SITUS BERITA TERBARU

Kisah Klasik Ibnu Sutowo Dan Pertamina

Thursday, October 31, 2013
[imagetag]

Kisah Soeharto amankan Ibnu Sutowo soal korupsi Pertamina

Merdeka.com - Mochtar Lubis lewat Harian Indonesia Raya berusaha menguliti dan membongkar kasus korupsi di Pertamina yang dilakukan Ibnu Sutowo. Dua koper bukti dugaan korupsi di perusahaan milik negara itu disodorkan, tapi toh Ibnu Sutowo tetap melenggang kangkung dan menikmati hasil korupsinya.

Di eranya, Ibnu Sutowo yang menjabat Dirut Pertamina seperti orang kebal hukum. Meski diberitakan habis-habis, Ibnu yang dikenal irit bicara ini tidak pernah diperiksa atas sederet kasus korupsi bahkan hingga menyeret kebangkrutan Pertamina.

"Tidak ada yang penegak hukum yang saat itu memeriksa atau memanggil dia atas berita korupsi yang kami beritakan. Tidak ada, dia seperti kebal hukum," ujar mantan Redaktur Pelaksana Harian Indonesia Raya, Atmakusumah saat berbincang di redaksi merdeka.com, Tebet Barat IV nomor 3, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).

Bukan tanpa alasan penegak hukum di era itu mandul, Harian Indonesia Raya pada 30 Januari 1970 memberitakan bahwa simpanan Ibnu Sutowo mencapai Rp 90,48 milyar. Namun bukan karena hanya uang yang melimpah Ibnu Sutowo kebal hukum.

"Saat itu dia memang dekat dengan Soeharto. Bahkan saya kira dia (Ibnu Sutowo) dan Soeharto saling pegang kartu truf," terang Atma yang fasih bercerita meski telah berusia 75 tahun itu.

Mochtar Lubis sendiri dalam buku, Mochtar Lubis bicara lurus: Menjawab pertanyaan wartawan pernah menyebut bahwa Jaksa Agung Saat itu juga tak berkutik kepada Ibnu Sutowo. Dalam buku tersebut, Mochtar menyebut Jaksa Agung saat itu Ali Said tidak berbuat apa-apa soal dugaan korupsi yang dilakukan Ibnu Sutowo.

"Waktu kami ramai-ramai membongkar, pemerintah diam saja. Padahal waktu itu kami sudah serahkan (kepada pemerintah) lembaran-lembaran bukti tertulis mengenai kasus korupsi Pertamina. Kami kirim ke Jaksa Agung, kami kirim ke panitia tujuh yang dipimpin oleh Almarhum Wilopo," ujar Mochtar Lubis dalam buku tersebut.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Atma. Menurutnya di tahun 70 an, Soeharto bukan hanya pemegang kekuasaan eksekutif saja, tetapi semua pilar demokrasi dikangkanginya.

"Saat itu Soeharto adalah pemimpin eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi siapapun yang dilindunginya pasti selamat, dalam hal ini Ibnu Sutowo salah satunya," imbuhnya.

http://www.merdeka.com/peristiwa/kis...pertamina.html


Ibnu Sutowo obral murah stok minyak Indonesia, siapa untung?

Merdeka.com - Harian Indonesia Raya mengendus sejumlah kejanggalan penjualan minyak yang dilakukan Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo tahun 1970an. Harga minyak mentah Indonesia dijual jauh lebih murah dari minyak Timur Tengah. Padahal kualitas minyak Indonesia lebih baik dari minyak Arab dan Libya.

Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Mochtar Lubis menulis tajuk berjudul 'Beberapa Pertanyaan tentang Soal Penjualan Minyak?' tanggal 7 Desember 1973. Sebelumnya dia berkali-kali menulis soal minyak Indonesia yang dijual 6 USD per barel, sementara negara Arab mencapai 9 USD per barel.

Selisih 3 USD per barel itu sangat mengerikan. Indonesia menjual 1,4 juta barel minyak mentah per hari. Maka tinggal dikalikan, 3 USD dikali 1,4 juta barel, berarti Indonesia rugi USD 42 juta per hari. Kalikan setahun, maka Indonesia rugi 1.533 juta USD. Jumlah yang luar biasa.

Pertamina menjual minyak Indonesia ke Jepang pada Far Eastern Oil Company, sebuah perusahaan campuran Indonesia dan Jepang. Tidak diketahui, berapa perusahaan itu menjual pada para pembeli di Jepang sesungguhnya.

"Siapa kiranya yang mendapat untung raksasa dari penjualan semacam ini?" kritik Mochtar Lubis.

Penjualan minyak Pertamina dilakukan serba tertutup. Laporan keuangan mereka juga tak bisa dilihat umum. Pertamina ibarat negara dalam negara.

"Apakah disengaja menahan harga penjualan minyak Indonesia pada enam dolar satu barel untuk memungkinkan perusahaan-perusahaan pembeli minyak di luar itu menumpuk keuntungan yang luar biasa," tanya Mochtar.

Tak jelas juga laporan hasil penjualan minyak Pertamina. Yang jelas Pertamina malah menunggak pajak. Sementara itu dia memberikan sumbangan ke universitas, memberi hadiah klien dengan barang mewah hingga menyumbang TVRI. Tak jelas kenapa uang Pertamina tak masuk sebagai pendapatan negara?

Petinggi Pertamina, Ibnu Sutowo dan kroninya pun hidup mewah. Ini makin menimbulkan kecurigaan. Tapi tak ada yang berani mengusut Ibnu Sutowo.

29 Desember 1973, Mochtar Lubis menulis tajuk yang lebih keras. 'Indonesia, Tuan atau Budak dari Sumber Alamnya?' Dia kembali mengkritik kebijakan Pertamina yang mengobral minyak mentah milik rakyat yang bermutu tinggi. Ditutupnya tajuk itu dengan sindiran untuk Menteri Pertambangan M Sadli dan Dirut Pertamina Ibnu Sutowo.

"Seandainya Sadli dan Ibnu Sutowo tidak punya kemauan untuk melaksanakan pengelolaan minyak kita dalam keadaan dunia yang sudah berubah, tidakkah sudah waktunya untuk mencari orang lain yang sanggup, cekatan, dan lebih mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara?"

Mochtar tak pernah berhenti mengkritik Pertamina, hingga di saat terakhir koran itu dibredel Januari 1974.

Apa yang ditulis Mochtar jadi kenyataan. Salah urus Pertamina menyebabkan perusahaan raksasa itu nyaris bangkrut. Tahun 1975, utang Pertamina mencapai 10,5 miliar USD. Ibnu Sutowo pun dipecat Soeharto.

Satu sisi kelam sejarah yang bukan tak mungkin terulang kembali.

http://www.merdeka.com/peristiwa/ibn...pa-untung.html

========================================

mereka yang korupsi adalah sampah yang akan diinjak masyarakat!
ingat "PEOPLE POWER" yang pernah menjatuhkan pemimpin2 singa berbulu domba brengsek
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive