Jakarta - Pemilihan Umum (pemilu) anggota legislatif akan berlangsung pada awal April 2014. Saat ini, partai politik (parpol) mulai melakukan proses rekrutmen caleg untuk DPR/DPRD. Setiap parpol akan menempatkan mereka pada Daftar Calon Sementara (DCS) untuk kemudian diverifikasi hingga ditetapkan menjadi Daftar Calon Tetap (DCT).
Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandi mengatakan bersamaan dengan proses rekrutmen caleg yang sedang berjalan, sebagian parpol mengkonfirmasi kebijakan untuk mendorong bahkan memprioritaskan anggota DPR periode 2009-2014 untuk dicalonkan kembali.
"Problemnya adalah pencalonan sekarang tidak disertai informasi yang memadai tentang kinerja mereka. Model pencalonan seperti ini rupanya tidak disertai dengan informasi yang memadai tentang parameter parpol dan achievement anggota DPR incumbent, sehingga sangat beralasan terdaftar sebagai caleg 2014-2019. Bahkan kinerja mereka yang selama ini duduk sebagai anggota DPR periode 2009-2014 juga tidak diketahui," ujarnya dalam jumpa pers "Tahun Politik: Lunasi Atau Ingkar Mandat?" di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (21/2)
Ronald menambahkan, seharusnya publik harus mendapatkan latar belakang caleg dari calon incumbent di DPR atas kinerja mereka selama rentang waktu Oktober 2009 hingga Januari 2013.
Dengan kata lain, pihaknya mendesak supaya partai-partai yang punya kebijakan untuk pencalegan kembali harus disertai catatan kinerja yang harus bisa diakses masyarakat semudah mungkin.
"Jadi kita tidak pilih orang yang kita tidak tahu. Atau calon-calon yang 'achievement'-nya tidak baik. Desakan kami, parpol bisa melengkapi profil calon yang jelas," katanya.
Ia juga menambahkan, setidaknya waktu setahun menjelang pemilu ini digunakan untuk mempersolek diri, namun juga melunasi kinerjanya yang masih belum memuaskan. Standar tersebut semakin dibutuhkan karena disinyalir kinerja anggota DPR cenderung menurun dan minim akselerasi.
Mereka diduga sibuk bersiap diri mengakumulasi sejumlah modal dan dukungan untuk bertarung lagi dalam pemilu 2014.
"Harapannya, apa yang kita sampaikan ini menjadi umpan lambung kita. Menggelindingkan isu, bahwa buat kita masyarakat sipil, juga punya hak untuk menagih janji supaya mereka sadar bahwa kita butuh data, parpol harus menyediakan data capaian kadernya," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Apung Widadi mengatakan keputusan parpol yang kembali mencalonkan wakil rakyat incumbent hanya akan menghasilkan anggota DPR atau DPRD terpilih tanpa kepastian tentang orientasi perubahan dan keberpihakan pada publik.
Apung menambahkan, meski parpol memiliki otoritas dalam menentukan caleg, tapi bukan berarti seleksi yang dilakukan secara ketat dan terencana dipinggirkan. Menurutnya, parpol tetap membutuhkan elemen penilaian yang bisa diuji dan dipertanggungjawabkan kepada publik.
Parpol, kata dia, tidak semestinya meminggirkan peran publik untuk mengetahui informasi seputar caleg yang akan dipilihnya di pileg 2014 mendatang.
Senada dengan Ronald, parpol harus mendokumentasikan dan mempresentasikan kinerja anggota fraksi selama kurun waktu 2009-2013 kepada masyarakat sehingga diperoleh pengetahuan tentang aktualisasi anggota DPR di berbagai fungsi. Parpol juga harus berinisiatif membangun parlemen yang berintegritas.
"Kami mencoba untuk menawarkan gagasan, tawaran bukan hanya proses pemilu, tapi juga pencalegan dan memantau proses parlemen saat ini. Momentum saat ini penting untuk mengingatkan mereka, bahwa rekruitmen caleg incumbent juga harus disertai momentum melunasi kinerja mereka," terangnya.
Menurut Apung, mendokumentasikan dan memperesentasikan kinerja anggota fraksi kurun waktu 2009-2013 kepada masyarakat sehingga diperoleh pengetahuan tentang aktualisasi anggota DPR di berbagai fungsi dan inisiatif membangun parlemen, secara tidak langsung merupakan perintah pasal 80 ayat (2) UU No 27/2009 UU MD3 dan pasal 18 ayat (6) tata tertib DPR.
Lebih dari itu, kata Apung, Koalisi LSM bernama GERGAJI akan menuntut parpol yang terdaftar sebagai peserta pileg 2014 untuk melembagakan kriteria perekrutan, seleksi dan penyajian profil caleg secara patut dan terbuka bagi publik.
Koordinator Program Indonesia Parliementary Center (IPC), Ahmad Hanafi menambahkan, tahun politik adalah tahun apakah parpol mendapatkan hukuman atau mendapatkan pujian.
"Oleh itu setahun menjelang pemilu masyarakat harus bisa melihat apa yang dilakukan parpol apakah menunjukkan kerja mereka, atau sekedar pencitraan. Masyarakat harus punya arah politik yang baik. Kalau mereka tetap melakukan tindakan pencitraan, seharusnya parpol tidak dipercaya lagi dipemilu berikutnya,"tukasnya.
Hanafi memaparkan, caleg incumbent yang layak pilih harus mendapatkan evaluasi incumbent yang dilakukan oleh parpol. Selain, parpol harus beri laporan kerja tiap tahun, kata dia, disisi lain, masyarakat sipil, juga banyak yang bisa diukur yakni cara caleg tersebut menilai hak-hak asasi manusia, melakukan upaya. anti korupsi, anti kekerasan dalam rumah tangga, menjunjung kesetaraan gender, dan banyak isu-isu lain yang pro rakyat.
"Banyak cara menilainya yah, bisa juga apakah anggota DPR itu bekerja memenuhi nilai demokasi atau tidak. Itu dijewantahkan atau tidak dalam legislasi atau upaya lain yang bisa dia lakukan. Misalnya di legislasi, berapa yang mendukung disahkan RUU Intelijen, RUU Ormas, RUU Kamnas, yang dimana RUU tersebut dianggap tidak demokratif," paparnya.
Ada juga parameter yang sudah ada namun dilanggar oleh anggota DPR seperti tingkat kehadiran, kepatuhan terhadap kode etik, dan sebagainya yang sudah ada di tata tertib dan UU MD3.
"Itu yang bisa kita gunakan menilai performa anggota DPR," ujarnya.
Program Koordinator Transparency INternational Indonesia (TII), Fahmi Badoh menyampaikan parpol juga harus membuat komitmen untuk menjadi kader dan anggota yang berintegritas terutama untuk tidak menerima suap.
"Jangan penandatanganan pakta integritas setahun menjelang pemilu saja. Mudah-mudahan apa yang kita minta ini, partai bisa melihat ini agenda yang urgent karena pendidikan ke masyarakat sipil juga merupakan tanggungjawab parpol. Mulai dari sekarang kalau parpol mau tetap dilihat publik, dia harus mau tunjukan persoalan audit kinerja mereka itu penting," ucapnya.
Masyarakat di daerah, lanjut Fahmi, juga bisa menagih janji caleg-caleg dari daerah pemilihannya, mencoba mengingatkan kembali dulu janji politisnya dan tagih apa yang belum dilakukan.
Untuk diketahui, koalisi LSM yang tergabung dalam Gerakan Tagih Janji (GERGAJI) diantaranya, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Indonesia Budget Center (IBC), Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (YAPPIKA), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Transparency International Indonesia (TII), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Komite Pemilih Indonesia (TePI).
Jangan pilih lagi caleg-caleg yang pernah berkuasa tapi ngga pernah kerja!

sumber: caleg incumbent harus sertakan pencapaian kinerja


