SITUS BERITA TERBARU

[HOT] Setahun Warga Jakarta Dipimpin Jokowi, Dugaan Korupsi Jokowi Malahan Lenyap!

Thursday, October 24, 2013
Setahun Dipimpin Jokowi, Bagaimanakah Nasib Warga Jakarta?
21 October 2013

Memimpin sebuah wilayah dengan warga 520 ribu lebih tentu tantangannya tidak sama dengan saat memimpin wilayah yang dihuni 10 juta lebih manusia. Itulah yang dihadapi Joko Widodo, atau akrab disapa Jokowi, saat ini. Memimpin Solo tentu nggak sama dengan memimpin Jakarta, Ibukota Negara.

[imagetag]
Joko Widodo, AhokJoko Widodo, Ahok

Tidak terasa sudah setahun Jakarta dipimpin oleh Gubernurnya, Joko Widodo. Memimpin 10 juta lebih manusia di Ibukota tentu bukan tugas mudah. Terlebih dengan semua masalah sosial, yang menjadi �warisan� pemerintahan terdahulu. Banyak mendapat apresiasi positif bahkan sebelum menjabat sebagai Gubernur, apa saja pencapaian Jokowi dan pemerintahnnya selama setahun menjabat? Bila kamu berdomisili Jakarta, apakah kamu sudah ikut merasakan perubahan-perubahan signifikan, Fimelova?

Dua masalah utama Jakarta sudah pasti adalah kemacetan dan banjir. Dengan menormalisasi beberapa waduk (Pluit dan Ria Rio), pemerintahan Jokowi mengembalikan fungsi waduk seperti sedia kala. Langkah ini dianggap mampu mengurangi potensi banjir. Dua puluh hektar lebih wilayah Waduk Ria Rio akan diubah menjadi wilayah hijau, panggung terbuka serta hotel. Sementara normalisasi Waduk Pluit sebagai jantung penampungan air di Jakarta Utara, baru akan rampung tahun depan. Ratusan kepala keluarga sudah dipindahkan dari hunian sementara mereka, yang sempat jadi penyebab banjir.

Sebelumnya, Jokowi dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama (dikenal dengan panggilan populernya, Ahok) juga merelokasi banyak pedagang kaki lima dan kawasan Tanah Abang dan memindahkan mereka ke ruko blok G. Dibersihkannya wilayah Tanah Abang dianggap banyak pihak sudah mengurangi kemacetan dengan cukup signifikan di kawasan itu. Dengan 1500 lebih pedagang kaki lima siap menempati blok G, bayangkan potensi kemacetan yang mungkin terjadi bila mereka masih berdagang bebas di pinggir jalan.

Langkah lain untuk mengatasi kemacetan yang siap dijalankan adalah menaikkan tarif parkir dan jalan berbayar. Sudah pasti membuat kita pikir-pikir untuk menggunakan kendaraan pribadi, yang memang sudah kelewat banyak jumlahnya di Jakarta.

Meski mendapat banyak tantangan, gebrakan Jokowi dan Ahok berikutnya tetap berjalan. Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat diarahkan bagi warga kurang mampu, untuk menikmati layanan kesehatan dan pendidikan secara cuma-cuma.

Di masa jabatan Jokowi � Ahok juga ada gebrakan birokrasi. Pelelangan jabatan memberi kesempatan bagi siapapun yang merasa kompeten, untuk bisa memegang posisi Camat dan Lurah. Kabarnya, Jokowi juga akan melakukan lelang untuk posisi Kepala Sekolah akhir tahun ini.

Sejak pemerintahan Jokowi pulalah, warga Jakarta bisa menikmati lebih banyak festival dan acara kebudayaan yang digelar gratis, di tempat-tempat umum. Bukan hanya itu, baru di era Jokowi, kami menyaksikan sebuah pentas musikal skala besar bisa terjadi di lingkup Monumen Nasional (baca liputan kami tentang pementasan kolosal �Ariah� di ulang tahun Jakarta sebelumnya di sini).

Gebrakan lain yang menurut kami akan berdampak bagus adalah larangan beredarnya topeng monyet, mulai tahun depan. Hiburan keliling yang sekarang memang agak susah dicap sebagai hiburan. Semakin banyak pihak yang mengkhawatirkan bentuk �hiburan� seperti ini, karena dianggap mengeksploitasi hewan, dalam hal ini monyet.

Dengan sisa masa jabatan yang masih sangat panjang, tentu masih banyak lagi yang akan dilakukan Jokowi dan wakilnya Ahok, untuk memperbaiki tingkat kelayakan hidup dan kesejahteraan warga Jakarta. Terlepas dari pendekatan populis yang dilakukan Jokowi (melakukan �blusukan� untuk mengawasi jalannya pembangunan dari dekat), masih banyak pihak yang menganggap Jokowi lalai.

Tertangkapnya seorang Lurah beberapa waktu lalu karena korupsi, dianggap sebagai kegagalan dari program ini. Bahkan Ahok juga kabarnya kecewa karena pejabat hasil lelang tertangkap korupsi. Namun, Jokowi masih ingin melanjutkan program ini karena menurutnya perilaku korupsi disebabkan oleh mental dan akhlak yang memang susah dipantau. Tidak hanya itu, isu negatif juga mengerubungi pembagian dana Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat. Pungutan liar membayangi distribusi dana kedua program tersebut. Bahkan dana yang begitu besar dianggap sebagian pihak berindikasi korupsi. Korupsi memang menjadi momok besar bagi kemajuan, bukan hanya skala Jakarta tapi juga Nasional.

Setahun menjabat, berhembus kencang kabar Jokowi akan menjadi kandidat RI 1 oleh partai pendukungnya. Namun, sebagian warga berharap Jokowi menghabiskan masa jabatannya sebagai Gubernur Jakarta karena masih banyak permasalahan yang harus beliau bereskan di Ibukota. Terlepas dari puas dan tidaknya masing-masing dari kita akan setahun masa jabatan Jokowi (dan wakilnya, Ahok), tapi kerja keras keduanya setahun terakhir cukup membuat kita antusias akan nasib Jakarta yang lebih nyaman untuk ditinggali.
http://www.fimela.com/read/2013/10/2...karta?page=0,0

Dugaan Korupsi Jokowi Ratusan Miliar di Program Kartu Jakarta Sehat
September 03, 2013 10:53:34 wib

[imagetag]

ASATUNEWS - Tudingan korupsi ratusan miliar oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di Program Perlindungan Kesehatan Masyarat atau lebih dikenal Program Kartu Jakarta Sehat (KJS) mulai ramai dibicarakan masyarakat. Tuduhan ini dipicu oleh sejumlah temuan penyimpangan terhadap peraturan perundang - undangan yang berlaku seperti UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahaan Kedua Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah.

Pada Februari 2013 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengkritik program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diusung Gubernur Joko Widodo (Jokowi), karena dibuat terburu-buru tanpa mempertimbangkan fasilitas kesehatan yang ada, akibatnya jumlah pasien membludak dan pelayanan memburuk. Bahkan, akibat fasilitas perawatan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) kurang bayi Dera Nur Anggraini yang lahir prematur melalui caesar meninggal. "Di Perda itu yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan adalah orang miskin dan rentan. Lalu Pak Jokowi menggunakan Pergub, memberlakukan untuk semua masyarakat," kata Achmad Nawawi (19/2)

Melalui KJS, jelas Nawawi, semua warga miskin dan tidak miskin bisa menikmati layanan kesehatan gratis asalkan bersedia dirawat di ruang rawat inap kelas III. Mereka hanya bermodalkan KJS atau kartu tanda penduduk Jakarta. Akibatnya, pasien di puskesmas dan rumah sakit membludak karena ruang perawatan dan tenaga medis terbatas. Menurut Nawawi, sejak awal program KJS belum jelas. Jokowi tidak mengkaji terlebih dahulu berapa pasien yang akan datang, berapa puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah yang akan menampung, bagaimana dengan obat-obatan hingga sumber daya manusia yang ada. Hasilnya, jelas Nawawi, banyak pasien KJS yang terbengkalai. "Ini jadi crowded di lapangan. Perawat tidak nambah, obat tidak namnbah. Itu semua diberikan dalam waktu tiga menit," kata Nawawi. Bagi Nawawi program KJS tak jauh berbeda dengan program Gakin di era Gubernur Fauzi Bowo. Bedanya, Jokowi memotong birokrasi dan memperbolehkan semua golongan masyarakat untuk berobat.

"Makanya saya minta Perda 4 tahun 2009 direvisi karena Pergub Nomor 187 Tahun 2012 melawan Perda," ujar Nawawi. Fraksi Partai Demokrat, jelas Nawawi, mendukung program KJS. Fraksi Demokrat melihat program tersebut berguna bagi rakyat. Hanya saja perlu ada revisi terhadap Perda sehingga tak bertabrakan dengan Pergub. Namun kenyataannya permintaan dan saran dari DPRD DKI tersebut tidak indahkan oleh Pemda DKI. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi terus melanjutkan pelaksanaan KJS berdasarkan Pergub Nomor 187 Tahun 2012 yang cacat hukum itu.

Rencana interpelasi (hak meminta penjelasan pemerintah) DPRD DKI Jakarta terhadap Gubernur Jokowi yang semula sempat mencuat namun kemudian dibatalkan karena serangan opini negatif terhadap rencana interpelasi itu. Belakangan mulai ditemukan banyak penyimpangan dan dugaan kuat telah terjadinya korupsi ratusan miliar di Program KJS tersebut.
Penyimpangan pada Program KJS tersebut mulai dari dasar hukum yang cacat, mekanisme penyaluran yang tidak jelas mekanisme dan pertanggungjawabannya, sampai pada pelanggaran dalam bentuk penunjukan langsung rekanan asuransi Pemda DKI yang menjamin pelaksanaan Program KJS ini. "Kerugian negara atas program KJS yang amburadul ini diperkirakan ratusan miliar", ujar seorang anggota DPRD DKI dari komisi E kepada Asatunews.com Senin kemarin (2/9). DPDR DKI Jakarta juga telah mendesak KPK agar mengusut dugaan korupsi besar - besaran di Program KJS yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jokowi dan kroni - kroninya.
http://asatunews.com/berita-6964-dug...ta-sehat-.html

Korupsi Dana CSR Perusahaan:
Ada yang Mau Laporkan soal Ahok Center ke KPK
Senin, 19 Agustus 2013 | 08:31 WIB

[imagetag]
Spanduk Ahok Center di Apartemen Juanda, Jakarta Pusat. | Kompas.com/Kurnia Sari Aziza

JAKARTA, KOMPAS.com - LSM Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) menyatakan akan melaporkan dugaan kolusi Ahok Center yang dilibatkan dalam penyaluran CSR kepada KPK. Direktur Eksekutif KP3I, Tom Pasaribu mengatakan Basuki sebaiknya tidak melibatkan Ahok Center langsung dalam pendistribusian bantuan CSR. "Penunjukkan Ahok Center menjadi pengawas ini sudah ada indikasi korupsi. Dalam peraturan perundang-undangan, CSR tidak boleh dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Begitu juga kalau akan dikelola oleh Pemprov DKI, CSR itu harus masuk dalam APBD dan disetujui oleh DPRD," kata Tom.

Tom juga mengatakan, penujukan ini melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas serta Undang-undang No 70 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. "Saat ini kami sedang menyusun bukti-bukti tentang kasus Ahok Center. Mudah-mudahan pekan depan kami kami akan langsung melaporkannya kepada KPK," jelas Tom.

Ahok Center ditunjuk langsung oleh Basuki Tjahaja Purnama untuk mengawasi pendistribusian barang di Rusun Marunda yang merupakan barang-barang hasil CSR dari belasan perusahaan. Basuki mengatakan penunjukan itu dilakukan karena ia tidak percaya dengan jajaran Dinas Perumahan. "Siapa yang mau membantu kami awasi rusun itu? Kalau UPT rusun tidak bisa dipercaya, ya tentu relawan lamalah," katanya.
http://megapolitan.kompas.com/read/2....Center.ke.KPK

"Semoga Jokowi-Ahok Gunakan Dana CSR Tepat Guna"
Senin, 22 Juli 2013 | 08:41 WIB

[imagetag]
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membuka workshop Corporate Social Responsibility (CSR) dalam program perbaikan kampung dan pemukiman kumuh. Dalam acara tersebut, Jokowi juga menandatangani Memorandum Of Understanding (MoU) bersama tujuh perusahaan baik BUMD, BUMN, swasta, dan developer, di Balaikota Jakarta, Senin (17/12/2012). KOMPAS.com/KURNIA SARI AZIZA

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian dana Corporate Social Respinsibility (CSR) kepada dinas-dinas di Pemprov DKI Jakarta dinilai sebagai kesalahan. Meski begitu, diharapkan dana tersebut tidak sampai jadi bancakan korupsi. Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, perusahaan swasta sudah pasti mengerti bahwa dalam Undang-undang No 40 tahun 2007 Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas, perusahaan swasta tidak perlu menyalurkan CSR ke masyarakat dengan memberikannya ke pemerintah. Sehingga cara pemberian dana CSR ini jelas melanggar UU tersebut. Dia pun mengatakan sudah dipastikan ada deal-deal tertentu yang dibicarakan antara penentu kebijakan di Jakarta dan perusahaan swasta. "Biasanya perusahaan tidak mau karena di UU, tidak ada kewajiban perusahaan menyerahkan dana untuk masuk APBD. Pasti ada hasil negosiasi, nanti saya kasih ini deh, kasih fasilitas ini. Bisa saja, kan? Tidak ada orang yang tahu kecuali mereka. Itu sudah biasa di bisnis," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (20/7/2013).

Agus menjelaskan, CSR dari sebuah perusahaan swasta adalah kebijakan yang ditentukan sendiri oleh perusahaan itu. Akan digunakan dalam bidang apa CSR tersebut, perusahaanlah yang berhak. Oleh sebab itu, tidak ada alasan dana CSR harus dikelola terlebih dahulu oleh pemerintah. "Karena jika masuk APBD, jangan-jangan alokasinya bukan untuk kegiatan ke masyarakat, tapi misalnya untuk SPJ atau tambahan beli baju, kan repot. Karena jika sudah masuk APBD bisa digunakan untuk apa saja," ungkapnya.

Namun demikian, lanjut Agus, walaupun CSR di Jakarta disalurkan dengan cara yang salah, dia berharap tidak ada penyelewengan dana. Menurutnya, semoga saja dana CSR dapat tepat sasaran dan tidak ada kebijakan Pemprov DKI yang ditentukan oleh kepentingan perusahaan maupun untuk hal-hal yang lain. "Semoga Jokowi-Ahok tidak menggunakan dana-dana itu untuk kegiatan tidak berguna lalu dikorupsi," harapnya. Untuk diketahui, sejauh ini ada tujuh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diketahui menggunakan dana CSR untuk kegiatan mereka, yaitu Dinas PU, Dinas Kebersihan, Dinas Perumahan, Dinas UMKM, Dinas Energi, Dinas Pertamanan, dan Dinas Pendidikan. Ketujuh dinas itu telah melaporkan dana CSR yang mereka gunakan ke Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
http://megapolitan.kompas.com/read/2...SR.Tepat.Guna.

---------------------------

[imagetag]

Kalau ada kejahatan ditutup-tutupi, itu namanya berkolaborasi dengan kejahatan itu sendiri. Seharusnya diungkap jelas saja, ke Pengadilan, agar tidak ada fitnah di antara kita


[imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive