SITUS BERITA TERBARU

Sarimin Beraksi Sarimin Dieksploitasi

Thursday, October 24, 2013
[img][imagetag][/img]
JAKARTA - Hentakan keras rantai besi yang melilit leher, menyadarkan Jek untuk segera beraksi di'panggung'. Diiringi musik yang berasal dari gendang dan gamelan sederhana, Jek mulai berguling, tiarap, melompat, dan berdiri.

Sesekali Jek menahan rantai yang melilit lehernya dengan tangannya, saat rantai itu ditarik paksa majikannya. Sesekali, Jek melakukan pemberontakan kecil dengan menunjukan wajah marah seperti hendak menerkam para penontonnya. Namun, kembali Jek yang beraksi dengan menggunakan kaos bola bertuliskan Ronaldo dan sepatu kecil yang terlihat mengganggu pergerakan kakinya, harus menuruti perintah. Segera Jek menaiki sepeda motor mainan berbahan kayu, memakai topeng, mendorong gerobak yang telah disediakan dan melakukan beberapa atraksi lain.

Beberapa anak-anak kecil tersenyum memamerkan gigi mereka melihat kelakuan Jek, beberapa juga menyeringitkan dahi menunjukan rasa iba dengan perlakuan sang majikan kepada Jek. Itulah raut muka yang ditampilkan saat menonton pertunjukan topeng monyet jalanan.

Jek adalah nama yang diberikan kepada seekor monyet berumur dua tahun. Primata yang seharusnya bergerak dan hidup di alam bebas, kini terpaksa mengikuti perintah demi meraup rejeki untuk menghidupi majikannya. Sang majikan berkilah hentakan rantai tersebut tidak menyakitinya, namun hal itu terlihat sebaliknya.

Usai beraksi, Jek ditarik paksa mengikuti sang majikan untuk berpindah ke tempat lainnya. Terkadang Jek dimasukan ke dalam kandang yang terbuat dari kotak yang juga digunakan sebagai tempat menyimpan berbagai peralatan pendukung atraksi. Hanya ada lubang kecil yang sengaja dibuat di kotak itu untuk memastikan Jek tidak kehabisan udara di dalamnya.

Atraksi topeng monyet jalanan merupakan hiburan bagi warga menengah ke bawah. Dari kampung ke kampung mereka menggelar panggung sederhana, berharap para penontonnya melemparkan sedikit uang receh sebagai rasa terimakasih karena telah terhibur. Dari uang receh itu pula para pengamen topeng monyet menghidupi keluarganya.

Asep Supriatno (21) salah satu pengamen topeng monyet mengaku baru menjalani pekerjaan tersebut sejak tiga bulan lalu. Ia terpaksa memakai monyet sebagai mata pencahariaanya sejak bisnis jual gorengannya merugi karena kehabisan modal.

Dalam satu hari, Asep yang mendapatkan penghasilan sebesar Rp 70 ribu itu harus pintar-pintar membagi uang tersebut untuk kehidupan sehari-harinya. Untuk biaya makan Asep harus mengeluarkan uang sebesar 30 ribu, belum untuk biaya makanan Jek dan setoran ke bos pemilik monyet. Ia juga harus pintar menabung demi mengirimkan uang kepada keluarganya di kampung. Istri serta anak semata wayangnya yang berumur dua tahun di Cirebon berharap banyak dari penghasilan Asep sebagai pengamen topeng monyet.

Asep bukan pemilik Jek, ia hanya menyewa Jek untuk mengamen dengan biaya sewa Rp 15 ribu setiap harinya. Pendapatannya juga tidak menentu, salah satunya tergantung cuaca. Jika sedang cerah terutama saat akhir pekan pendapatannya akan bertambah. Sebaliknya, jika hujan turun Asep terpaksa gigit jari, untuk menutupi setoran pun terkadang tak cukup.

Untuk mengejar setoran, Asep memilih menggelar panggung hingga ke Bogor, Jawa Barat. Perkampungan itu dinilai lebih banyak penonton dan penyumbangnya. Namun tidak jarang ia juga menggelar 'panggung' untuk Jek di persimpangan jalan di Jakarta. Pagi hari, Asep memulai aktifitasnya, Jek mulai menampilkan aksinya saat gendang ditabuhkan. Seharian Asep dan Jek harus terus menggelar pertunjukan itu. Saat matahari mulai terbenam, Asep memutuskan untuk pulang ke suatu tempat yang disebut rumah.

Sebutan rumah terlihat tidak layak untuk tempat yang dihuninya. Rumah yang dimaksud Asep adalah sebuah kamar petakan yang dibangun dari kayu seadanya di bantaran Kanal Banjir Timur (KBT) Jakarta Timur. Tak hanya sendiri, kamar petakan ini diisi oleh enam orang teman yang juga berprofesi sebagai pengamen topeng monyet. Kamar berukuran sekira 3x3 meter itu tepat berada di samping kandang monyet. Asep dan teman-temannya seolah tak peduli dengan bau busuk yang berasal dari kotoran monyet.

Kamar yang terletak di perkampungan kumuh di Kampung Besar, Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur tersebut disediakan gratis oleh sang pemilik monyet. Kampung itu dikenal orang sekitar dengan sebutan Kampung Monyet. Sebutan ini lantaran sebagian besar penghuni kampung tersebut berprofesi sebagai pengamen topeng monyet.

"Saya juga sebenarnya kasihan dengan monyetnya, tapi sebenarnya saya tidak menyakiti dan memaksa monyetnya, saya merawatnya dengan baik," kata Asep saat berbincang dengan Okezone di Kampung Monyet, Rabu (23/10/2013).

Perawatan Monyet.

Khoirunisa (29) pemilik monyet yang disewa Asep dan kawan-kawan mengaku rutin memberikan perawatan pada 10 monyet miliknya. Pada pagi hari, sebelum memulai aktifitas mengamen, monyet-monyet itu diberi makan berupa segelas susu dan vitamin minyak ikan. Makanan ini diberikan agar para monyet memiliki energi untuk beratraksi. Untuk 10 ekor monyet, biaya makan pagi hari menghabiskan Rp 30 ribu. Pengeluaran sebesar itu tentu tidak membuat rugi Khoirunisa, pasalnya, pendapatan yang didapat dari menyewakan 10 monyet sebesar Rp 150 ribu setiap harinya.

"Saya beli monyet-monyet ini sudah terlatih, kisaran harganya Rp 1,5 hingga Rp 3 juta. Tergantung atraksi yang dikuasai monyetnya," ujar wanita yang akrab dipanggil Mbak Ncus itu.

Untuk biaya makan siang dan malam monyet menjadi tanggung jawab penyewa monyet. Bahkan, jika monyetnya terlihat lemas dan tidak aktif seperti biasa, para penyewa monyet berinisiatif memberikan Jamu yang dicampur dengan kuning telor ayam kampung.

Setiap tiga bulan, monyet tersebut dibawa ke dokter hewan untuk diberikan suntikan kesehatan. Untuk suntik rabies, Ncus mengaku rutin memberikannya setiap satu tahun sekali.

"Kalau suntikan kesehatan bayarnya Rp 50 ribu, untuk suntikan rabies Rp 100 ribu," ungkap wanita yang telah menggeluti bisnis sewa monyet selama dua tahun itu.

Penertiban Topeng Monyet

Gubernur DKI, Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan Jakarta bebas topeng monyet pada 2014. Untuk mewujudkan rencana tersebut Pemprov DKI berencana membeli seluruh monyet milik pengamen topeng monyet untuk dirawat di Taman Margasatwa Ragunan, sementara pengamennya dibina dan diberi pelatihan agar beralih ke usaha yang lain.

Jokowi beralasan, monyet adalah binatang yang harus dilindungi dan dikembalikan ke habitatnya atau masuk ke kawasan konservasi. Tidak boleh ada pihak-pihak yang menyiksa monyet untuk melakukan atraksi demi mendapatkan uang. Keberadaan topeng monyet di jalan juga dianggap mengganggu ketertiban umum. Karena membuat pengguna jalan. Selain itu, dikhawatirkan monyet-monyet tersebut rentan dengan penularan penyakit.

Rencana ini segera ditindaklanjuti. Para petugas dari Suku Dinas Peternakan dan Perikanan yang ada di lima wilayah Ibukota dibantu Satpol PP segera menyisir dan merazia para pengamen topeng monyet ke berbagai titik terutama perempatan jalan utama yang sering dijadikan sebagai 'panggung' untuk mengeksploitasi binatang primata tersebut.

Namun, rencana tersebut justru dinilai 'membunuh' para pengamen topeng monyet. Tiga hari sudah Asep dan kawan-kawannya bersembunyi di rumah. Tidak ada aktifitas pengamen yang biasa dilakukannya. Mereka berhenti mengamen untuk sementara karena takut terjaring razia.

Asep menceritakan saat dirinya pernah terjaring razia Gepeng oleh Satpol PP satu bulan lalu. Tidak hanya kehilangan peralatan pertunjukannya, Asep juga kehilangan uang hasil jerih payahnya hari itu.

Saat itu Asep berhasil melarikan diri saat hendak dibawa ke panti sosial untuk dibina. Namun, uang hasil jerih payahnya terjatuh dan diambil oleh petugas."Saya kabur bawa monyet, duit saya diambil semua," ungkapnya.

Asep sengaja kabur dari tangkapan petugas, karena berdasarkan pengalaman teman-temannya yang telah tertangkap sebelumnya, petugas tersebut meminta uang tebusan ratusan ribu rupiah jika ingin dibebaskan. Para pengamen itu mengaku tidak dibina, hanya dipenjarakan.

"Bagaimana keluarga kita yang menunggu di rumah, pendapatan sehari-hari untuk makan kalau kita dikurung istri dan anak tidak bisa makan," paparnya.

Secara gamblang mereka mengaku setuju dengan rencana penertiban topeng monyet itu. Namun mereka berharap pemerintah menyediakan lapangan kerja permanen sebelum menjalankan rencana penertiban. Sang pemilik monyet pun menginginkan ganti rugi monyet-monyet yang ditangkap.

"Kita maunya sih dikasih kerja, kerja apapun kami mau, tidak apa kalau pekerjaan kasar misalnya kuli bangunan atau penyapu jalan. Kami ini orang bodoh, tidak lulus sekolah, kami sebenarnya mau punya kerjaan tetap tapi kan tidak punya ijasah. Yang penting kerjaannya permanen, tidak cuma sebulan dua bulan terus tidak ada kerjaan lagi," harap Asep.

Asep rela berpisah dengan primata kesayangannya jika hal tersebut terlaksana. Asep berjanji akan bekerja sungguh-sungguh jika lapangan kerja yang dijanjikan Jokowi dapat menjadikan kehidupan lebih baik. Asep merasa Jek dan kumpulan monyet lainnya yang menjadi korban atraksi pun akan menemukan rumah sesungguhnya dan kembali berkumpul bersama habitatnya.


SUMBER
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive