
Ketegangan di Venezuela terjadi karena unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa selama tiga pekan ini. Bersama pihak oposisi, mahasiswa menuding Presiden Nicolas Maduro sebagai penyebab inflasi sebesar 56 persen pada tahun lalu, kelangkaan kebutuhan pokok, dan pelarian sejumlah pelaku kriminal.
Demonstrasi mahasiswa itu dijawab oleh Maduro dengan cara keras. Seperti mengerahkan pasukan keamanan Garda Nasional yang menyemburkan air bertekanan tinggi dan menembakkan tabung gas ke kerumunan massa. Sebagai balasan, para mahasiswa membuat barikade serta melemparkan batu dan bom molotov ke arah petugas.
Komisioner HAM PBB Navi Pillay menyatakan prihatin akan tindakan Garda Nasional. Pillay menganggap pemerintah Maduro telah menggunakan kekuatan secara berlebihan saat menghadapi demonstran.
Maduro sendiri menuduh Amerika Serikat mendukung oposisi untuk melakukan kudeta di negara Amerika Selatan tersebut. Tudingan itu terkait dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry bahwa pemerintahannya telah menggunakan kekuatan yang berlebihan terhadap demonstran. Maduro menganggap perkataan Kerry itu seakan memberikan lampu hijau agar pengunjuk rasa meneruskan protesnya.
Bahkan Maduro mengusir tiga pejabat Konsulat Amerika pada 17 Februari 2014. Ia menuduh ketiganya bertemu dengan pemimpin demonstran dan menawarkan visa ke Amerika. (Baca juga: Pemimpin Oposisi Venezuela Serahkan Diri)
Dalam unjuk rasa yang terjadi sejak 12 Februari itu, tulis situs berita The Nation, sedikitnya 18 orang tewas. Sedangkan 41 orang ditangkap Garda Nasional, termasuk dua wartawan asing. Seorang juru warta Miami Herald, Andrew Rosati, hanya ditahan selama setengah jam. Namun, sebelum dilepaskan, ia sempat merasakan bogem mentah di wajah dan perut. "Seorang fotografer Italia yang bekerja untuk harian lokal El Nacional, Francesca Commissari, ditahan."
SUMBER


