RABU, 05 NOVEMBER 2014 | 20:00 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Hanafi Rais menilai sistem pertahanan udara masih lemah. Itu terlihat dari maraknya pelanggaran wilayah terbang yang dilakukan pesawat asing. "Ini tidak terjadi sekali dua kali. Dalam beberapa bulan terakhir malah meningkat," katanya, Rabu, 5 November 2014.
Hanafi menjelaskan pelanggaran wilayah terbang tak hanya dilakukan oleh pesawat tempur negara-negara tetangga, melainkan juga oleh pesawat komersial. Hal itu, kata dia, dilakukan secara sadar. " Singapura kan sudah berluang kali melanggar. Berarti kan ini bukan ketidaksengajaan," katanya. (Baca juga: Ryamizard Kecewa Denda Pesawat Asing Sedikit)
Pada akhir Oktober lalu, TNI AU menemukan dua kasus pelanggaran wilayah udara. Pada tanggal 28 Oktober, pesawat Sukhoi TNI AU meminta pesawat latih milik Singapura mendarat secara paksa di Pangkalan Udara Supadio, Pontianak. Kasus serupa ditemui enam hari sebelumnya akibat ulah pesawat komersial milik Australia. (Baca juga: Beragam Alat Militer Canggih di Indo Defence 2014)

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Hanafi Rais menilai sistem pertahanan udara masih lemah. Itu terlihat dari maraknya pelanggaran wilayah terbang yang dilakukan pesawat asing. "Ini tidak terjadi sekali dua kali. Dalam beberapa bulan terakhir malah meningkat," katanya, Rabu, 5 November 2014.
Hanafi menjelaskan pelanggaran wilayah terbang tak hanya dilakukan oleh pesawat tempur negara-negara tetangga, melainkan juga oleh pesawat komersial. Hal itu, kata dia, dilakukan secara sadar. " Singapura kan sudah berluang kali melanggar. Berarti kan ini bukan ketidaksengajaan," katanya. (Baca juga: Ryamizard Kecewa Denda Pesawat Asing Sedikit)
Pada akhir Oktober lalu, TNI AU menemukan dua kasus pelanggaran wilayah udara. Pada tanggal 28 Oktober, pesawat Sukhoi TNI AU meminta pesawat latih milik Singapura mendarat secara paksa di Pangkalan Udara Supadio, Pontianak. Kasus serupa ditemui enam hari sebelumnya akibat ulah pesawat komersial milik Australia. (Baca juga: Beragam Alat Militer Canggih di Indo Defence 2014)
Menurut Hanafi, masalah ini mestinya bisa diselesaikan dengan membangun diplomasi pertahanan yang baik dengan negara-negara tetangga. Adapun pelanggaran yang dilakukan pesawat komersial bisa diatasi dengan memperketat proses perizinan. "Jika tidak, kita akan terus mengambil tindakan yang salah," ujarnya. (Baca juga: Kekuatan Udara Indonesia Kecil untuk Pengawasan)
Ia mengakui pelanggaran batas wilayah ikut dipicu oleh ketersediaan sarana yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Dengan luas wilayah lebih dari lima juta kilometer persegi, sistem pertahanan udara Indonesia mestinya didukung tak kurang dari 60 pesawat tempur dan 80 radar pemantau. "Pesawat kita saat ini baru sekitar 20-an," katanya.
RIKY FERDIANTO
SUMBER

bisanya diplomasi doang, yang cape2 taruhan nyawa gimana ?
kalo cuma ngomong aja sih banyak yang bisa

Dikutip dari: http://adf.ly/tmbnq


