M Iqbal - detikNews

Foto: Ilusttasi
Jakarta - Presiden Joko Widodo segera menunjuk Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN) untuk Kabinet Kerja 2014-2019. Jokowi diminta memilih Kepala BIN yang punya jaringan luas dan punya integritas.
"Pak Jokowi yang gemar blusukan harus memiliki KaBIN yang memiliki jaringan luas, karena setiap saat langkah blusukan Presiden dapat saja dipantau siapa saja yang punya kepentingan," kata pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati kepada detikcom, Kamis (5/10/2014).
Penulis buku 'Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan' itu mengaku tak tertarik dengan dikotomi asal parpol atau profesional sebagai calon kepala BIN. Semua bagus jika profesional dan punya pengetahuan intelijen mumpuni.
"Sesuai dengan kata intelligence artinya kecerdasan, maka Kepala BIN juga harus cerdas dan punya integritas," tegas mantan anggota komisi pertahanan dan intelijen DPR RI itu.

Foto: Ilusttasi
Jakarta - Presiden Joko Widodo segera menunjuk Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN) untuk Kabinet Kerja 2014-2019. Jokowi diminta memilih Kepala BIN yang punya jaringan luas dan punya integritas.
"Pak Jokowi yang gemar blusukan harus memiliki KaBIN yang memiliki jaringan luas, karena setiap saat langkah blusukan Presiden dapat saja dipantau siapa saja yang punya kepentingan," kata pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati kepada detikcom, Kamis (5/10/2014).
Penulis buku 'Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan' itu mengaku tak tertarik dengan dikotomi asal parpol atau profesional sebagai calon kepala BIN. Semua bagus jika profesional dan punya pengetahuan intelijen mumpuni.
"Sesuai dengan kata intelligence artinya kecerdasan, maka Kepala BIN juga harus cerdas dan punya integritas," tegas mantan anggota komisi pertahanan dan intelijen DPR RI itu.
Secara analog kata Nuning, kerja intelijen sama dengan kerja wartawan yakni collection of facts baik positif maupun negatif. Data akurat itu sangat dibutuhkan untuk tugas selanjutnya.
"Pada saat temuan BIN diserahkaan ke end user maka di situ proses olah data menjadi keputusan dimulai. Maka perlu kita lihat juga subyektifitas sang end user. Intelijen kan juga tak kerja sendirian, ada dalam sistem. Bisa saja salah pemahaman laporan atau temuan intel/perkiraan keadaan bisa saja disebabkan oleh kesalahan end
user," papar politisi Hanura itu. End user dimaksud adalah Presiden, Kabin, Kapolri dan seterusnya.
Sementara terkait masih ada data intelijen yang kerap meleset dan menjadi kritikan, Nuning mengatakan tidak bisa dilihat produk akhirnya tapi harus dilihat prosesnya.
"Ketika meleset dibarengi siklus intelijen yang tak profesional dan dikerjakan asal-asalan maka bisa saja meleset," kata Doktor Komunikasi Unpad itu.
Sumber
Kali ini intelejen benar.
Selamat ulang tahun ke 15 kaskus
Dikutip dari: http://adf.ly/tnRnA


