[JAKARTA] Singapura keberatan dengan pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie soal perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, dan menyatakan sebaiknya lembaga perwakilan rakyat Indonesia meratifikasi paket perjanjian kerja sama kedua negara yang meliputi bidang pertahanan dan ekstradisi sekaligus.
Kedubes Singapura di Jakarta dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Jakarta, Rabu, menyatakan, fakta yang sesungguhnya adalah Indonesia dan Singapura sudah menandatanganiperjanjian ekstradisi dan kerja sama keamanan sebagai satu paket perjanjian bersama pada 27 April 2007.
"Singapura siap melaksanakan kedua perjanjian yang merupakan satu paket tersebut, sementara DPR Indonesia belum meratifikasi perjanjian yang dibuat," kata Terrence Teo, diplomat bidang politik.
Teo juga mengatakan bahwa Marzuki Alie semestinya bisa menggunakan posisinya sebagai "speaker" dari DPR untuk membujuk koleganya di dewan agar meratifikasi paket perjanjian tersebut, ketimbang membuat pernyataan yang menyalahkan Singapura.
Dewan Perwakilan Rakyat RI hingga kini menolak isi perjanjian dengan Singapura dalam mengekstradisi pelaku korupsi karena dikaitkan dengan kerja sama pertahanan yang merugikan Indonesia. Marzuki Alie mengatakan hal tersebut di saat berlangsungnya Sidang Umum Parlemen Antikorupsi ASEAN di Medan, Rabu (23/10).
Menurut Marzuki Alie, kerja sama tersebut berisi ketentuan bahwa Singapura akan mengekstradisi koruptor Indonesia yang ada di negaranya jika diperbolehkan melakukan latihan militer di Tanah Air. Ketentuan itu dimasukkan dalam perjanjian kerja sama pertahanan (Defence Coorporation Agreement/DCA) yang diajukan ke DPR untuk diratifikasi.
Setelah dikaji secara mendalam, kata Marzuki, isi perjanjian kerja sama itu dinilai sangat merugikan Indonesia karena mengharuskan membolehkan pesawat tempur Singapura melintas dan menggunakan wilayah nusantara sebagai tempat latihan tempur.
"Seolah-olah, (Singapura berkata) kami mau tukar menukar tahanan koruptor, tetapi kami menggunakan wilayah anda. Kan tidak fair," katanya. [Ant/L-9] sumber
Singapura Sarang Koruptor: Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Jadi Kartu Mati
Kedubes Singapura di Jakarta dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Jakarta, Rabu, menyatakan, fakta yang sesungguhnya adalah Indonesia dan Singapura sudah menandatangani
Teo juga mengatakan bahwa Marzuki Alie semestinya bisa menggunakan posisinya sebagai "speaker" dari DPR untuk membujuk koleganya di dewan agar meratifikasi paket perjanjian tersebut, ketimbang membuat pernyataan yang menyalahkan Singapura.
Dewan Perwakilan Rakyat RI hingga kini menolak isi perjanjian dengan Singapura dalam mengekstradisi pelaku korupsi karena dikaitkan dengan kerja sama pertahanan yang merugikan Indonesia. Marzuki Alie mengatakan hal tersebut di saat berlangsungnya Sidang Umum Parlemen Antikorupsi ASEAN di Medan, Rabu (23/10).
Setelah dikaji secara mendalam, kata Marzuki, isi perjanjian kerja sama itu dinilai sangat merugikan Indonesia karena mengharuskan membolehkan pesawat tempur Singapura melintas dan menggunakan wilayah nusantara sebagai tempat latihan tempur.
"Seolah-olah, (Singapura berkata) kami mau tukar menukar tahanan koruptor, tetapi kami menggunakan wilayah anda. Kan tidak fair," katanya. [Ant/L-9]
inilah..com, Jakarta - Singapura terus menjadi tempat persembunyian stategis bagi para koruptor. Tak adanya perjanjian ekstradisi yang selalu menjadi batu sandungan. Namun rupanya negosiasi perjanjian ekstradisi antara Singapura-Indonesia pernah terjadi, tapi tak pernah diratifikasi oleh DPR.
Penandatanganan perjanjian itu dilakukan di Istana Tampaksiring, Bali, pada 2007 oleh Menlu RI dan Menlu Singapura, disaksikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong.
Ketika hendak diratifikasi, anggota DPR periode 2004-2009 melihat ada beberapa kejanggalan.
Kedua, tidak diratifikasinya perjanjian itu, seperti dikemukakan mantan Wapres Jusuf Kalla karena Singapura kemudian meminta akses yang lebih luas bagi Angkatan Udaranya di wilayah Indonesia. Hal itu dinilai sebagai trik yang sengaja dimainkan Singapura sehingga Perjanjian Ekstradisi itu tidak bisa dilaksanakan.
Secara politis, menukar orang yang bermasalah secara hukum dengan wilayah untuk berlatih sangat tak menguntungkan. Syarat ini merugikan kepentingan Indonesia.
Apalagi, untuk pergi ke Singapura, seseorang hanya membutuhkan paspor dan tak perlu mempergunakan visa. Karena tidak ada perjanjian ekstradisi antarkedua negara bertetangga itu, para koruptor atau tersangka koruptor bisa leha-leha tanpa perlu khawatir ditangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau polisi Indonesia yang menguntit mereka di sana. [nic]
![[imagetag]](http://kaskus.co.id/images/smilies/mads.gif)
Juki stroooong,Lanjutkan
![[imagetag]](http://kaskus.co.id/images/smilies/iloveindonesias.gif)


