SITUS BERITA TERBARU

Bila Perlu, Kopassus pun Siap Membersihkan Sampah Premanisme di Tanah Abang

Sunday, August 4, 2013
[imagetag]

Kenapa permasalahan relokasi PKL Tanah Abang sampai begitu rumit?

Sejak awal Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah mengatakan bahwa masalah PKL Tanah Abang yang sudah berusia lebih dari 20 tahun itu memang kompleks. Memerlukan kerja ekstra keras untuk menyelesaikannya, karena di sana ada preman besar yang membekinginya.

Jokowi sempat mengatakan bahwa dia sudah bertemu dan berbicara dengan preman(-preman) itu, dia telah menjelaskan program-program Pemprov DKI mengenai relokasi PKL Tanah Abang itu, setelah itu apa pun yang terjadi Pemprov DKI akan mengambil tindakan. Bahkan Jokowi juga mengaku, dia telah melaporkan preman pembeking PKL Tanah Abang itu ke Kapolda Metro Jaya.

Waktu itu publik umumnya belum tahu, siapa yang dimaksud preman besar oleh Jokowi dan Ahok itu. Ketika wartawan memancing Ahok dengan pertanyaan, apakah tokoh pembeking PKL Tanah Abang yang dimaksud adalah oknum anggota DPRD DKI Jakarta, Ahok menjawab, jika ada oknum anggota DPRD yang menjadi pembeking PKL Tanah Abang itu, maka dia itu adalah orang yang tolol, dan tidak tahu Perda. Media pun menulis, Ahok bilang ada oknum DPRD DKI Jakarta yang menjadi pembeking PKL Tanah Abang, yang menyebabkan Pemprov kesulitan untuk melaksanakan relokasi PKL tersebut.

Meskipun tidak ada nama yang disebutkan, oknum DPRD DKI Jakarta dimaksud itu pun terpancing. Tanpa diminta dia menampakkan dirinya sendiri. Dia adalah Abraham Lunggana (Haji Lulung), Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PPP. Merasa dirinyalah yang dimaksud Ahok, Haji Lulung pun mengungkapkan rasa ketersinggungan dan amarahnya. Dia mengadu ke Jokowi untuk menegur Ahok, tetapi Jokowi menjawab, dia tidak bisa menegur Ahok, karena memang sudah begitu karakter Ahok.

PPP pun ikut-ikutan membela Haji Lulung dengan melaporkan �ulah� Ahok ke Mendagri. Sekretaris DPW PPP DKI Jakarta Abdul Aziz, mengharapkan Mendagri menjatuhkan sanksi kepada Ahok karena berperilaku tidak pantas, tidak beretika. Namun, lagi-lagi tidak mendapat respon dari Mendagri.

Substansi masalah pun membias. Yang dipersoalkan kini adalah karakter Ahok. Padahal jika memang tidak ada apa-apa di belakang masalah PKL Tanah Abang itu, tentu akan dengan mudah Pemprov DKI mengatasinya. Jokowi, Ahok, dan Kapolda Metro Jaya pun sebelumnya sudah mengatakan memang ada preman pembeking PKL Tanah Abang sampai mereka bisa sedemikian bebas berjualan di badan jalan di kawasan Tanah Abang itu, membuat lalu-lintas di sana ruwet, semrawut dan macet selama bertahun-tahun. Premannya pun bukan orang sembarangan, dia didukung oleh ormas-ormas tertentu yang selama ini menguasai kawasan Tanah Abang itu.

Di Metro TV sempat dimunculkan salah satu PKL Tanah Abang yang identitas dirinya dikaburkan, dia mengaku memang ada preman di Tanah Abang yang memungut bayaran biaya sewa lapak-lapak PKL liar yang berjualan di jalanan selama ini.

Mengokupasi jalan raya untuk berdagang tentu saja sudah sangat salah. Di seluruh dunia itu salah. Yang namanya jalan raya itu diperuntukkan untuk lalu-lintas kendaraan bermotor, bukan tempat orang berjualan. Tetapi, kenapa sudah terjadi selama puluhan tahun di Tanah Abang itu, gubernur-gubernur DKI sebelumnya tidak pernah atau tidak serius menanganinya? Lalu, apa pula peran DPRD DKI Jakarta selama ini? Kenapa ketika Pemprov yang sekarang, Jokowi-Ahok hendak dengan serius mengatasinya, menghentikan kesalahan yang sudah dipelihara selama puluhan tahun itu, mereka malah tidak mendukungnya? Dengan sengaja membiaskan persoalan ke hal-hal yang bukan substansial.

Pelanggaran (hukum) yang sudah berurat-berakar selama lebih dari 20 tahun itu tentu saja memerlukan kerja yang lebih keras untuk mengatasinya. Tidak ada lagi basa-basi, tindakan atau ucapan yang lemah-lembut. Karena itu semua pasti percuma. Apalagi ada premannya di sana. Oleh karena itu cara keras Ahok mengatasi persoalan ini pada prinsipnya sudah benar. Termasuk dengan ucapan-ucapannya yang dianggap sebagian orang sebagai terlalu kasar. Padahal sebenar tidak. Keras, iya, tetapi kasar tidak. Apalagi kalau itu dinilai sebagai tidak beretika, itu tidak tepat.

Terbukti kekerasan Ahok itu berhasil memancing keluar para pembeking PKL Tanah Abang itu, membuat publik mengetahui siapa mereka sebenarnya. Persoalan pun menjadi lebih jelas di mata publik. Dukungan publik pun semakin besar kepada Jokowi-Ahok. Selama ini sangat jarang masyarakat mendukung pemerintah dalam hal melakukan penggusuran/relokasi terhadap PKL.

Para PKL itu pun terbuka matanya akan niat baik Pemprov DKI Jakarta itu. Terbukti mereka pun mulai semakin banyak yang bersedia direlokasi, mendukung program Jokowi-Ahok itu. Bahkan diperkirakan relokasi ke Blok G Pasar Tanah Abang itu akan membludak melebihi kapasitas. Terbukti pula pernyataan Haji Lulung bahwa para PKL itu menolak direlokasi ke Blog G itu tidak benar.

�Godfather� Tanah Abang

Meskipun, Haji Lulung telah membantah bahwa dia pembeking PKL Tanah Abang, tetapi dengan tereksposnya, atau lebih tepat mengeksposkan dirinya sendiri itu ketika persoalan PKL Tanah Abang itu mulai dibuka kembali oleh Jokowi-Ahok, publik pun menjadi tahu siapa dirinya lewat pemberitaan-pemberitaan media massa. Profil dirinya dan praktek premanisme di Tanah Abang yang pernah diungkapkan oleh Majalah Tempo beberapa tahun yang lalu pun dibuka kembali. Meskipun dia menyangkal dirinya sebagai preman Tanah Abang, tetapi publik terlanjur lebih percaya laporan media massa itu.Mungkin saja dia memang bukan preman, tetapi lebih tinggi daripada itu, yakni, sebagai �The Godfather� di Tanah Abang?

Di dunia mafia, seseorang yang telah menduduki posisi tertinggi, biasanya disebut �The Godfather� � mengacu pada novel legendaris Mario Puzo, The Godfather, dan yang telah difilmkan dalam sebuah film trilogi dengan judul yang sama, karya sutradara Francis Ford Coppola � tidak lagi bergerak sendiri. Dia mempunyai banyak kaki tangan dan anak buah, juga punya banyak perusahaan legal sebagai kamuflase bisnis ilegalnya.

Seorang Godfather mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan ditakuti di wilayah kekuasaannya. Polisi pun bisa dikuasainya, pemerintah pun bila perlu dilawan. Dalam kesehari-hariannya dia bisa banyak membantu dan berbuat amal untuk penduduk sekitarnya atau orang-orang dipekerjakannya. Sehingga bagi mereka sang Godfather seperti dewa penolong baginya. Tetapi, sekali ada yang berani melanggar aturan yang ditetapkannya, melawannya, atau mengkhianatinya, akibatnya bisa mengerikan bagi yang bersangkutan dan keluarganya.

Apakah Haji Lulung seperti itu? Yang lebih tahu sudah pasti pihak Kepolisian. Dalam hal ini Polisi Metro Jaya.

Namun, seperti yang disebutkan di atas, dari pemberitaan yang kita baca, sudah jelas Jokowi, Ahok, dan Kapolda Metro Jaya sendiri mengatakan memang ada preman di Tanah Abang yang menguasai semua PKL dan parkir di liar di sana. Jokowi sudah secara resmi melaporkan preman Tanah Abang itu ke Kapolda Metro Jaya. Menindaklanjuti laporan Jokowi, Polda Metro Jaya juga sudah mulai menangkap beberapa puluh preman di sana. Padahal sebelumnya Haji Lulung mengatakan bahwa tidak ada preman di Tanah Abang. Demikian juga dengan pimpinan ormas-ormas pendukungnya. Meskipun disinyalir yang ditangkap itu preman-preman kelas teri, tetapi yang namanya preman tetaplah preman, masakan Haji Lulung yang telah menguasai Tanah Abang sejak masih muda itu tidak mengetahuinya? Dan, pasti mereka mempunyai �big boss�-nya. Siapa dia?

Kalau hanya preman-preman kelas teri yang menguasai Tanah Abang, apa susahnya Pemprov DKI Jakarta, dan polisi mengatasinya? Karena bukan preman kelas teri, maka itu Pemprov DKI Jakarta mengalami kesulitan besar untuk menghadapinya.

Ketika kekuasaannya mulai berani disentuh untuk dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta itu, apakah preman-preman itu akan diam saja? Dia pasti akan bereaksi keras dan melawan ketika teritorinya yang sudah dikuasai berpuluh tahun mulai diusik. Dan, siapakah yang saat ini begitu kelihatan melawan Jokowi-Ahok, meskipun berbungkus mempermasalhakan karakter Ahok?

Karakter Ahok yang ceplas-ceplos, bersuara lantang, dan keras sehingga acapkali dinilai kasar memang merupakan salah satu kelemahan yang paling gampang diserang oleh para status quo dan pendukungnya, yang terdiri dari para koruptor, mafia, dan preman. Ketika mereka tidak bisa menemukan titik-titik lemah Jokowi-Ahok, maka satu-satunya yang bisa mereka serang adalah karakter Ahok ini. Oleh karena itu, meskipun sebenarnya tidak ada yang salah dari karakter Ahok ini, ada baiknya juga dia menurunkan sedikit saja tensinya. Dengan demikian semakin mengurangi pula sasaran yang bisa diserang oleh para koruptor, mafia dan preman itu terhadap Jokowi-Ahok.

Kekhawatiran Jokowi terhadap Keselamatan Ahok: Ahok Mau Dievakuasi dari Balai Kota

Terungkap, pada Senin, 29 Juli 2013, ketika para pembela Haji Lulung yang menamakan dirinya dengan nama yang cukup seram itu, �Rajjam Ahok� (Rakyat Jakarta Jahit Mulut Ahok) melakukan unjuk rasa di Balaikota Jakarta, dengan mengedor-gedor dan menggoyang-goyang dengan keras pintu pagar Balaikota, menebarkan spanduk dan teriakan-teriakan menantang Ahok, membuat Jokowi yang merasa khawatir dengan keselamatan Ahok. Jokowi khawatir massa pendukung Haji Lulung itu akan menyerbu masuk Balai Kota, menyerang Ahok secara fisik, bahkan membunuhnya, maka itu, dia meminta kepada Brimob untuk mengevakuasi wakilnya itu. Tetapi, Ahok menolaknya. Dia memilih menghadapi mereka dengan risiko mati sekalipun.

[imagetag]

�Pak Gubernur minta Brimob evakuasi saya kemarin karena udah gedor-gedor pintu. Saya enggak mau dievakuasi,� kata Basuki saat Rapat Penanggulangan Kemacetan di Balaikota Jakarta, Rabu (31/7/2013), dilansir dari video Pemprov DKI di Youtube.

�Saya minta orang saya, isi pelurunya harus full. Kalau kalian takut, saya cabut pistolnya. Saya minta pemadam kebakaran campur bensin, saya tanggung jawab!�

Basuki menegaskan, dia rela dihukum mati jika memang itu membela diri. Dia tidak ingin mati sia-sia karena diserang orang.

�Kalau putusan pengadilan bilang saya hukum mati, mati saja enggak apa. Hukum mati kan ada prosesnya. Kalau saya diganyang mati di sini, enggak sempat ngomong saya,� kata Basuki lagi.

�Saya ganyang mereka juga. Kalau ganyang mereka, ada proses pengadilan kan, ada waktu. Belum tentu dihukum mati juga, ada seumur hidup, potong masa tahanan,� tegasnya.

Menurut Basuki, jika para pendemo itu menyangka dirinya takut, hal tersebut salah. Makanya, dia tidak takut menemui mereka.

�Saya mau temuin. Kalau dia gampar gimana? Saya pukul juga dong,� cetusnya.

Basuki juga menegaskan bahwa dirinya tidak mau ribut. Namun jika ada pihak yang cari ribut, dia pun siap untuk ribut. Menurutnya, hal tersebut terkait harga diri.

�Kalau kita ngalah, kalah. Makanya, kalau saya minta maaf, selesai saya,� imbuhnya.

Demikian berita dari Kompas.com.

Siapakah yang sebenarnya dihadapi Ahok ketika itu, dan siapakah sebenarnya yang berada di balik mereka, kenapa sampai Jokowi yang biasanya berpembawAan kalem itu sampai begitu khawatir dengan keselamatan Ahok? Tentu Jokowi dan Ahok sudah tahu siapa mereka, sehingga reaksi mereka menjadi seperti ini.

Apakah Haji Lulung berada di belakang kumpulan ormas yang bernama �Rajjam Ahok� ini? Dalam percakapan teleponnya dengan Ahok ketika Ahok menerima wakil-wakil ormas tersebut di kantor Balai Kota, , Haji Lulung menyangkal kalau dialah yang menyuruh ormas-prmas itu melakukan unjuk rasa kepada Ahok, tetapi dia menyatakan mendukung aksi mereka itu, dengan mempermasahkan karakter Ahok tersebut.

Apakah ini merupakan suatu bentuk intimidasi, teror dan peringatan terselubung buat Ahok agar tidak mengusik ketenangan mereka di Tanah Abang? Sosok di belakang ormas-ormas itu menggunakan ormas-ormas itu untuk mengirim pesan dan peringatan itu kepada Ahok?

[imagetag]

Jika benar, tentu kekuatannya cukup besar sehingga mereka berani frontal dengan Pemprov DKI Jakarta, dalam hal ini Ahok. Mereka berpikir dengan menaklukkan Ahok, selanjutnya akan mempermudah jalan mereka menaklukkan Pemprov DKI Jakarta itu. Seperti kata Ahok, sekali dia (Pemprov DKI Jakarta) mengalah, maka habislah Pemprov DKI, habislah negara ini, takluk kepada premanisme, takluk kepada mafia. Oleh karena itu dia menyatakan tekadnya untuk melawan demi penegakan hukum dan Konstitusi Negara! Negara tak boleh sekalipun kompromi terhadap premanisme! Sekalipun itu nyawa taruhannya. Saya benar-benar salut dengan begitu besarnya nyali Ahok, demikian juga dengan jiwa nasionalismenya.

�Otoriter� ala Ahok

Pihak-pihak yang antiAhok, termasuk mahasiswa, selain menyatakan Ahok itu tidak beretika dalam bertutur kata, kasar, juga menyatakan dia itu otoriter dalam memerintah Provinsi DKI Jakarta. Jawaban Ahok atas tuduhan ini sungguh tepat. Ahok mengatakan dia tidak mungkin bisa otoriter karena dia tidak membuat peraturan, tetapi dia benar otoriter dalam hal menjalankan peraturan hukum yang ada, yang telah disepakati oleh Pemprov dan DPRD DKI Jakarta. Untuk penegakan hukum itu, tidak ada kompromi dan toleransi. Dan, karena selama ini pelaksanaan dan penegakan hukum selalu lemah, maka diperlukan tindakan yang keras dan tegas. Caranya adalah bertindak �otoriter�.

Ketika menerima wakil-wakil dari �Rajjam Ahok�, di Balai Kota, pada 29 Juli itu, Ahok menelepon Haji Lulung di depan mereka dengan mengeras suara Haji Lulung lewat speaker. Dari percakapan telepon itu sama sekali tidak bisa diartikan Ahok meminta maaf kepada Haji Lulung, sebagaimana dipelintirkan oleh media tertentu dan artikel di Kompasiana. Tidak ada satu kata maaf pun yang keluar dari mulut Ahok. Ahok sendiri telah menegaskan bahwa dia tidak pernah minta maaf kepada Haji Lulung karena dia yakin akan kebenaran prinsipnya. Percakapan telepon itu lebih tepat diartikan sebagai strategi Ahok meredakan suasana yang kian panas, sekaligus strategi penyelesaian masalah secara baik-baik.

Preman atau lebih tepatnya disebut mafia Tanah Abang tidak mungkin bisa sedemikian kuat dan bertahan sedemikian lama jika tidak dibiarkan atau malah didukung secara diam-diam oleh pihak-pihak berwenang tertentu. Dalam konteks ini kita patut bertanya selain peran Pemprov DKI Jakarta sebelumnya, juga apa peran dari Polda Metro Jaya selama ini? Kenapa setelah Jokowi-Ahok bertindak melawan premanisme itu, setelah dilapori Jokowi, barulah mereka mau bergerak? Bergeraknya mereka menangkap puluhan preman di sana saat ini pun masih belum cukup untuk membuktikan keseriusannya. Adakah diam-diam ada pihak-pihak tertentu di Polda Metro Jaya di belakang mafia yang menguasai Tanah Abang ini? Sehingga mafia Tanah Abang itu sedemikian berani frontal dengan Ahok yang notabene adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta yang sedang menjalankan jabatan kenegaraannya.

Dukungan Prabowo dan Kopassus

Melihat sedemikian beraninya premanisme melawan Ahok, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pun kembali menyatakan dukungannya terhadap Ahok. Di dalam halaman Face Book-nya pada Selasa, 30 Juli 2013, sehari setelah para pimpinan pembela Haji Lulung yang menamakan dirinya �Rajjam Ahok� mendatangi Ahok, dan pernyataan Haji Lulung lewat percakapan teleponnya dengan Ahok, yang juga menyinggung-nyinggung soal rasisme, Prabowo Subianto menulis:

�Selama Saudara Basuki Tjahaja Purnama berjuang mewujudkan pemerintahan yang membela rakyat, pemerintahan yang tidak tunduk dan melawan para koruptor, para perampok, para penjahat, dan para penjebol uang rakyat, maka selama itulah saya Prabowo Subianto bersedia pasang badan mendukung perjuangan Ahok�.

Dukungan terhadap Ahok dari Partai Gerindra dan Prabowo Subianto itu tentu saja tidak bisa dipandang enteng, sekalipun PPP juga secara terang-terangan telah mendukung Haji Lulung. Karena secara politik Partai Gerindra dengan PPP merupakan parpol yang sama kuatnya, bahkan akhir-akhir ini dukungan terhadap Gerindra semakin lama semakin lebih kuat.

Apalagi, PDI-P juga sudah menyatakan dukungan mereka terhadap Jokowi-Ahok. Secara politik Haji Lulung dan PPP pasti akan kalah.

Saya yakin mayoritas warga DKI Jakarta juga pasti mendukung Jokowi-Ahok. Mana ada warga Jakarta yang waras malah mendukung Haji Lulung yang sudah terlanjur dicap sebagai penguasa (preman) di Tanah Abang itu. Mana ada warga Jakarta yang masih normal otak dan nuraninya yang mau mendukung PKL dan parkir liar terus mengokupansi badan jalan di kawasan Pasar Tanah Abang itu. Jalan raya jelas buat lalu-lintas kendaraan bermotor, bukan untuk berjualan.

[imagetag]

Haji Lulung memang salah satu tokoh Betawi yang disegani di Jakarta, tetapi dia bukan satu-satunya tokoh Betawi seperti itu, oleh karena itu sangat tidak logis meraka mengatasnamakan warga Betawi untuk melawan Ahok. Tokoh Betawi lainnya seperti Ridwan Saidi jelas sejak awal sampai sekarang adalah pendukung setia Jokowi-Ahok.

Semakin lama semakin banyak dukungan dari tokoh masyarakat terhadap Ahok dalam perseteruannya dengan Haji Lulung.

Pada 2 Agustus 2013, Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) DKI Jakarta Kolonel (Purn) HW Sriyono juga menyatakan dukungannya terhadap Ahok (jokowi-Ahok) dalam memberantas premanisme di Tanah Abang.

Mantan pejuang kemerdekaan RI tersebut berpendapat bahwa negara tidak perlu takut dalam menghadapi premanisme. �Negara seharusnya tidak perlu takut dengan preman. Negara kan bisa menerjunkan TNI atau polisi (untuk memberantas premanisme),� ujarnya di Markas Daerah LVRI, Jakarta, Jumat (2/8/2013) (Kompas.com).

Apabila Haji Lulung mau mengandalkan kekuatan fisiknya dengan mengandalkan kekuatan preman di Tanah Abang, maka dia harus berhadapan selain dengan Pemprov DKI Jakarta, dia dan kelompoknya juga harus berhadapan dengan Letnan Jenderal (Purnawirawan) Prabowo Subianto Djojohadikusumo yang adalah mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, yang sampai saat ini masih punya banyak pendukungnya di jajaran Kopassus aktif. Sebagai seorang alumnus Kopassus, tentu saja jiwa korsa masih berlaku antara Prabowo dengan Kopassus. Premanisme adalah musuh negara, jika mereka berani terlalu frontal, dan lembaga yang berwenang memberantasnya tak berdaya, bisa saja Kopassus turun tangan.

Selain pernyataan langsung Prabowo Subianto yang mendukung Ahok, Kopassus melalui Danjen Kopassus Mayor Jenderal TNI Agus Sutomo juga menyatakan dukungan Kopassus terhadap pemerintahan Jokowi-Ahok. Bahkan Jokowi pada April 2013 telah diangkat menjadi �anggota kehormatan Kopassus� dan diberi cindera mata berupa topi Kopassus yang bertuliskan �Komando� dengan tiga strip kuning tanda seorang perwira tinggi. Biasanya, topi itu hanya digunakan oleh Jenderal TNI.

Kopassus sangat mencintai dan mendukung Jokowi, sama dengan Jokowi yang sangat bangga terhadap Kopassus.

Ketika berkunjung di Markas Kopassus di Cijantung, Jokowi sempat berteriak: �Salam Komando!� Yang segera disambut teriakan �Jokowi!� dari para prajurit Kopassus di sana.

[imagetag]

Sumber
Kompasiana
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive