Selasa, 7 Oktober 2014 11:26 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak usaha PT Pertamina (persero) Pertamina Energy Trading Ltd (PT Petral) rencananya ditutup presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya Petral diduga sebagai otak dari mafia migas yang mengirim bahan bakar minyak (impor) ke Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (persero) Ali Mudakir menegaskan keberadaan Petral adalah sah. Pasalnya semua perusahaan yang bergerak di bidang migas memiliki perusahaan yang melakukan perdagangan di dunia internasional. "Semua perusahaan minyak di dunia mempunyai trading arms di Singapura, so what's wrong?" ujar Ali, di Jakarta, Senin (6/10/2014).
Ali memaparkan hingga kini pihak Pertamina tak akan menggubriskan wacana Jokowi membubarkan Petral. Pasalnya, selama ini Petral terus memproduksi dan menyalurkan BBM impor akibat Indonesia kekurangan BBM yang bisa dikonsumsi.
"Kita tunggu saja kebijakan pemerintah yang akan datang," ungkap Ali.
Ali pun menjelaskan Petral 100 persen dimiliki pertamina dan Pertamina itu 100 persen dimiliki oleh negara. Karena hal itu, Ali menilai Petral tetap milik negara. "Petral hanya murni anak perusahaan Pertamina," jelas Ali.
http://www.tribunnews.com/bisnis/201...mina-salah-apa
Senin, 03 November 2014 09:38:00 WIB
Jakarta, HanTer - Pengamat Ekonomi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan Petral sebagai sumber informasi bagi pemerintah untuk memonitor perkembangan minyak dunia tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh tim transisi sebelum mantan Gubernur DKI itu dilantik sebagai Presiden. Sebab sebelumnya, tim transisi dan Jokowi berencana membekukan Petral.
"Diawal, tim transisi dan Jokowi sempat menyampaikan akan menutup Petral. Bila apa yang disampaikan Said (Menteri ESDM Sudirman Said, red) hari ini berbeda, setidaknya saya melihat fakta bahwa tidak ada komitmen untuk mendorong perbaikan tata kelola pertamina yang transparan dan akuntabel," kata Dahnil kepada Harian Terbit, Minggu (2/11/2014).
Petral merupakan anak perusahaan Pertamina, didirikan pada 1976 bersama Companies Ordinance asal Hong Kong. Sebanyak 99,83% sahamnya dimiliki Pertamina. Selama ini, Petral dinilai sebagai salah satu masalah distribusi minyak di Indonesia. Untuk itu, ungkap Dahnil, sangat disayangkan jika Presiden Jokowi justru menjadikan Petral sebagai media controlling minyak internasional. "Padahal dengan pembubaran Petral bisa membantu memperbaiki jalur distribusi perminyakan di Indonesia," tegasnya.
Dengan demikian, apakah pemerintahan Jokowi akan sama dengan pemerintahan sebelumnya? Menurut Dahnil, dengan pembekuan Petral merupakan peluang pemerintah memotong potensi mafia perminyakan yang selama ini tidak bisa ditindak oleh pemerintah, bahkan justru tetap masih mampu memengaruhi kebijakan perminyakan di Indonesia. "Maka, perlu membubarkan Petral untuk mengurangi praktek dan eksistensi mafia perminyakan di Indonesia," ujar Dahnil.
Dilarang Jokowi
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengungkapkan, Jokowi tak ingin membubarkan Petral. Meski perusahaan yang berada di Singapura itu diduga sebagai bagian dari mafia migas, namun Jokowi menganggap Petral diperlukan untuk negara. "Presiden bilang, tidak harus dibubarkan," ujar Sudirman.
Sudirman memaparkan pandangan Jokowi terhadap Petral sebagai alat pemantau pemerintah terhadap kegiatan hulu minyak di dunia internasional. Petral pun dinilai Jokowi sangat berguna bagi negara. "Petral saat ini menjadi alat pemerintah monitor minyak dunia, jadi input pemerintahan," ungkap Sudirman.
Mantan Direktur Utama PT Pindad (persero) itu menjelaskan, saham Petral 100% dimiliki Pertamina. Jika manajemen Pertamina baik, lanjutnya, maka Petral ini suatu industri strategis bagi Indonesia. "Tapi kontrolnya harus yang berpihak ke nasional," imbuhnya.
Mustahil Dibubarkan
Hal serupa juga disampaikan Pengamat Ekonomi, Enny Sri Hartati. Menurutnya, siapapun kepala pemerintahan Indonesia tak akan mampu membubarkan Petral. "Kalau itu yang menjadi keputusan pemerintah, berarti joke selama ini terbukti. Siapapun presidennya, tetap terkontaminasi dengan mafia migas," kata Enny.
Selain itu, sambungnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu hanya mengumbar sebuah wacana dan omong kosong terkait janji-janji yang dilontarkan Jokowi-JK selama masa kampanye. "Semuanya hanya omong kosong dong, bagaimana janjinya akan melakukan importasi minyak langsung tidak melalui Petral," ucap Eny.
Dia menilai, pemerintahan baru tak akan membawa perubahan yang berarti di sektor ekonomi selama lima tahun ke depan. Justru, tambahnya, akan menjadi kemiripan dengan rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Artinya, tidak ada perubahan sama sekali dari SBY. Kalau Jokowi melakukan pembelian minyak melalui Petral padahal selama ini dikatakan sumber mafia migas diantaranya itu, jadi mana komitmen Jokowi untuk memperbaiki tata kelola sektor migas," paparnya.
Dikatakan Enny, dengan adanya sikap dari pemerintah tersebut membuat para mafia migas yang sudah beroperasi sejak lama "uncang-uncang'" kaki serta tersenyum bangga.
http://www.harianterbit.com/read/201...Dipertanyakan-
Kamis, 25 September 2014 | 10:50 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) menyatakan kesiapan menjalankan kebijakan pemerintah soal anak perusahaan Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral. Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya di Jakarta, Rabu (24/9/2014), mengatakan, sebagai badan usaha yang 100 persen sahamnya dimiliki negara, pihaknya siap menjalankan kebijakan pemerintah terkait Petral. "Kami siap," katanya.
Menurut dia, selama ini, Petral sudah menjalankan bisnis impor minyak dan BBM secara transparan dan melewati sejumlah audit. Sebelumnya, Deputi Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, Hasto Kristiyanto, mengatakan pemerintahan mendatang berencana membubarkan Petral dan mengalihkan fungsinya ke Pertamina selaku induk usaha. (baca: Berantas Mafia Migas, Pemerintahan Jokowi Akan Bekukan Petral)
Alasannya, Petral yang berkedudukan di Singapura membuat pengawasan menjadi sulit. Pembubaran Petral merupakan salah satu rencana aksi pembenahan tata kelola migas agar sesuai UUD Pasal 33 Ayat 3. Rencana aksi lainnya adalah pembentukan satuan tugas antimafia migas, pengalihan subsidi BBM kepada masyarakat berhak, penghapusan broker gas tanpa fasilitas, reformasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui revisi UU Migas sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, dan revisi UU Migas dilakukan segera.
Lalu, pembangunan kilang baru dan membeli minyak bagian kontraktor, menjadikan Pertamina sebagai "non listed public company", dan kewenangan Pertamina mengambil alih pengelolaan blok migas habis kontrak.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...ikap.Pertamina
Minggu, 26 Oktober 2014 , 17:02:00
JAKARTA - Munculnya nama Sudirman Said sebagai kandidat kuat calon Menteri ESDM dan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN semakin memperjelas sindikasi-skema mafia baru menguasai sektor energi di Indonesia. Begitu dikatakan Analis Geopolitik Global Future Institute (GFI), Hendrajit dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi RMOL (Grup JPNN), Minggu (26/10).
Nama Sudirman, kata dia, muncul di politik publik awal 2003, ketika "menjual" nama Nurcholis Madjid untuk maju Capres. Belakangan, Sudirman "mengkhianati" Cak Nur dan bergabung dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "SBY dan Paramadina hanya dijadikan tumpangan politik, Sudirman di kalangan bisnis migas dikenal sebagai "mafia minyak" dengan strateginya seolah memotong impor minyak, tapi malah menerapkan skema Pola Integrated Suply Chain (ISC). Seolah-olah importir langsung tapi menjadi broker minyak. Sewaktu Sudirman menjabat corporate secretary Pertamina era Ari Soemarno, di Pertamina Sudirman mendapat sokongan kuat Arifin Panigoro," urai Hendrajit.
Dia terangkan, Sudirman Said juga dikenal dekat dengan jaringan Medco yang sangat kental dengan Arifin Panigoro. Padahal, Arifin sebagai rival politik Megawati pasca pilpres 2004. Selain itu, Sudirman juga dekat dengan Eri Riyana Hardja Pamengkas. Adapun saat ini Said menjabat Dirut PINDAD. Dia juga dikenal dekat dengan jaringan Washington. "Alangkah sembrononya Sudirman Said dijadikan Menteri ESDM, memperburuk wajah Pemerintahan Jokowi," terang Hendrajit.
Parahnya, lanjut dia, Sudirman juga direkomendasikan oleh Ari Soemarno, kakak Kandung Rini Soemarno. Hal itu membuat terlihat kuatnya intervensi keluarga Soemarno dan mengalahkan suara Megawati Soekarnoputri. "Sudah pas, Rini Soemarno Menteri BUMN di Hilir Migas, Ari Soemarno kandidat Kuat Komisaris Utama Pertamina dan penjaga kebijakan dipegang Sudirman Said, kaki tangan Ari Soemarno memegang hulu Migas di ESDM dan mengamankan bisnis migas Medco-nya Arifin Panigoro, lengkap sudah network Soemarno dan Arifin Panigoro menguasai Jokowi, mengambil alih dari Megawati-PDIP. Selamat datang mafia migas baru, era Kabinet Trisakti," tandas Hendrajit.
http://www.jpnn.com/read/2014/10/26/...net-Trisakti-#
Sabtu, 1 November 2014 - 14:12 wib

JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) memastikan tidak akan membubarkan anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Pasalnya, keberadaan Petral sangat penting sebagai instrumen strategis penopang kemandirian bangsa.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, Petral saat ini menjadi salah satu ujung tombak pemerintah untuk masuk market trading minyak dunia. Petral disebut hanya butuh penyegaran dan menunjuk orang yang pantas dan bertanggung jawab. "Petral jadi alat pemerintah monitor minyak dunia, jadi input pemerintah. Petral itu tidak harus dibubarkan, tapi kontrolnya harus dapat yang berpihak ke nasional," ungkapnya dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (1/11/2014).
Hasilnya menegaskan saat ini 100 persen saham Petral adalah milik Pertamina. Pemerintah hanya akan melakukan pengkajian kepada Pertamina dalam hal manajemen pengawasan Petral. "Petral itu 100 persen sahamnya dimiliki pertamina, jadi kalau manajemen Pertamina baik, komisaris Pertamina baik, Petral ini suatu industri strategis bagi Indonesia," imbuhnya.
Petral yang merupakan memiliki kantor di Singapura, namun mantan Coorporate Secretary tidak masalah mengingat Singapura adalah negara yang strategis dalam membangun bisnis. "Ini persoalan pemimpin, instrumen (Petral) di luar sana mempunyai market internasional. Ketika instrumen dimanfaatkan akan membawa kebaikan. Kita hanya akan kontrol tidak akan dibubarkan selama kepentingan pada negara. Instrumen strategis menopang kemandirian bangsa," pungkasnya.
http://economy.okezone.com/read/2014...id=OKZ-0000757
Senin, 3 November 2014 18:25
Merdeka.com - Meskipun desakan agar PT Pertamina Trading Limited (Petral) dibubarkan karena tuduhan sebagai sarang mafia migas, PT pertamina tetap mempertahankan anak usahanya tersebut. Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Muhammad Husen menegaskan bahwa Petral tidak akan dibekukan.
Bahkan, Petral diberi peran strategis dalam kerja sama antara Pertamina dan perusahaan minyak asal Angola, Sonangol EP. Husen menugaskan Petral melakukan pembelian minyak mentah dari Angola ke Pertamina. Sehingga, peran Petral sangat dibutuhkan dalam kerja sama tersebut.
"Yang beli minyak mentah dari Angola itu ya yang melakukan Petral. Kalau bukan Petral, Pertamina harus menyuruh siapa lagi? Petral bukan makelar, dia itu anak usaha Pertamina," ujar Husen usai konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/11).
Husen menegaskan, walaupun kerja sama dilakukan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Angola, Pertamina yang mengeksekusi pembelian minyak dari negara tersebut. Dia menjelaskan, impor minyak mentah langsung dari produsen seperti Angola untuk menghemat biaya. "Ini kan kita langsung impor dari negara produsen, kalau nggak ada penghematan buat apa repot-repot," pungkas dia.
http://palingaktual.com/1149599/tak-...h-angola/read/
----------------------------
Ibarat mau membasmi hama tikus di dalam Lumbung, yaaa tentu bukan berarti Lumbungnya itu harus dibakar habis, bukan? Tapi cukup tikus-tikusnya aja diracun sampai mati ke anak-cucunya. Begitu pula dengan kasus PETRAL, kalau di masa rezim yang lalu tempat ini adalah sarang mafia minyak dalam menipu keuangan Negara, yaaa oknumnya saja ditangkapi dan dipecati atau diganti. Kalau memang perlu, sistemnya juga diganti baru. Lalu masukkan CEO yang bersih dan jujur dan mau bekerja keras untuk kepentingan rakyat dan negaranya. Selesai!



