SITUS BERITA TERBARU

Kebudayaan Bahari Belum Jadi Politik Tata Ruang

Saturday, March 8, 2014

Quote:TEMPO.CO, Jakarta - Politik kebijakan penataan ruang di Indonesia belum mempertimbangkan aspek kebudayaan bahari. Hal ini berdampak pada meluasnya banjir, kerusakan lingkungan, dan kemiskinan di kota-kota pantai Indonesia.

Menurut Iman Sunario, Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti yang juga arsitek ahli perkotaan Jakarta, memiliki 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Potensi besar yang seharusnya dapat menjadi solusi perkembangan transportasi air dan pariwisata. "Minimnya wawasan kelautan telah menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan yang urung teratasi," kata Iman.

Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September 2012 diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat, 10,1 persen tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik.

Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer pembangunan Indonesia. "Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap banyak dengan pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-pulau terdepan," kata Iman. (Baca: Pengamat: Konsep Megapolitan Harus Atur Anggaran)

Untuk menggali dan mengungkap modal budaya bahari dalam pembangunan Indonesia ke depan, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti akan menyelenggarakan sebelas serial diskusi bulanan. Pada Sabtu, 8 Maret 2014, berlangsung serial diskusi keenam dengan tema "Ekspresi Budaya dalam Komunikasi Masyarakat Maritim". Sebagai pembicara Prof Dr Edi Sedyawati; Prof Dr Yasraf Amir Piliang; dan Prof Eko Budihardjo, MSc.

"Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah milik komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan gundul, dan laut dikaveling-kaveling bukanlah adab pembangunan yang mencerminkan kebudayaan Indonesia," kata Iman.


Sumber
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive