SITUS BERITA TERBARU

[ Utopia ?? ] Adakah Media yang Netral ??

Saturday, October 12, 2013
Masyarakat Harus Cerdas Konsumsi Media

Ahli politik psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan tidak selamanya media bersikap netral dalam menyajikan informasi atau berita. Penyebabnya adalah kepentingan politik dan konglomerasi media. Sementara berdasarkan UU Pers, Hamdi menyatakan masyarakat berhak mendapat kebenaran yang atas informasi yang disampaikan oleh media.

Hamdi menjelaskan, semangat media sebagai alat untuk menyampaikan kebenaran sudah dikumandangkan sejak 1950-an. Namun, dalam perjalanannya media yang ketika itu didominasi surat kabar terpecah ke dalam bermacam ideologi, baik yang berbasis partai politik ataupun militer. Akibatnya, penyampaian kebenaran sebagaimana yang diharapkan tidak terwujud lewat media.

Kemudian, di masa pemerintahan orde baru, Hamdi menguraikan bahwa media lepas dari muatan ideologis. Namun, digunakan untuk memuat kepentingan para penguasa. Kini, di erareformasi media beralih dari cengkraman penguasa kepada pemilik modal atau pebisnis.

Mengacu hal itu lagi-lagi Hamdi menilai hak masyarakat untuk mendapatkan kebenaran atas sebuah informasi terpinggirkan karena yang diusung media melulu kepentingan konglomerasi. �Jadi utopis kalau melihat media itu netral,� katanya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (17/9).

Oleh karenanya, Hamdi mengatakan penting bagi masyarakat memahami bagaimana caranya membaca pemberitaan atau informasi yang disajikan media. Baik itu cetak, elektronik ataupun online. Untuk itu pendidikan guna membaca arah media diperlukan masyarakat untuk memilah-milah informasi. Salah satu yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mengimbangi pemberitaan media adalah media sosial yang bisa diakses lewat internet.

Walau begitu Hamdi menyadari belum semua masyarakat Indonesia melek internet, sehingga sebagian besar masih mengandalkan media televisi untuk mendapatkan informasi. Namun, Hamdi mengatakan yang terpenting dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil adalah memberi pendidikan kepada masyarakat agar mampu membaca media.

Pada kesempatan yang sama wartawan senior, Budiarto Shambazy, mengatakan cukup sulit memberikan parameter atau netralitas wartawan dari berita yang disiarkan. Tapi Budiarto memahami bahwa media kerap kali mengusung kepentingan pemiliknya atau partai politik. Ia menilai hal itu terjadi sejak Indonesia berdiri. �Jadi jangan kaget kalau setiap media itu isinya pemilik media atau parpol,� tandasnya.

Dengan kondisi seperti itu,Budiarto merasa khawatir karena saat ini masyarakat lebih percaya media ketimbang institusi publik lainnya. Hal itu diketahuinya dari hasil polling yang pernah digelar Kompas akhir tahun lalu.

Sementara Wakil Pemred Antara, Erafzon S, mengatakan di tengah kemajuan teknologi internet dan kebebasan pers, saat ini banyak bermunculan situs berita online yang tergolong independen. Sehingga, dapat mengimbangi informasi media besar dan cenderung tidak terkooptasi kepentingan baik itu konglomerasi ataupun partai politik. Bahkan, ia melihat semakin independen media itu maka berita yang disajikan pun berkualitas. Dampaknya, untuk sebuah tema tertentu media online yang independen banyak pembacanya.

Di samping itu, Erafzon menyimpulkan media yang independen dapat bertahan dalam waktu yang lama daripada media yang dipakai sebagai corong kepentingan tertentu. Misalnya, di era orde lama dan orde baru banyak media yang menjadi corong partai politik atau kekuasaan, namun hanya segelintir yang masih bertahan sampai sekarang. Menurutnya, media harus mengakomodir semua jenis kepentingan.

Sekalipun sepakat bahwa masyarakat dapat mengimbangi informasi yang disampaikan media lewat jejaring sosial di internet, namun sebagaimana Hamdi, Erafzon meragukan hal itu efektif untuk media televisi. Walau begitu ia melihat ada harapan bagi masyarakat untuk mengimbangi informasi yang disajikan media televisi ketika perkembangan teknologi internet lebih pesat.

Jika teknologi internet yang memadai itu sudah terwujud, Hamdi yakin masyarakat dapat mengawal media televisi dengan memanfaatkan media internet seperti youtube. Bahkan, ia memperkirakan ke depan bakal ada media televisi independen. Baginya, kelak hal tersebut dapat menyaingi kepopuleran media televisi. �Menurut saya itu tinggal masalah waktu, jadi pada saat penggunaan jalur serat optik meluas dan akses internet semakin baik. Bakal ada televisi independen,� pungkasnya.


sumber

Media Harus Netral!

Jakarta, tribunrakyat.com � Media saat ini dianggap cenderung memihak kepada para calon pejabat publik yang telah beriklan disuatu media baik cetak maupun elektronik, sehingga independensi media dipertanyakan.

�Media tidak independen iklan kandidatnya sama, tidak pernah mengungkap sisi buruk dari calon atau kandidat,� demikian yang disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti saat diskusi polemik bertajuk �Peran Media Mencerdaskan Masyarakat dalam Pemilu 2014� yang digagas oleh Jaringan Insan Muda Indonesia (JIMI) bekerjasama Indowarta.co di Galeri Cafe, Cikini, Jakarta, Senin (7/10/2013).

Menurut Ray, pemberitaan media kini cenderung meluas, sehingga tidak fokus terhadap suatu kasus atau permasalahan.

�Kita sulit melihat independen manakala melihat kritikan yang semakin luas. Keterjebakan kita untuk menilai,� tegasnya.

Dengan kondisi sekarang ini, lanjut Ray, masih diperlukan lembaga pemantau Pemilu seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli Pemilu, untuk memantau Pemilu baik dari segi media.

�Problem media kita membuat konteks yang independen. Yaitu mereka tidak berpihak pada Caleg manapun inilah fungsinya lembaga pemantau Pemilu,� jelasnya.

Kendati begitu dirinya tidak menyalahkan jika suatu media apabila ada suatu Caleg atau tokoh politik ingin mempromosikan dirinya melalui media tersebut. Lalu bisa kah media dapat dikatakan independensi.

�Ketika pada satu kandidat media tidak independen pada satu tokoh apakah disebut media tidak independen?,� kata Ray mempertanyakan.

Sementara itu, Wakil Pimpinan Redaksi Rakyat Merdeka Online, Ali Gultom menyatakan bahwa sebuah kewajaran jika media menunjukkan keberpihakannya dalam pemilihan Umum (Pemilu).

�Media punya pilihan politik. Itu harus. Dan tidak ada larangan seperti TNI. Secara subjektif media isinya manusia yang punya pikiran dan nurani. Jadi tidak bisa disalahkan kalau media mengajak masyarakat memilih seperti apa yang mereka inginkan,� jelasnya.

Adi menuturkan jika media netral, maka akan timbul potensi terjadinya pembiaran fakta jika media tidak memiliki keberpihakan.

�Media tidak bisa netral dan tidak boleh. Kalau netral bisa terjadi pembiaran fakta yang justru menjadi tidak menjalankan fungsinya untuk mengarahkan masyarakat untuk memilh,� lanjutnya.

Mengenai pembelajaran politik, Aldi menjelaskan jika dengan jumlah media yang beragam dengan masing-masing idealismenya menjadi arena pembelajaran sendiri bagi masyarakat.

�Media ada ratusan dan menjalankan masing-masing idealismenya. Di situlah masyarakat melakukan pembelajaran politik,� pungkasnya.


sumber

Media nasional dan daerah memegang peranan penting dalam arus informasi masyarakat. Pertanyaan mendasarnya , sejauh apa netralitas media - media dalam memberi informasi ??

Apakah sumber2 media yang sering dibawa di subforum ini netral ??

Mungkin , netralitas media memang sebuah utopia , satu idealisme yang tidak akan pernah mungkin terjadi
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive