SITUS BERITA TERBARU

Koalisi Merah Putih Merempongkan Pemerintahan Jokowi-JK

Friday, August 29, 2014

Sifat buruk manusia itu, selalu merasa kurang. Serakah ini justru yang menenggelamkan manusia ke jurang kehancuran. Sudah dikasih satu terus minta dua. Orang serakah selalu dilanda penyakit yaitu, penyakit kurang satu. Sudah menang eh masih saja menghabisi lawan sehabis-habisnya.
Kubu Jokowi diminta untuk tidak memberikan janji manis atau merayu kubu Koalisi Merah Putih, agar pindah haluan. Hal itu dikatakan, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani. Menurutnya, keteguhan hati Koalisi Merah Putih tetap bersatu dalam barisan tradisi politik yang baik. "Sudah menang kok (pihak Jokowi) masih saja mau nambah (koalisi), apa masih kurang kemenangan itu?," kata Ahmad Muzani di Jakarta, Rabu (27/8/2014).

Muzani heran dengan kubu Jokowi yang meski sudah menang, namun tetap saja merasa kurang. Padahal, kubu Jokowi saat ini tidak perlu memikirkan penambahan anggota koalisi, sesuai dengan ucapan mereka untuk membentuk koalisi ramping. "Harusnya Jokowi tidak perlu repot merayu anggota Koalisi Merah Putih. Dia fokus saja bagaimana merealisasikan janji-janjinya kepada masyarakat," ucapnya.

"Kami saja tidak takut jadi oposisi, kok mereka (kubu Jokowi) sudah akan memerintah, kelihatan masih ketakutan saja," pungkasnya.
Ketakutan itu seperti tercermin dari survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Publik khawatir pasangan Joko Widodo (Jokowi) menjadi Presiden periode 2014-2019 yang lumpuh. Pasalnya, mayoritas parlemen dikuasai oleh Koalisi Merah Putih alias kubu Prabowo-Hatta. Kekhawatiran pun muncul program Jokowi akan macet di parlemen. Dari survei yang dilakukan pada tanggal 23-27 Agustus 2014 ini, 45,60% publik menyakini bahwa program-program pemerintah Jokowi akan terhambat di DPR. Sebab, DPR didominasi Koalisi Merah Putih.

"Ada 31,09% yang percaya bahwa programnya tidak akan dihambat," ujar Peneliti LSI Rully Akbar saat jumpa pers pemaparan hasil penelitian tentang harapan dan ancaman Jokowi-JK di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (28/8/2014).

Sekadar diketahui, survei tersebut menggunakan 1.200 responden di seluruh provinsi di Indonesia. Adapun metode penarikan sampel adalah multistage random sampling dengan margin of error survei ini sebesar ±2,9 persen. Selain itu, LSI juga melengkapi dan memperkuat analisis survei dengan data-data kualitatif yang didapatkan melalui metode in depth interview, FGD dan analisis media. Survei ini dibiayai oleh LSI.
Kekahwatiran itu juga muncul karena sikap partai pendukung Jokowi sendiri. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengingatkan agar presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla, tak menampilkan perbedaan pendapat di ruang publik. Menurut Haris, perbedaan pendapat itu akan memberikan dampak negatif, termasuk menciptakan kebingungan di tengah masyarakat. "Jangan sampai Jokowi-JK berbeda statement di depan publik, itu sangat tidak menguntungkan," kata Haris, saat dihubungi, Kamis (28/8/2014).

Haris mengatakan, Tim Transisi harus memastikan Jokowi-JK tak berbeda pendapat, atau minimal mencegah perbedaan pendapat itu menjadi konsumsi publik. Caranya, dengan mematangkan semua kajian dan rencana kebijakan di tingkat Tim Transisi dan menyampaikan pada perwakilan Jokowi-JK. "Harusnya ada perwakilan staf khusus Jokowi dan stafnya, Pak JK, supaya Tim Transisi bisa memastikan keduanya tak memberi pernyataan berbeda kepada publik," ujarnya.

Ia menambahkan, setelah adanya pertemuan antara Jokowi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, maka Tim Transisi harus merespons dengan baik. Setidaknya, tim ini dapat mematangkan opsi kabinet untuk ditawarkan pada Jokowi-JK.

Jokowi sempat melontarkan wacana untuk merampingkan kabinet pemerintahannya. Salah satu alasannya, untuk menjamin efektivitas, khususnya menghemat anggaran. Sementara itu, JK lebih tertarik meneruskan postur kabinet pemerintahan saat ini dan hanya menghapus jabatan eselon III tanpa perlu merampingkan jumlah kementerian. Menurut JK, opsi ini lebih menghemat waktu agar dapat langsung bekerja setelah dilantik.

Tim Transisi telah menyiapkan tiga opsi kabinet yang terus dimatangkan untuk diajukan kepada Jokowi-JK. Opsi pertama adalah status quo, atau jumlah kementerian yang akan datang sama dengan jumlah kementerian saat ini. Hanya, ada sejumlah kementerian yang akan diubah namanya.


Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago mengaku kurang percaya, apabila koalisi rampingnya Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) sedang mengalami keretakan, karena perebutan kursi di kabinet.

Menurutnya, ketergantungan Jokowi terhadap parpol koalisi sangat besar. Selain itu, kemungkinan bergabungnya Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP dan PAN masih sangat tipis. "Semua ini akan berjalan dimamis. Ini tergantung kesolidan parpol Koalisi Merah Putih," kata Pangi kepada Sindonews melalui pesan singkat, Sabtu (23/8/2014).

Pangi mengungkapkan, jika mereka pecah tentu ini akan berimbas ke koalisi Jokowi, dan akan terjadi perubahan peta pada koalisi Jokowi. "Bisa saja koalisi Jokowi makin besar dan solid atau sebaliknya, koalisi yang sudah ada jadi retak," pungkasnya.

Hal demikian dikatakannya menanggapi pernyataan Wakil Ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjat Wibowo, yang menyebut internal koalisi tanpa syarat Jokowi-JK sedang retak. Sekadar diketahui, isu mengenai keretakan tersebut bermula dari keinginan Jokowi agar individu yang masuk dalam kabinet pemerintahan ke depan melepaskan posisinya di partai masing-masing.

Dikabarkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tidak setuju dengan keinginan tersebut. PKB pun semakin gerah karena tidak dilibatkan dalam tim transisi Jokowi. Partai Gerindra menegaskan, parpol di Koalisi Merah Putih sampai detik ini tidak takut berada di luar pemerintah.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan, partainya sudah pernah menjadi oposisi dan bukan hal yang baru. "Kami sebelumnya lima tahun berada di luar pemerintahan, kami masih bisa eksis kok meski kecil dan bahkan berkembang," Ahmad Muzani di Jakarta, Rabu (27/8/2014).

"Makanya jangan lagi ada bujuk membujuk, perkuat saja pemerintahan yang mereka (kubu Jokowi) akan bentuk," tegasnya.

Muzani menegaskan, jika kubu Jokowi khawatir Koalisi Merah Putih mengganjal pemerintahan, itu harusnya disadari Jokowi, karena sejak kampanye Koalisi Merah Putih memiliki program yang berbeda dengan Jokowi. "Jadi kalau program Jokowi tidak sesuai dengan pandangan kami, maka tentunya akan kami tolak. Jadi bukan mengganjal hanya karena mereka lain kubu," ungkapnya.

"Tapi karena memang keyakinan kami sejak awal berbeda dalam memandang Indonesia. Program yang menurut kami tidak masuk akal, tentunya akan kami tolak," pungkasnya.
Sumber terkait: http://politik.rmol.co/read/2014/08/...t-ke-Parlemen-
http://nasional.inilah..com/read/det...i#.U__ecNxl6w0



Link: http://adf.ly/rZ1h1
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive