
Penelusuran Tempo pada Sabtu malam 3 Mei 2014, angkutan truk yang lolos selama dua hari sebelumnya yakni 1.270 dan 1.532 unit. Sedang truk yang sempat didenda pada dua hari itu hanya 153 dan 215 truk. Rata-rata pemeriksaan terhadap satu unit truk yang melanggar perlu waktu minimal 6 menit, yang menyebabkan antrean 35 unit truk. Akibatnya, jalur pantai utara Subah, Kabupaten Batang, macet. Kemacetan itu kadang membuat marah aparat kepolisian kepada petugas jembatan timbang.
Persoalan itu juga dipicu sempitnya lahan parkir jembatan timbang yang hanya mampu menampung dua unit truk gandeng. Sedang petugas yang berjaga hanya enam orang tiap 12 jam.
Akibat lolosnya ribuan truk itu, pemasukan dari denda truk yang melanggar tonase berkurang banyak. �Pendapatan dari denda hanya Rp 2,8 juta pada 1 Mei dan Rp 1,6 juta pada 2 Mei,� kata sumber itu. Padahal, ujarnya, jembatan timbang Subah harus menyetor ke kas Pemerintah Jawa Tengah Rp 9,2 juta sehari dari hasil denda, atau Rp 3,1 miliar setahun.
Pakar Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno menilai sistem kontrol tonase angkutan barang yang dibentuk Pemerintah Jawa Tengah memang salah. �Jembatan timbang untuk kontrol malah jadi pemasukan daerah,� kata Djoko.
Kesalahan lain adalah minimnya lahan di jembatan timbang serta sumber daya manusia yang sedikit. Bahkan dia menuding Pemda Jawa Tengah melanggar undang-undang tenaga kerja karena memberlakukan sistem kerja 12 jam bagi petugas jembatan timbang. Sedang insentif kerja mereka Rp 50 ribu per orang. Kondisi itu sulit untuk merealisasi upaya zero kelebihan tonase seperti yang diharapkan. �Sangat sulit terealisir selama sistemnya tak diubah,� katanya.
SUMBER


