JAKARTA � Fenomena masyarakat Indonesia saat ini sedang memprihatinkan dalam persoalan berbahasa. Dimana, saat ini banyak orang lebih suka menggunakan istilah gaul dalam berkomunikasi ketimbang berbicara sebagaimana mestinya Bahasa Indonesia.
Misal saja kata lambat diubah menjadi lambreta, barangkali menjadi keles, banget menjadi bingit, memang menjadi emberan, remaja wanita gaul menjadi cabe-cabean, dan masih banyak lagi. Semua itu kini menjadi istilah baru dalam percakapan anak muda. Celakannya, istilah ini juga sudah menjadi bahasa tulisan di jejaring sosial yang dianggap sudah lumrah.
Pemerhati Bahasa Indonesia, Eko Endarmoko, menilai saat ini masyarakat Indonesia tengah mengalami darurat bahasa. Nasionalisme publik dalam berbahasa Indonesia pun kini dipertanyakan.
�Nasionalisme kita hanya terjadi pada hal tertentu saja. Saat pulau dicaplok kita marah dan nasionalisme kita tergerak. Namun pada sisi lain, saat Bahasa Indonesia dirusak kita diam saja seperti tak terjadi apa-apa,� tegas Eko kepada Okezone, Selasa (18/3/2014).
Misal saja kata lambat diubah menjadi lambreta, barangkali menjadi keles, banget menjadi bingit, memang menjadi emberan, remaja wanita gaul menjadi cabe-cabean, dan masih banyak lagi. Semua itu kini menjadi istilah baru dalam percakapan anak muda. Celakannya, istilah ini juga sudah menjadi bahasa tulisan di jejaring sosial yang dianggap sudah lumrah.
Pemerhati Bahasa Indonesia, Eko Endarmoko, menilai saat ini masyarakat Indonesia tengah mengalami darurat bahasa. Nasionalisme publik dalam berbahasa Indonesia pun kini dipertanyakan.
�Nasionalisme kita hanya terjadi pada hal tertentu saja. Saat pulau dicaplok kita marah dan nasionalisme kita tergerak. Namun pada sisi lain, saat Bahasa Indonesia dirusak kita diam saja seperti tak terjadi apa-apa,� tegas Eko kepada Okezone, Selasa (18/3/2014).
Dirinnya mengharapkan, masyarakat harus lebih bangga dalam berbicara atau menulis dengan Bahasa Indonesia secara baik dan benar. Dengan demikian, kelestarian Bahasa Indonesia dapat terjaga sampai kapan pun.
�Contohnya saja pemerintah lebih suka menggunakan istilah mangrove ketimbang bakau. Memang ada apa dengan kata bakau? Ada lagi program televisi yang tujuannya membangkitkan nasionalis tapi judulnya asing seperti Save Our Nation,� lanjut Eko.
�Kalau tidak salah Bung Hatta pernah berpidato di forum internasional dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Hal ini harus dibiasakan pemimpin kita. Kita punya Undang-Undang Bahasa yang salah satu isinya kita harus berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, termasuk para petinggi negara,� pungkasnya.
sumber
sekarang pada campur inggris-inggrisan




