SITUS BERITA TERBARU

Pentingnya Suksesi 2014

Monday, August 26, 2013
[imagetag]
Quote:Ane cuma berharap [imagetag] [imagetag] dari agan dan bila agan tidak suka, ane jangan di [imagetag] ya gan

[imagetag]

Quote:Suksesi presiden tahun 2014 menjadi sangat penting ketika bangsa ini memasuki era baru. Indonesia terus menjalani proses konsolidasi demokrasi, yaitu membangun institusi demokrasi yang kokoh dan menyelesaikan sejumlah masalah dalam beragam bidang kehidupan.

Pada era baru, Indonesia mesti menjadi negara yang makin kuat, berdaulat, dan bermartabat. Dalam konteks itu, Indonesia memerlukan pemimpin baru.

Pascareformasi, Indonesia selalu dirundung masalah. Politik tak melahirkan perilaku dan etika yang bermartabat, tetapi politik transaksional dan praktik oligarkis sangat menonjol. Hukum tidak hanya sulit ditegakkan, tetapi justru diselewengkan, termasuk oleh penegak hukum. Korupsi yang menjadi agenda reformasi justru berkembang makin masif di sejumlah kalangan, termasuk penyelenggara negara.

Bangsa pun mulai mengendur kohesinya ketika konflik dan kekerasan sosial jadi jalan pintas untuk memecahkan persoalan. Suksesi 2014 menjadi sangat penting karena transisional dari era lama (Orde Baru hingga Reformasi) menuju era yang benar-benar baru dengan generasi yang terlepas dari beban masa lalu.

Ketika memberikan kuliah umum pada Program Pendidikan Reguler Angkatan Ke-49, Ke-50, dan Program Pendidikan Singkat Angkatan Ke-19 Lembaga Ketahanan Nasional, pekan lalu, Wapres Boediono mengingatkan pentingnya memilih pemimpin yang mampu mengawal demokrasi Indonesia. Alasannya, proses konsolidasi demokrasi di Indonesia belum rampung.

�Pilihlah pemimpin yang berintegritas, pemimpin yang mampu mengawal proses demokrasi,� kata Boediono di Istana Wapres.

Menurut Wapres, pasca-Reformasi 1998, Indonesia merampungkan masa transisi yang berat, yang kemudian memasuki era konsolidasi. Pada era konsolidasi itu, berlangsung pembangunan pilar-pilar demokrasi sehingga diperlukan orang-orang yang mau ikut membangun institusi demokrasi dan mengawal aturan main institusi demokrasi. Konsolidasi tidak akan berhasil jika semua orang berlomba-lomba ingin mempunyai posisi. Hal itu perlu diperhitungkan saat Indonesia memilih pemimpin.

Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi menciptakan kader pemimpin nasional, menjadi tugas partai politik mencari pemimpin baru yang bisa memimpin Indonesia di era baru.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, terus mencari sosok pemimpin nasional yang bervisi mengembangkan Indonesia menjadi negara berdaulat dan bermartabat. �Capres (calon presiden) yang ideal adalah figur yang punya track record (rekam jejak) positif sebagai pemimpin publik dan politik. Sosok itu harus mampu menghadirkan kembali kepercayaan publik dan kebanggaan kepada NKRI,� kata Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid, di Jakarta.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga berupaya bisa melahirkan pemimpin baru. Bagi PDI-P, kata Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo, kepemimpinan nasional setelah 2014 merupakan kepemimpinan transisional, perpaduan antara sosok yang memegang teguh prinsip dan sosok yang mampu mengelola pemerintahan.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Bulan Bintang Sahar L Hasan, figur pemimpin ke depan adalah yang tidak mewarisi sifat, cara kerja, dan pola presiden-presiden sebelumnya. �Memilih presiden juga dengan menerapkan prinsip organisasi modern. Tidak merangkap jabatan di sana-sini, tidak mengutamakan urusan partai dibandingkan urusan negara,� ujarnya.


Bursa capres
Quote:Hingga Minggu (25/8), parpol terus giat menjaring capres, seperti dilakukan tim konvensi Partai Demokrat. PDI-P juga tengah menyiapkan rapat kerja nasional meskipun kemungkinan belum akan menyebut nama capresnya.

Hingga kini nama-nama yang beredar di publik masih berkutat pada nama-nama yang beredar beberapa tahun ini, antara lain Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, Mahfud MD, Surya Paloh, Rhoma Irama, Wiranto, Dahlan Iskan, Hidayat Nur Wahid, Sultan Hamengku Buwono X, Hatta Rajasa, Anies Baswedan, Suryadharma Ali, Ani Yudhoyono, Sri Mulyani, Yusril Ihza Mahendra, Pramono Edhi Wibowo, dan Sutiyoso.

Namun, nama yang santer disebut belakangan ini adalah Joko Widodo (Jokowi), Gubernur DKI Jakarta. Dalam sejumlah survei, nama Jokowi unggul di antara tokoh-tokoh yang telah menasional lebih dahulu. Jokowi dikenal sebagai tokoh daerah (Wali Kota Solo) yang menunjukkan kerja baik dan positif sehingga mampu memenangi pilkada Jakarta melawan pasangan petahana.

Belum setahun, kinerja Jokowi memperlihatkan gebrakan signifikan, antara lain penertiban kawasan Tanah Abang, penataan Waduk Pluit, juga rumah deret. Tak mengherankan, kinerja Jokowi dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, diapresiasi publik.

Berdasarkan survei Litbang Kompas (Desember 2013-Juni 2013), peningkatan elektabilitas Jokowi hampir 100 persen (dari 17,7 persen menjadi 32,5 persen). Dengan gaya kepemimpinan yang genuine dan tidak artifisial, serta gaya kerja yang blusukan, membuat Jokowi makin mampu menyedot perhatian publik. Sosok Jokowi seakan menjadi antitesis tipikal pemimpin saat ini yang lebih banyak berurusan dalam soal pencitraan, yang justru membuat publik kecewa.

Menurut Tjahjo, kemunculan Jokowi adalah bagian dari kaderisasi yang dilakukan partainya. PDI-P selalu berusaha mengusung kader muda yang dinilai berkualitas untuk menduduki jabatan penting, seperti kepala daerah. PDI-P juga tak segan mengusung sosok luar yang punya kesamaan cita-cita dan ideologi. �Itu kami lakukan sebagai bagian dari upaya melahirkan pemimpin baru,� kata Tjahjo.

Hasil survei ditanggapi beragam oleh para petinggi parpol. Sekjen Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Yusuf Kartanegara mengakui, masyarakat mendambakan figur capres yang merakyat seperti figur Jokowi.

Menurut Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, �Survei hari ini memang Jokowi teratas. Namun, masih terlalu pagi disimpulkan, mengingat survei itu secara alamiah akan naik-turun, dan waktunya masih satu tahun lagi.�

Hasil survei yang tinggi, menurut Ketua Harian Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan, justru harus mawas diri. Jika menunjukkan elektabilitas parpol sangat tinggi, lebih sulit mempertahankan daripada meningkatkan.

Terkait dengan hasil survei Kompas yang menempatkan Prabowo di urutan ke-2, Sekjen Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Muzani mengatakan, Gerindra merasa memang posisi Prabowo belum maksimal sebab semua caleg Gerindra belum bergerak maksimal.

Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Thohari mengatakan, Partai Golkar memandang hasil survei tentang capres itu penting, tetapi temporer. Partai Golkar tetap mengampanyekan capres yang diusung, Aburizal Bakrie.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo mengatakan, PAN sudah menetapkan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa sebagai capres, tetapi bisa saja nanti Hatta diminta menjadi calon wakil presiden, berkoalisi dengan parpol lain. Ini dilakukan jika perolehan suara atau kursi PAN dalam pemilu legislatif tak cukup untuk mengusung capres-cawapres sendiri.


Sumber: KOMPAS CETAK
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive