SITUS BERITA TERBARU

[PIC] Belajarlah dari Air Asiana yg Celaka krn Kerjakan Pilot Asing Miskin Pengalaman

Saturday, July 13, 2013
[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]


Pilot Asiana Belum Lama Terbangkan Boeing 777
12. July 2013, 9:11:21 SGT

Pilot pesawat Asiana Airlines yang jatuh di bandar udara San Fransisco, Amerika Serikat (AS) pekan lalu telah memiliki ribuan jam terbang di belakang kemudi Airbus. Namun, catatan jam terbangnya dalam mengendalikan jenis Boeing yang jatuh itu hanya 40 jam. Timpangnya pengalaman itu menyoroti tantangan pelatihan yang dihadapi semua pilot ketika berganti kemudi.

[imagetag]
Deborah Hersman dari Badan Keselamatan Transportasi Nasional berbicara mengenai kecelakaan pesawat Asiana dengan nomor penerbangan 214.

Lee Kang-guk, kapten pesawat penerbangan bernomor 214 hampir menyelesaikan tahap akhir pelatihan terbang di bawah pengawasan pilot kawakan Boeing 777. Meskipun menjadi anak latih untuk pesawat tersebut, Lee telah mengantungi lebih dari 10 ribu jam terbang di pesawat jenis lain. Bahkan, ia sebelumnya bertugas sebagai pelatih ruang simulasi.

Selama sekitar 10 tahun belakangan sebelum menjadi pilot Boeing 777, Lee hanya menerbangkan Airbus A320s berbadan kecil yang sistem pengendaliannya jauh berbeda dari Boeing 777. Kini, para penyelidik Badan Keamanan Transportasi Nasional menggali bagaimana pelatihan Lee sebelum pindah kemudi, demikian keterangan narasumber. Para penyelidik pun mencari tahu apakah pelatihan yang Lee dapatkan berpengaruh baginya dalam menghadapi situasi sebelum kecelakaan.

Pascainsiden tersebut, para pejabat maskapai penerbangan Asiana telah berulang kali mengatakan bahwa kedua pilot yang menerbangkan pesawat sangat berpengalaman. Selain itu, perusahaan mengklaim bahwa program pelatihan mereka memenuhi standar internasional dan Korea Selatan.

Boeing dan Airbus memiliki sistem kokpit yang sama sekali berbeda pada sejumlah elemen penting, termasuk bagaimana memfungsikan throttle otomatis, yang menyesuaikan bekerjanya mesin dan kecepatan pesawat. Penyelidikan dititikberatkan pada masalah tersebut. Para pakar keselamatan penerbangan dan instruktur pesawat mengatakan perbedaan di kokpit itu adalah salah satu alasan mengapa pergantian kemudi dari Airbus ke Boeing menjadi tantangan. �Kualitas pelatihan menjadi sangat penting,� ujar James Higgins, profesor masalah penerbangan di University of North Dakota yang juga telah memberikan kursus pada para calon pilot Asiana Airlines di Korea. Tanpa jam terbang dan latihan cukup, ujarnya, �seorang pilot bisa saja merasa bahwa pesawat yang baru dikemudikannya akan berlaku sama dengan model sebelumnya.�

Seiring dengan meningkatnya lalu-lintas udara�dan para pilot punya lebih banyak peluang untuk berganti-ganti kemudi�pertanyaan yang paling banyak diajukan berkenaan dengan pendekatan terbaik macam apa yang diterapkan dalam latihan pergantian kemudi. Saat pilot mengendalikan pesawat model baru, mereka kerap berpindah dari kursi kapten yang biasanya ada di sisi kiri ke kursi sebelah kanan yang umumnya diduki para ko-pilot. Hal tersebut bagi para penumpang mungkin bukan hal besar. Namun, para pilot dan pakar keselamatan penerbangan sepakat bahwa pada situasi tertentu, hal itu bisa mengakibatkan konsekuensi besar pada keselamatan penerbangan. Pada kasus Asiana, sang pelatih adalah kapten Boeing 777 kawakan yang penerbangan pertamanya ditujukan untuk mengawasi pilot 777 lain. Ia duduk di kursi ko-pilot, bukan di tempat kapten pesawat.
http://indo.wsj.com/posts/2013/07/12...an-boeing-777/

Banyak Pilot Asing Tambah Jam Terbang di Indonesia
Para pilot asing itu ikut sekolah milik maskapai dalam negeri.
Rabu, 23 Januari 2013, 09:43

[imagetag]

VIVAnews - Kementerian Perhubungan mencatat jumlah pilot asing di Indonesia mencapai 600 orang. Salah satu maskapai yang menggunakan pilot asing adalah Sriwijaya Air. Ternyata, kehadiran pilot asing di Indonesia untuk menambah jam terbang mereka. Manajer Senior Komunikasi Korporat Sriwijaya Air, Agus Soedjono, menjelaskan kebanyakan pilot asing yang ada di Indonesia untuk menambah jam terbang. Untuk itu, Sriwijaya Air memfasilitasi para pilot asing dengan mengikuti program pendidikan di sekolah pilot milik maskapai tersebut, NAM (National Aviation Management) Flying School.

"Pilot-pilot asing yang datang ke Indonesia itu bukan murni dipekerjakan maskapai tersebut, namun mereka membutuhkan jam terbang. Kami fasilitasi mereka dengan memasukkan ke sekolah pilot milik Sriwijaya Air," katanya saat dihubungi VIVAnews. Sriwijaya Air, katanya, mempekerjakan pilot asing dengan jam terbang yang sudah tinggi, sesuai dengan aturan Kementerian Perhubungan. Sedangkan pilot-pilot yang masih "hijau" dilarang untuk menerbangkan pesawat rute komersial Sriwijaya Air, dan hanya diperbolehkan menambah jam kerja di sekolah pilot. "Pilot asing yang belum berpengalaman tidak untuk penerbangan komersial," katanya menegaskan.

Jika telah memiliki jam terbang yang cukup, pilot asing tersebut mendapatkan lisensi terbang di Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Setelah lisensi itu keluar, maka pilot asing tersebut diperbolehkan bekerja di maskapai nasional. Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan memperketat pengaturan penggunaan pilot asing oleh maskapai nasional. Langkah tersebut dilakukan guna meningkatkan keselamatan penerbangan, khususnya mencegah terjadinya sejumlah insiden, dan insiden serius pesawat udara yang melibatkan pilot asing. Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Ditjen Perhubungan Udara, mewajibkan pilot asing yang akan menggunakan lisensi Indonesia atau akan memvalidasi lisensinya harus memiliki pengalaman minimal 250 jam terbang pada tipe pesawat yang akan diterbangkan.
http://bisnis.news.viva.co.id/news/r...g-di-indonesia

Kemenhub: Co-Pilot Pesawat Merpati Asal Korea Masih Magang
10/06/2013 23:02

[imagetag]
[imagetag]
Pesawat MA-0 milik MERPATI yang baru-baru ini tergelincir di bandara El tari Kupang. Diketahui ternyata co pilotnya adalah orang asing dari Korea, dan masih magang!

Liputan6.com, Jakarta : Pesawat Merpati jenis MA 60 dengan nomor penerbangan MZ 6517 rute Bajawa-Kupang mengalami hard landing di runway 07 Bandara El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur, sekitar pukul 09.40 Wita. Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Herry Bakti, pesawat tersebut dikemudi oleh Pilot Kapten Aditya Prio Joewono dan Co-Pilot Au Yong Vun Pin. Co-Pilot asal Korea Selatan itu masih magang. "Co-Pilotnya ini merupakan warga negara Korea Selatan," kata Herry dalam jumpa pers di Kemenhub, Jakarta, Senin (10/6/2013).

Co-Pilot Au Yong, lanjut Herry, masih dalam training. Dia sendiri baru 3 bulan magang di pesawat Merpati. "Baru 3 bulan di Merpati. Masih training, jadi masih didampingi," imbuhnya. Herry mengaku belum menerima laporan detil Au Yong terkait pengalamannya terbang. Namun untuk Kapten Aditya, Herry menjamin telah memiliki jam terbang yang mumpuni. "Belum dapat datanya yang Co-Pilot. Tapi kalau pilotnya, dia sudah cukup. Karena dia sudah kapten, pasti jam terbangnya sudah tinggi," ujarnya.

Pesawat Merpati Saat itu pesawat membawa 45 penumpang dewasa, 1 penumpang bayi, dan 4 kru pesawat. Tidak ada korban jiwa dalam musibah tersebut, namun 20 orang mengalami luka ringan. Sedangkan 5 orang lainnya termasuk kapten pilot pesawat mengalami luka serius dan langsung dilarikan ke RSU WZ Yohanes Kupang. Menurut rencana pesawat tersebut selanjutnya akan menerbangi rute Kupang�Waingapu PP dan Kupang�Alor PP
http://news.liputan6.com/read/609435...a-masih-magang

Maskapai Penerbangan Masih Bergantung Pada Pilot Asing
Sunday, 7 July 2013

[imagetag]
[imagetag]
[imagetag]

TASIKMALAYA � Dunia penerbangan Indonesia dinilai mengalami perkembangan cukup tinggi, meski tidak banyak didukung dengan pertumbuhan sumber daya manusianya (SDM) terutama untuk pilot. Dirjen Perhubungan Udara Herry Bakti mengatakan kondisi itu menyebabkan penerbangan Indonesia sangat ketergantungan terhadap pilot-pilot asing di setiap perusahaan airline.

Menurutnya, di Indonesia terdapat sekitar 1.000 lebih pilot, sekitar 700 pilot terdistribusi ke berbagai maskapai. Ironisnya, 500-600 pilot masih dari tenaga asing. Dia mengharapkan ketergantungan terhadap pilot asing harus dikurangi dengan cara mendirikan sekolah-sekolah pilot.

Saat ini, lanjutnya, di Indonesia terdapat 18 sekolah penerbangan dengan menghasilkan lulusan 250 pilot per tahun, sementara kebutuhan pilot mencapai 500 pilot per tahun. �Melihat data ini saja, lulusan pilot dalam negeri belum bisa mencukupi. Untuk satu pesawat itu harus menyiapkan delapan pilot. Apalagi dalam menghadapi kebijakan Asian Open Sky tahun 2015, kita harus mempersiapkan dari sekarang supaya mampu bersaing dengan dunia internasional,� ujarnya saat meresmikan Dirgantara Pilot School Tasikmalaya (DPST) di Lapangan Udara Wiriadinata Tasikmalaya di Tasikmalaya, Sabtu (6/7).

Sementara itu, Direktur Utama PT Dirgantara Aviation Engineering (DAE) Wasito mengungkapkan PT DAE sebagai pengelola sekolah DPST, telah dirintis sejak 2012. Dia mengatakan rintisan dimulai dengan proses pembuatan izin mulai dari Kasaw Panglima TNI, Menhan, serta Kementerian Ekonomi. Lulusan DPST, dia menambahkan didesain agar mampu membawa pesawat konvensional dan modern. Selain itu, lulusannya akan mampu menguasai dan mengendalikan pesawat terbang berbadan lebar seperti jenis Boeing dan Airbus. �Untuk keperluan latihan penerbangan, di DPST disediakan 12 pesawat dengan target melatih 25 siswa per angkatan. Praktik terbang di Bandara Wiriadinata Tasikmalaya dan Bandara Tunggul Wulung Cilacap,� tuturnya.

Untuk biaya pelatihan, lanjutnya, setiap siswa membayar Rp620 juta yang bisa dibayar tiga kali. Pembayaran pertama sebesar 40%, serta kedua dan ketiga masing-masing 30%. Tetapi angkatan kedua, biaya akan naik, menjadi Rp700 juta. Di tempat yang sama, Wakasau Marsekal Madya TNI Sunaryo mengatakan fungsi TNI tidak sebatas menjaga keamanan, tetapi turut serta membina potensi dunia kedirgantaraan. Sedangkan bentuk kerja sama DAE dengan TNI, katanya, memanfaatkan aset angkatan udara (AU) untuk dibangun sekolah penerbangan Tasikmalaya.
http://www.bisnis-jateng.com/index.p...a-pilot-asing/

Kurangi Pilot Asing, Indonesia Butuh 600 Pilot per Tahun
Sabtu, 06/07/2013 17:19 WIB

[imagetag]
[imagetag]

Jakarta - Tingginya pertumbuhan penerbangan di Indonesia, tidak diimbangi pasokan pilot yang memadai. Agar maskapai tidak terus memerkerjakan pilot asing, sekolah-sekolah penerbangan nasional harus menghasilkan 600 orang pilot per tahun. "Indonesia harus mengurangi pilot asing. Ini menjadi soal ketergantungan," kata Dirjen Perhubungan Udara Heri Bakri, saat meresmikan sekolah penerbangan di Lanud Wiriadinata Cibeureum, Kota Tasikmalaya, Sabtu (6/7/2013).

Saat ini di Indonesia terdapat 18 sekolah penerbangan yang dapat menghasilkan lulusan 250 pilot per tahun. Sedangkan kebutuhan pilot di Indonesia mencapai 600 orang per tahun agar bisa mengawaki pesawat baru yang terus berdatangan. Peningkatan suplai pilot ini juga sebagai persiapan penerapan Asian Open Sky pada 2015. Saat itu maskapai Indonesia harus mampu bersaing dengan internasional. Sementara itu, Direktur Utama PT Dirgantara Aviation Engineering (DAE) Marsma Purn Wasito, mengatakan sekolah penerbang Tasikmalaya telah dirintis sejak tahun 2012. Adapun mulai proses izin beberapa tahap mulai dilakukan antara lain KASAU, Panglima TNI, Menhan, serta Menkeu.

Dalam proses pendidikannya, sekolah penerbang ini telah mendatangkan 12 pesawat untuk sarana pendidikan yang berada di Kecamatan Cibeureum, tepatnya Lanud Wiriadinata dengan target siswa sebanyak 25 orang per angkatan. Adapun untuk praktik bandara berada di Wiriadinata dan Bandara Tungul Wulung Cilacap.
http://news.detik..com/read/2013/07/...ilot-per-tahun

-------------------------

Tak masalah memperkerjakan pilot asing selama ybs memang professional dan jam terbangnya sudah memenuhi syarat. Tapi janganlah semua pilot bule atau orang asing, langsung diterima di maskapai penerbanagan di dalam negeri dengan mengabaikan pengalaman terbangnya seperti kasus co-pilot MERPATI dari Korea itu, atau seperti kasus pesawat yang terbakar di San Fransisco itu. Kayaknya kasus MERPATI dan Air Asiana itu, sama-sama melibatkan pilot asal Korea yang tidak berpengalaman.

Oleh sebab itu tak ada salahnya pihak keamanan dan keselamatan penerbangan (KNKT, Kemenhub) serta maskapai yang memperkerjakan pilot-pilot asing di Indonesia, men-chek ulang CV pilot-pilot asing yang kini bekerja di berbagai maskapai penerbangan Indonesia itu, terutama pilot yang asal Korea! Percumalah pesawatnya baru dan canggih, dan perawatan pesawatnya sudah baik, ternyata pilotnya 'error' akibat kurang pengalaman, Apalagi ini Indonesia, medan udaranya jauh lebih sulit karena sifat tekanan udara dan atmosfirnya yang adalah negara kepulauan dan di daerah tropis, dengan cuaca yang buruk di saat musim penghujan seperti saat ini.



[imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive