBM subsidinya Rp 10.000-11.000 per liter. Itu masih disubsidi sekitar Rp 2.500 per liter, karena harga BBM keekonomian sekarang ini Rp 12.000-Rp 13.000 per liter," ungkapnya.
Selain beban anggaran negara yang terus meningkat, lanjut Andy, subsidi BBM juga tidak tepat sasaran. "Sebagian besar tidak tepat sasaran, artinya tidak dinikmati orang miskin, orang yang seharusnya dibantu pemerintah. Ini kan BBM subsidi banyak dibeli orang kaya dan mampu yang punya mobil dan sebetulnya tidak perlu diberi subsidi," tegasnya.
Kenaikan harga mendekati harga keekonomian, tambah Andy, juga akan mengurangi upaya penyelundupan dan penyalahgunaan BBM subsidi. "Sekarang itu banyak yang salah. Dijual ke industri karena untungnya besar sekali," ucapnya. Namun ketika pemerintahan baru menaikkan harga BBM bersubsidi, harus disiapkan pula kompensasinya terutama kepada masyarakat miskin. Menurut Andy, program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) bisa membantu masyarakat miskin menghadapi kenaikan harga BBM.
"Masyarakat miskin dibantu BLT, itu penting. Walau dia nggak pakai BBM subsidi tapi kalau BBM harganya naik, sedikit banyak barang kebutuhan naik, transportasi umum, akan naik. BLT itu untuk melindungi masyarakat miskin kita," paparnya.
Kemudian, hasil dari pengurangan subsidi BBM bisa dialihkan untuk transportasi publik. "Transportasinya yang disubsidi, jadi lebih murah. Orang mau naik kendaraan umum," tutur Andy.
Anggota Komite BPH Migas Qoyum Tjandranegara menambahkan, subsidi BBM pada akhirnya justru menyengsarakan masyarakat. Akibat subsidi yang begitu besar, kemampuan pemerintah semakin terbatas untuk membangun infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan.
"Akibat subsidi yang tidak tepat itu, jaminan kesehatan masyarakat kurang, pendidikan kurang, infrastruktur kurang, ke mana-mana dampaknya. Jadi subsidi BBM itu bukannya menolong, tapi justru menyengsarakan masyarakat," tegasnya.
Sumber


