
Sebanyak 13 tim berkompetisi dalam Kompetisi Drone Nasional di lapangan Rektorat Universitas Brawijaya Malang 19-20 November 2014. Tim berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
"Penilaian didasarkan segi aerografis dan aerobatik," kata Ketua Panitia, Ade Cahyo Utomo, Kamis 20 November 2014.
Dari segi aerografis, drone atau quart copter harus mampu melewati rintangan dan merekam obyek di bawahnya. Sedangkan aerobatik drone harus melintasi rintangan tiang besi yang dipasang berjajar. Wilayah terbang drone, katanya, telah dibatasi sesuai dengan kebutuhan lomba. Ternyata, dalam kompetisi ini banyak drone yang tak terbang mulus.
Sejumlah drone terempas karena embusan angin. Sebagian tiba-tiba mesin mati sehingga tak bisa terbang. Namun, para peserta tak menyerah mereka terus berusaha untuk menunjukkan penampilan yang terbaik yakni bisa melintasi rintangan dan merekam obyek yang ditentukan.
Tim dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menghabiskan dana sebesar Rp 9 juta untuk merancangbangun drone. Dana tersebut digunakan untuk membelanjakan peralatan seperti mesin baling-baling, kamera, remote control, dan papan KKV2. "Semua peralatan impor," kata Chandra Setiaji.
Dibutuhkan waktu selama dua bulan untuk rancang bangun dan merakit quart copter. Mereka telah melakukan uji coba menerbangkan drone. Namun, landasan di lapangan Rektorat Universitas Brawijaya Malang menyebabkan drone tak terbang mulus. Sebab tenaga baling-baling tak bisa bergerak dengan tenaga yang sama.
sumber
mantap
Dikutip dari: http://adf.ly/uQEiM


