
Jakarta - Para calon anggota DPR idealnya mengeluarkan Rp 787 juta hingga Rp 1,18 miliar untuk biaya kampanye pemilihan umum legislatif 2014. Angka ini didapat dari kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia yang disampaikan dalam seminar bertajuk "Menjadi Wakil Rakyat: Investasi dan Relasi Calon Legislatif" yang diselenggarakan Policy Research Network di Jakarta, Rabu, 19 Maret 2014.
"Meski tak menjamin keterpilihan, caleg yang punya anggaran kurang dari itu sulit menjadi anggota Dewan," kata peneliti dari LPEM UI, Teguh Dartanto. Sedangkan jika biaya yang dikeluarkan calon legislator Rp 1,18-4,6 miliar, Teguh masih menganggapnya wajar, meski itu berarti pendapatan sewaktu menjadi anggota Dewan berbeda tipis dengan pengeluaran ini. Para calon inkumben (yang kini jadi anggota Dewan) berani mengeluarkan biaya Rp 4,6 miliar karena lebih dikenal masyarakat dan yakin akan terpilih kembali.
Bagaimana dengan caleg yang berani mengeluarkan dana di atas Rp 4,6 miliar ? Mereka, kata, Teguh masuk kategori tak wajar atau tak rasional. Sebab, anggaran ini lebih besar daripada gaji keseluruhan anggota Dewan selama lima tahun. Menurut data Sekretariat Jenderal DPR, total pendapatan yang diterima anggota Dewan dalam satu periode mencapai Rp 5,4 miliar. "Potensi melakukan korupsi calon nekat ini besar karena uang yang dikeluarkan lebih besar ketimbang harapan pendapatan yang diterima," kata Teguh.
Pemilihan calon legislator akan dilaksanakan pada 9 April 2014. Pemilu melibatkan 6.708 calon legislator DPR, 23.287 calon legislator DPRD provinsi, 200.874 calon legislator kabupaten/kota, dan 929 calon legislator Dewan Perwakilan Daerah. Dana kampanye ideal yang dikeluarkan calon anggota DPRD tingkat provinsi yakni Rp 320-481 juta.
Menurut Teguh, anggaran terbesar calon legislator guna memenangi pemilihan umum dialokasikan untuk kertas dan iklan cetak. Pengeluaran untuk kertas dan iklan cetak mencapai 17 persen. "Untuk tekstil mencapai 14 persen," katanya.
Teguh memaparkan, pengeluaran lain seperti untuk komunikasi dan transportasi mencapai 12 persen, jasa pengerahan massa 12 persen, dan iklan di media massa 12 persen. Sedangkan sisanya dialokasikan untuk saksi, tim pemenangan, konsumsi, dan sebagainya. Data alokasi ini diambil dari input-output laporan partai politik pada Pemilihan Umum 2009.
SUMBER.....


