
Ilustrasi politisi Partai Golkar (sumber: Istimewa)
Jakarta – Dinamika politik dalam Partai Golkar menghangat menyusul adanya wacana kemunculan kader-kader muda untuk maju dalam bursa calon ketua umum (ketum).
Kader muda yang diprediksi akan maju sebagai ketum seperti Hajriyanto Tohari, Priyo Budi Santoso, Agus Gumiwang dan MS Hidayat.
"Kehadiran 'muka baru' dalam kepemimpinan partai Golkar adalah sebuah keharusan. Periode kepemimpinan nasional kali ini layaknya dapat dianggap sebagai era terburuk dari Golkar," ujar Irwan Suhanto dari Lembaga Kajian Strategis Nasional di Jakarta, Sabtu (15/11).
Era terburuk, dijelaskan Irwan, mengingat inilah kali pertama Partai Golkar tidak ikut serta dalam pemerintahan. Golkar, yang dikenal memiliki kelenturan di atas rata-rata partai lain dalam negosiasi politik, kali ini terpaksa harus berpuasa terlibat dalam pemerintahan.
Kondisi tersebut dinilai tidak lepas dari sikap politik Golkar yang dianggap keliru dan terlalu kaku sehingga kemudian kehilangan momentum untuk ikut masuk dalam kekuasaan. Situasi diperberat dengan posisi ketum Golkar sebagai Ketua Presidium KMP.
"Sebuah posisi yang justru mempersulit kader Golkar melakukan akselerasi politik agar dapat ikut serta masuk dalam pemerintahan. Bahkan, di kalangan internal, sikap Golkar yang mendukung Prabowo-Hatta juga dianggap kekeliruan fatal. Ditambah sikap ARB yang justru menyandera Golkar dalam KMP pascakesediaannya menjadi ketua presidium KMP," katanya.
Namun, sambung Irwan, yang menarik adalah bahwa semangat pembaruan kader muda partai Golkar, yang kali ini didukung penuh oleh Dewan Pembina Pusat Partai.
"Kehadiran Akbar Tanjung menjadi isyarat dukungan tersebut. Partai Golkar sedang menuju titik balik kedua yang cukup krusial setelah titik balik pertama mereka di tahun 1998, Akbar Tanjung berhasil menyelamatkan partai dari kehancuran," tuturnya.
Dikatakan, apabila semangat kader-kader muda partai seperti Hajriyanto Tohari, Priyo Budi Santoso dan lainnya menggelinding akan menjadi kekuatan masif yang termanifestasikan ke dalam semangat kolektif para pengurus Golkar di daerah, sehingga Golkar bisa selamat dari titik balik kedua ini.
"Tetapi apabila semangat status quo yang tersimbolisasi dalam pencalonan kembali ARB sebagai ketua umum Golkar yang justru menjadi pilihan, maka Golkar sedang memulai fase baru. Paktis politiknya, tidak ikut kekuasaan tapi juga kehilangan kelenturannya," tandasnya.
Sumber: http://untuknkri.org/pengamat-figur-...uatu-keharusan
Dikutip dari: http://adf.ly/uB19t


