BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com � Tercatat 150 pelanggaran terjadi dalam pelaksanaan kampanye pemilu legislatif di Lampung. Satu di antara 150 temuan itu bahkan menjadi tindak pidana dan telah dijatuhkan vonis.
Menurut Ketua Bawaslu Lampung Nazaruddin, Rabu (19/3/2024), satu calon anggota legislatif (caleg) yang melakukan pidana terjadi di Lampung Barat, dan sudah divonis.
Caleg itu berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk DPRD Lampung dengan daerah pemilihan Lampung Barat, berinisial ET.
"Ketika itu, ia di sana mengumpulkan masyarakat membagi-bagikan kartu nama dan membagikan uang Rp 50.000, dan oleh Panwascam kami ketahuan dan difoto-foto," kata Nazaruddin.
Mengetahui aksinya difoto, ET mengancam Panwas setempat agar menghapus foto-foto tersebut sebelum keluar dari lokasi kampanye. Akhirnya, perkara tersebut dilaporkan kepada petugas Penegakan Hukum Terpadu kabupaten setempat.
Kemudian, kasus ini dinyatakan memenuhi unsur-unsur pelanggaran, kemudian diproses di kepolisian dan pengadilan negeri. ET dinyatakan bersalah dan menerima vonis enam bulan, dengan empat bulan masa percobaan.
"Walaupun yang bersangkutan melakukan aktivitas kampanye dan dinyatakan menang, itu percuma saja karena tidak akan bisa dilantik," ujar dia lagi.
Vonis untuk ET ini menuai protes dari sejumlah aktivis. Salah satunya, Oyos Saroso HN, yang menilai vonis tersebut berlebihan, mengingat banyaknya caleg melakukan hal yang sama.
"Boleh dilihat rekam jejak ET sebelumnya, ketika dia menjadi anggota DPRD Lampung periode sebelumnya dan ketika ia menjadi aktivis kampus, tidak ada cacat," ujar Oyos.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2014....Bulan.Penjara
Money POLITIC masih berkembang di Indonesia.
padahal Di dalam KUHP (induk pidana umum) terdapat 5 pasal mengenai tindak pidana �Kejahatan Terhadap Pelaksanaan Kewajiban dan Hak Kenegaraan� yang ada hubungannya dengan pemilihan umum. Di sini saya akan mengutip 1 pasal terkait delik money politik � yaitu pada Pasal 149 yang berbunyi:
Menurut Ketua Bawaslu Lampung Nazaruddin, Rabu (19/3/2024), satu calon anggota legislatif (caleg) yang melakukan pidana terjadi di Lampung Barat, dan sudah divonis.
Caleg itu berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk DPRD Lampung dengan daerah pemilihan Lampung Barat, berinisial ET.
"Ketika itu, ia di sana mengumpulkan masyarakat membagi-bagikan kartu nama dan membagikan uang Rp 50.000, dan oleh Panwascam kami ketahuan dan difoto-foto," kata Nazaruddin.
Mengetahui aksinya difoto, ET mengancam Panwas setempat agar menghapus foto-foto tersebut sebelum keluar dari lokasi kampanye. Akhirnya, perkara tersebut dilaporkan kepada petugas Penegakan Hukum Terpadu kabupaten setempat.
Kemudian, kasus ini dinyatakan memenuhi unsur-unsur pelanggaran, kemudian diproses di kepolisian dan pengadilan negeri. ET dinyatakan bersalah dan menerima vonis enam bulan, dengan empat bulan masa percobaan.
"Walaupun yang bersangkutan melakukan aktivitas kampanye dan dinyatakan menang, itu percuma saja karena tidak akan bisa dilantik," ujar dia lagi.
Vonis untuk ET ini menuai protes dari sejumlah aktivis. Salah satunya, Oyos Saroso HN, yang menilai vonis tersebut berlebihan, mengingat banyaknya caleg melakukan hal yang sama.
"Boleh dilihat rekam jejak ET sebelumnya, ketika dia menjadi anggota DPRD Lampung periode sebelumnya dan ketika ia menjadi aktivis kampus, tidak ada cacat," ujar Oyos.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2014....Bulan.Penjara
Money POLITIC masih berkembang di Indonesia.
padahal Di dalam KUHP (induk pidana umum) terdapat 5 pasal mengenai tindak pidana �Kejahatan Terhadap Pelaksanaan Kewajiban dan Hak Kenegaraan� yang ada hubungannya dengan pemilihan umum. Di sini saya akan mengutip 1 pasal terkait delik money politik � yaitu pada Pasal 149 yang berbunyi:
�..menyuap atau berjanji menyuap seseorang agar jangan menggunakan haknnya untuk memilih; diancam pidana penjara selama-lamanya 9 (sembilan) bulan atau denda Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah�.
Kemudian dari KUHP tersebut, delik dirumuskan dan dikodifikasi ulang dalam undang undang khusus pemilu (UU Pemilu) 1999, dan diperbaharui lagi dalam UU Pemilu 2008 yang diterbitkan oleh Presiden SBY dalam lembar Negara Republik Indonesia Nomor 10. Berikut bunyi lengkapnya:
�barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.� � Pasal 73 ayat 3 UU Pemilu No.3/1999.
"pelaksana peserta atau petugas kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta pemilu� � Pasal 84, Ayat 1 Huruf J, UU Pemilu No.10 Tahun 2008.
Delik money politik juga diatur dalam undang undang Pilkada Tahun 2004 dengan bunyi;
�setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan /atau denda paling sedikit Rp satu juta rupiah (1.000.000) � � UU Pilkada No.32 Pasal 117 Tahun 2004.
Sayang, dengan banyaknya undang undang pidana yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku � baik pemberi maupun penerima (anemen) � sampai kini belum efektif. Artinya, banyaknya kasus praktik "MONEY POLITIC" yang terjadi di lapangan (praktis) belum ada yang diperkarakan.
Dan yang menjadi pertanyaannya,
"mau sampai kapan KEBIASAAN ini terus dipelihara?"



