SITUS BERITA TERBARU

INFERIORITAS SBY Dalam KASUS KABUT ASAP DAN FREEPORT

Friday, July 5, 2013

"Kita adalah bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tak akan mengemis, kita tak akan minta � minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka dari pada makan bestik tetapi budak." (Bung Karno, Pidato Proklamasi Tahun 1963)



Sekali Merdeka Tetap Merdeka!, Semangat yang dimiliki oleh para pejuang negeri ini untuk memerdekakan bangsa dari perbudakan belakangan kerap mengalami ujian dan goncangan yang datang dari dalam maupun luar negeri ini. Krisis kepemimpinan kerapkali menjadi salah satu persoalan yang menjadi sorotan publik.

Kasus asap dan kedatangan Presiden Freeport Mc Moran Internasional ke Jakarta menjadi dua hal menarik, dimana keduanya merupakan persoalan yang menyangkut negara lain atau pihak asing.

Dalam dua kasus tersebut, dua orang pembantu presiden yakni Menteri Lingkungan Hidup Baltasar Kambuaya, yang menangani langsung kasus kebakaran atau disebutnya sebagai pembakaran hutan serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik yang terkait langsung dengan kecelakaan tambang Freeport di Papua yang menewaskan 28 orang dan dikenal dengan tragedi Big Gossan itu.

Terkait kabut asap Menteri Lingkungan Hidup Baltasar Kambuaya, yang datang langsung ke Riau dan membentuk tim investigasi terkait kepulan asap yang sudah "menyesakkan" warga di Riau atau Sumatera pada umumnya hingga menyeberang ke negeri tetangga Singapura dan Malaysia dengan gamblang menyebutkan adanya indikasi 8 perusahaan Malaysia melakukan pembakaran lahan di Riau. Jika sudah cukup bukti, kedelapan perusahaan itu akan diajukan ke pengadilan.

"Di area konsesi mereka ditemukan kebakaran. Ini yang akan kita selidiki lebih lanjut. Tim penyidik kita masih berada di lokasi saat ini untuk melakukan investigasi lebih lanjut," kata Menteri LH Balthasar Kambuaya dalam jumpa pers di Lanud Pekanbaru, Sabtu (22/6/2013).

Balthasar menjelaskan 8 perusahaan itu adalah PT Langgam Inti Hiberida, PT Bumi Rakksa Sejati, PT Tunggal Mitra Plantation, PT Udaya Loh Dinawi, PT Adei Plantation, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Multi Gambut Industri, dan PT Mustika Agro Lestari.

Tidak hanya itu Menteri Baltasar dengan tegas meminta pelaku pembakaran hutan Sumatera diproses secara hukum atau dipenjarakan. "Penjarakan saja orang yang bakar hutan itu. Jangan ambil gampangnya saja, membakar untuk menanam," katanya.

Dalam kasus berbeda Menteri Jero Wacik ternyata juga memiliki cara yang berbeda dalam menangani tragedi Big Gossan di tambang Freeport.

Setelah sempat membekukan ijin tambang Freeport selama investigasi berlangsung, Menteri Jero akhirnya berkesempatan untuk bertemu dengan Presiden Direktur Freeport Mc Moran Internasional, Richard C. Adkerson.

Pertemuan Jero dan direksi Freeport sendiri berlangsung kurang lebih satu jam. Mereka pun langsung menggelar jumpa pers bersahaja, sambil berdiri di tangga, sesudahnya. Namun nyaris sepanjang pertemuan dengan media itu, Jero menjadi "juru bicara" Freeport dadakan. Dia memaparkan kronologi kejadian, jumlah korban tewas, termasuk menjelaskan skema santunan dan beasiswa bagi keluarga yang ditinggalkan akibat musibah itu.

Sampai-sampai keterangan bahwa keluarga korban menjadi prioritas diterima bila mendaftar kerja di Freeport pun tercetus dari keterangan Jero, bukan dari direksi perusahaan tambang itu.

Richard, sang bos besar Freeport, hanya mengucapkan bela sungkawa, mengapresiasi kerja keras 200-an tim penyelamat, dan berjanji bekerjasama dengan tim investigasi independen untuk mengungkap penyebab acara pelatihan keselamatan pekerja tambang bawah tanah itu bisa berakhir jadi bencana.

Sementara Dirut Freeport Indonesia, Rozik, hanya menambahkan beberapa detail. Khususnya soal produksi 220.000 ton bahan mentah emas dan perak yang tak terkeruk setiap hari, selama sepekan pascakejadian. Sampai sekarang, aktivitas penambangan di Tembagapura memang berhenti total. Tambang di Papua menyumbang 30 persen keseluruhan pendapatan kantor pusat Freeport.

Tak cuma menjadi juru bicara, Jero sempat pula jadi "penerjemah" ucapan Richard. Bos Freeport itu usai bicara soal sejarah Big Gossan yang mulai beroperasi sebagai fasilitas pelatihan karyawan pada 1998. "Jadi saudara-saudara, salah satu kalimat yang Pak Richard sebut tadi, dia sering berada di lokasi kejadian. Bisa-bisa dia yang kena ambrukan kalau pas kejadian di sana meresmikan (pelatihan). Bagi dia itu tempat safe, itu yang dia sampaikan," ujar Jero di sela-sela jumpa pers tersebut.

Bagaimana sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap dua kasus tersebut. Publik mungkin dapat mencarinya di berbagai media, bahwa terkait sikap Jero Wacik, ia pun tidak menegur apalagi memberi komentar apapun. Bahkan ketika Menteri Jero memutuskan untuk mengizinkan kembali Freeport beroperasi.

Yang jelas publik hanya mendengar secara langsung bagaimana Presiden SBY menyindir para pejabat negara yang mengeluarkan pernyataan 'panas' terkait hubungan Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura soal kabut asap.

"Ada satu hal yang ingin saya sampaikan, dari apa yang saya pantau setiap hari ada pernyataan dari sejumlah pejabat yang menurut saya tidak semestinya disampaikan seperti itu. Di samping belum tentu sama satu sama lain, bisa juga belum dicek kebenarannya, ketika diungkapkan jadi persoalan," ungkap Presiden SBY dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jl Veteran, Jakarta, Senin (24/6/2013).

Menurut SBY, hal itu memicu pejabat Malaysia dan Singapura untuk menanggapi masalah kebakaran tersebut. "Jajaran pemerintah Indonesia, saya instruksikan untuk tidak memberikan statemen yang tidak semestinya. Kalau ada perusahaan lalai, apakah itu perusahaan Indonesia, apalagi menyebut namanya jelas tidak diperlukan seperti itu, sama halnya menyebutkan perusahaan asing yang dimiliki tetangga kita, itu juga tidak diperlukan," tegasnya.

Mungkin itu cerminan sikap merendah dari figur sang pemimpin, SBY, meski banyak orang melihat bahwa pidato soal asap cenderung menunjukan sisi Inferior dari seorang pemimpin. Karena ada banyak keanehan dari pidato tersebut.

Keanehan pertama adalah tidak adanya permintaan maaf pada rakyat sendiri. Bukankah warga Batam, Riau dan sekitarnya juga menderita akibat kabut asap ini? Dan penderitaan mereka juga akibat ketidakberdayaan Pemerintah kita bersikap tegas pada pengusaha yang menjadi pelaku pembakaran hutan, baik itu pengusaha lokal, apalagi pengusaha asing. Itu sebabnya DPRD Batam mengatakan seharusnya SBY juga meminta maaf pada rakyat Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera yang terkena kabut asap.

Keanehan berikutnya : ketidak beranian Pemerintah (SBY) untuk menyebut pelaku pembakaran liar. Bukankah kita juga perlu menyatakan pada tetangga kita soal itu? .Bagaimana kalau ternyata biang keladi pelaku pembakaran itu ternyata sebagian besar adalah investor dari negara tetangga? Mereka memang tak melakukan perusakan hutan di negaranya � karena di negaranya tak ada hutan, atau karena di negaranya hukum yang berbicara � tapi mereka melakukan perusakan di wilayah Indonesia. Ya, kenapa tak melakukannya di Indonesia saja, toh nanti yang disalahkan pemerintah Indonesia?!

Apakah suatu saat nanti kalau ada perusahaan asing melakukan pembalakan liar di hutan Indonesia, maka Mentri Lingkungan Hidup Indonesia tak boleh menyebutnya? Kalau misalnya Freeport melakukan perusakan lingkungan di Papua, maka Indonesia akan menunduk-nunduk meminta maaf pada Amerika karena kita tak peduli lingkungan, sementara kita tutup mulut kalau perusahaan milik Paman Sam itu justru pelakunya?

Sebagai penutup ada baiknya kita mengingat satu lagi pesan Proklamator negeri ini, Soekarno.

�Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.� � Bung Karno

musashi


SUMBERt: http://esdm.seruu.com/read/2013/07/0....OotjfqXh.dpuf
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive