SITUS BERITA TERBARU

AS Desak Myanmar Selidiki Pembantaian Warga Muslim

Friday, January 17, 2014

Quote:TEMPO.CO, Nay Pyi Daw � Pemerintah Amerika Serikat mendesak Myanmar mengadakan penyelidikan khusus mengenai laporan pembantaian warga muslim yang diduga dilakukan aparat keamanan dan masyarakat Buddha, Jumat, 17 Januari 2014. Insiden ini terjadi di Kota Maungdaw, Negara Bagian Rakhine, selama tiga hari terakhir.

�Kami sangat prihatin atas laporan kekerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat,� demikian pernyataan pejabat Kedutaan Besar AS untuk Myanmar kepada Reuters. �Kami mendesak pemerintah untuk melakukan penyelidikan menyeluruh.�

Chris Lewa, direktur kelompok advokasi Rohingya, Arakan Project, menyatakan korban tewas akibat serangan itu diprediksi sekitar 10-60 orang. Menurut Lewa, insiden ini dipicu oleh bentrokan antara penduduk Rohingya dan polisi pada 13 Januari lalu.

Kelompok kemanusiaan asal Prancis, Dokter Tanpa Batas (MSF), yang membuka klinik di dekat lokasi kejadian menyatakan banyak warga berlarian dari area tersebut dan membutuhkan bantuan medis. �Memang benar bahwa pada Rabu lalu kami merawat dua warga yang terluka akibat tembakan dan pemukulan,� ujar Peter-Paul de Groote, Head of Mission MSF di Myanmar.

Namun juru bicara kepala pemerintahan Rakhine, Win Myaing, membantah adanya korban tewas.

Aung Win, aktivis Rohingya yang tinggal di ibu kota Rakhine, Sittw, mengatakan narasumber di dekat lokasi tidak dapat mendekati area tersebut. �Lokasi kejadian dijaga ketat aparat, menghalangi siapa pun yang hendak mengecek korban tewas,� tutur Aung Win.

Bila benar ada korban tewas pekan ini, maka jumlah kematian akibat kekerasan sektarian di Myanmar bertambah menjadi 237 orang sejak Juni 2012. Kekerasan sektarian yang ditujukan terutama kepada warga muslim Rohingya itu juga memaksa 140 ribu orang mengungsi.

Namun pemerintah Myanmar, melalui juru bicara Ye Htut, menolak campur tangan asing dalam masalah Rohingya. �Masalah Bengali (warga Rohingya) adalah masalah internal yang tidak akan dibahas oleh ASEAN sekalipun,� ucap Ye Htut kepada wartawan kemarin.

Seperti warga Myanmar lainnya, Ye Htut menyebut warga Rohingya sebagai Bengali untuk menegaskan tuduhan bahwa mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh. Namun, faktanya, sebagian besar warga Rohingya telah hidup di Myanmar selama beberapa generasi.


Sumber
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive