Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

Sidang DKPP Ungkap Praktek Suap 13 PPK Pasuruan

Tuesday, May 6, 2014

TEMPO.CO, Surabaya - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang kode etik untuk 13 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kabupaten Pasuruan di kantor Badan Pengawas Pemilu Jawa Timur, Surabaya, Selasa, 6 Mei 2014. Namun 13 orang PPK tersebut tidak hadir dalam persidangan tanpa pemberitahuan.

Sidang dipimpin oleh anggota DKPP, Nur Hidayat Sardini, didampingi anggota Bawaslu Jawa Timur Divisi Penindakan, Sri Sugeng Pujiatmiko, dan dua orang Tim Pemeriksa Daerah (TPD), yakni Kris Nugroho dan Nunuk Nuswardani. Sidang diawali dengan penjelasan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pasuruan Zainal Abidin.

Zainal mengatakan mendapat laporan pertama kali soal penyuapan itu justru dari pelakunya, Agustina Amprawati, pada 19 April 2014. Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur dari Partai Gerakan Indonesia Raya itu mengaku telah memberi uang kepada 12 PPK dan satu orang PPK nonaktif atas nama Tauhid agar perolehan suaranya direkayasa demi meraih kursi DPRD Jawa Timur.

Berdasarkan laporan tersebut, KPU Kabupaten Pasuruan pun langsung melakukan klarifikasi. Sebanyak 12 PPK yang masih aktif mengaku menerima sejumlah uang dari Agustina. Alasannya bermacam-macam, di antaranya untuk mengamankan suara. Pada 20 April 2014, 12 PPK itu dipanggil untuk dimintai keterangan.

Kepada KPU Kabupaten Pasuruan, Ketua PPK Gempol, Khumaidi, mengaku diajak oleh Ketua PPK Purwosari, Imam. Khumaidi menerima uang Rp 5 juta beserta kartu saku. Ketua PPK Kraton, Ansori mengaku diundang Tauhid dan diajak ke rumah Agustina. Ansori diminta untuk mengamankan suara dan diberi uang saku. Keesokan harinya, Ansori diberi uang Rp 6 juta dan menandatanganani kuitansi kosong. H-3 pemilu legislatif 9 April, Ansori bertemu dengan tim pemenangan di posko caleg Agustina untuk memberikan laporan per kecamatan.

Ketua PPK Lekok, Lutfi, mengatakan diajak Imam dan bertemu dengan 12 PPK lainnya. Ia diminta mengamankan perolehan suara dan menerima uang Rp 6,5 juta. Sedangkan Ketua PPK Grati, Sholeh, menerima uang Rp 6 juta. Ketua PPK Sukorejo, Eko Widianto, juga mengaku diajak Imam untuk menghadiri rapat. Eko mendapat uang Rp 5 juta dan Rp 2 juta untuk menyebarkan kartu saku.

Anggota PPK Wonorejo, Suhud, mengaku tidak menyangka jika ajakan itu ternyata berakhir seperti sekarang. Ia menerima uang Rp 5 juta dan Rp 2 juta. Adapun Ketua PPK Gondangwetan, Musta'in, mengaku diajak Tauhid dan menerima uang Rp 5 juta. Ia mengikuti tiga kali pertemuan.

Adapun Ketua PPK Bangil, Sujarwanto, mengaku menerima kuitansi kosong yang tertulis Rp 8 juta. Namun ia hanya menerima Rp 6,5 juta, sedangkan sisanya Rp 1,5 juta diminta Khumaidi. Ketua PPK Purwosari, Imam, menerima Rp 7 juta. Kepada KPU Kabupaten Pasuruan, Imam merasa tidak bersalah karena tidak meminta uang, tapi hanya diberi. Menurut dia, uang itu merupakan rezeki. Imam inilah yang awalnya diajak menjadi tim pemenangan Agustina. Imam lantas menghubungi PPK lain yang lebih senior, yakni Tauhid, Eko, dan Khumaidi.

Sedangkan Ketua PPK Pohjentrek, Edi, mengaku datang terakhir dalam pertemuan bersama 12 PPK lainnya. Ia menerima uang Rp 5 juta dan Rp 1,5 juta. Anggota PPK Winongan, Endang, menjelaskan sudah dua kali diajak dalam pertemuan. Pada pertemuan pertama, Endang diminta Agustina untuk mengamankan suara. Namun pertemuan selanjutnya, Agustina meminta memenangkan suaranya.

Endang disuruh Agustina untuk menemui komisioner KPU dengan tujuan melobi kemungkinan mengubah suara. Bahkan ia sudah membawa sebuah mobil yang siap diserahkan kepada KPU. Namun permintaan Endang ini ditolak. KPU sendiri baru tahu belakangan jika permintaan Endang itu berkaitan dengan kasus Agustina.

Endang menerima uang Rp 5 juta dipotong Rp 250 ribu. Ia disebut-sebut menerima Rp 2 juta, Rp 7 juta, dan Rp 25 juta. Namun Endang menyangkal serta mengaku hanya menerima Rp 5 juta dan Rp 2 juta. Sedangkan Ketua PPK Beji, Budiharja, juga mengaku menerima Rp 5 juta dan Rp 2 juta untuk uang saku. KPU Kabupaten Pasuruan tidak memeriksa Tauhid karena yang bersangkutan sudah diberhentikan. "KPU Pasuruan seperti tercoreng dan terpukul. Karena itu, kami akhirnya melapor ke DKPP," kata Zainal.

Nur Hidayat Sardini mengatakan fakta persidangan akan menjadi pertimbangan dalam rapat pleno di Jakarta pekan depan. Hasil rapat pleno akan menentukan nasib 13 PPK tersebut. Ia juga menyayangkan tidak hadirnya 13 orang itu dalam persidangan. Padahal, undangan pemanggilan sidang sudah dikirim sejak 30 April 2014.

Padahal dalam persidangan, mereka memiliki hak untuk membela diri ataupun membantah pernyataan pengadu. "Mereka sendiri yang rugi. Tapi kami masih tunggu dua jam. Mungkin mereka ingin menggunakan haknya," kata Hidayat.

Sumber
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive