Bank Indonesia:
Utang Luar Negeri Indonesia Rp2.850 Triliun
Jumlah utang per Agustus itu turun 0,9 persen dibanding Juli 2013.
Senin, 21 Oktober 2013, 19:32
VIVAnews - Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia pada Agustus 2013 mencapai US$257,3 miliar, atau sekitar Rp2.850 triliun. Jumlah tersebut turun 0,9 persen dibandingkan posisi Juli 2013 sebesar US$259,61 miliar. Sejalan dengan itu, pertumbuhan tahunan utang luar negeri pada Agustus 2013 tercatat 6,6 persen (yoy), atau melambat dibandingkan Juli 2013 sebesar 7,4 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Difi A Johansyah, menilai, tren menurunnya pertumbuhan utang luar negeri Indonesia tersebut sejalan dengan tren melambatnya perekonomian domestik. "Pelambatan pertumbuhan utang luar negeri Indonesia pada periode laporan, terutama disebabkan oleh pelambatan pertumbuhan utang luar negeri publik," ujar Difi dalam keterangan tertulis, Senin 21 Oktober 2013.
Utang luar negeri publik pada Agustus 2013 tumbuh 2,5 persen (yoy), atau lebih rendah dibanding Juli 2013 sebesar 5,1 persen (yoy), sehingga pada akhir Agustus 2013 tercatat US$122,07 miliar. Sementara itu, utang luar negeri swasta tumbuh 10,5 persen (yoy), atau sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan Juli 2013 sebesar 9,6 persen (yoy), sehingga pada akhir Agustus 2013 tercatat sebesar US$135,23 miliar.
Berdasarkan jangka waktu, ia menjelaskan, pelambatan utang luar negeri publik terjadi baik pada utang jangka pendek maupun jangka panjang. Pertumbuhan utang luar negeri publik jangka pendek menurun dari 66,6 persen (yoy) pada Juli 2013 menjadi 57,0 persen (yoy), sehingga tercatat US$15,18 miliar pada Agustus 2013.
Sementara itu, posisi utang luar negeri publik jangka panjang menurun 2,3 persen (yoy) dibandingkan Juli 2013 (0,4 persen), sehingga pada akhir Agustus tercatat sebesar US$106,89 miliar. "Komposisi utang luar negeri Indonesia pada Agustus 2013 berdasarkan jangka waktu pinjaman didominasi utang luar negeri jangka panjang, yaitu sebesar 79 persen dari total utang, sedangkan sisanya merupakan utang jangka pendek," kata Difi.
Ia menyebutkan, dari sisi komposisi valuta, utang luar negeri Indonesia sebagian besar bervaluta dolar AS sebanyak 68,9 persen, sedangkan jenis valuta yen Jepang mencapai 12,6 persen, dan sisanya terdiri atas berbagai jenis valuta. Berdasarkan kelompok peminjam, utang luar negeri swasta lebih banyak dilakukan oleh korporasi nonbank, yaitu mencapai US$112,44 miliar atau 83,1 persen dari total utang swasta, sedangkan sisanya US$22,79 miliar merupakan utang luar negeri bank.
Untuk kelompok kreditornya, utang luar negeri korporasi nonbank sebagian berasal dari perusahaan induk dan afiliasinya yang pada akhir Agustus 2013 mencapai US$35,22 miliar. Sementara itu, utang luar negeri bank yang berasal dari perusahaan induk dan afiliasinya mencapai US$7,7 miliar. Sementara itu, kategori jangka waktunya, utang luar negeri korporasi nonbank didominasi utang jangka panjang, yaitu mencapai 79,4 persen dari total utang luar negeri korporasi nonbank. Utang luar negeri bank, umumnya jangka pendek, yaitu 69,4 persen, yang sebagian besar berbentuk pembiayaan perdagangan internasional
http://bisnis.news.viva.co.id/news/r...p2-850-triliun
Oktober 2013 Total Utang Indonesia Mencapai Rp 2.276,89 Triliun
November 24, 2013.
Surat-Utang-IndonesiaJAKARTA � Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Indonesia mengalami lonjakan Rp 3,13 triliun selama periode Oktober 2013. Melansir data yang diterbitkan DJPU, Minggu (24/10/2013), total utang Indonesia pada Oktober naik ke Rp2.276,89 triliun dari posisi September sebesar Rp 2.273,76 triliun. Namun, nilai tukar Rupiah tercatat menguat dari Rp 11.613 per USD menjadi Rp 11.234 per USD. Jika dilihat secara year-to-date (YtD) dari 2012, maka utang tersebut mengalami kenaikan Rp299,18 triliun dari posisi pada 2012 sebesar Rp 1.977,71 triliun.
Utang tersebut didominasi penerbitan obligasi alias surat berharga negara (SBN) yang mengalami kenaikan sebesar dari Rp1.590,23 triliun pada akhir September, menjadi Rp1.618,53 triliun pada akhir Oktober ini. Adapun obligasi tersebut terdiri dari denominasi Rupiah sebesar Rp1.251,46 triliun dan denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp367,07 triliun. Di sisi lain, pinjaman negara juga naik ke Rp658,37 triliun. Dengan pinjaman luar negeri tercatat mengalami penurunan dari Rp681,70 triliun pada akhir September, menjadi Rp656,48 triliun pada akhir September.
Pinjaman luar negeri tersebut berasal dari pinjaman bilateral sebesar Rp370,47 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp253,91 triliun, pinjaman komersial sebesar Rp31,76 triliun, dan suppliers sebesar Rp340 miliar. Sedangkan pinjaman dari dalam negeri naik ke Rp1,88 triliun.
http://platmerah.co.id/2013/11/24/to...ang-indonesia/
Indonesia Hutang Lagi Rp 345 Triliun
Selasa, 29 Oktober 2013 14:37 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana utang pemerintah pusat pada tahun 2014 mencapai Rp 345 triliun. Senilai Rp 205 triliun ditarik melalui penerbitan surat berharga negara guna menutup defisit fiskal tahun 2014. Sisanya sekitar Rp 140 triliun adalah utang untuk melunasi utang yang jatuh tempo.Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (28/10/2013), menyatakan, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) bruto tahun 2014 adalah Rp 345 triliun. Jika asumsi kurs adalah Rp 10.500 per dollar AS, target penerbitan SBN bruto tahun 2014 adalah 32,8 miliar dollar AS. �Kami belum menetapkan berapa persisnya (SBN valuta asing) karena angka target penerbitan SBN baru disahkan Jumat pekan lalu. Kami akan buat strateginya dulu. Namun, prinsipnya adalah maksimal 20 persen dari penerbitan SBN bruto 32,8 miliar dollar AS atau sama dengan 6,5 miliar dollar AS,� kata Robert.
Komposisi utang yang akan ditarik, kata Robert, sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Sumber penerbitan SBN terutama berasal dari Surat Utang Negara (SUN). SUN akan didominasi oleh SUN rupiah. Sisanya berupa surat utang global dalam dollar AS dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). SBN lainnya adalah sukuk rupiah yang dilelang per dua minggu sekali, global sukuk, dan sukuk ritel (sukri). �Berapa detailnya masing-masing belum bisa disampaikan karena strategi belum difinalkan,� kata Robert.
Terkait dengan sukuk berbasis proyek, Robert mengatakan, ada tiga proyek senilai total Rp 1,5 triliun. Pertama adalah proyek rel ganda untuk kereta api jurusan Cirebon-Kroya di Jawa Tengah yang merupakan kelanjutan dari proyek yang sudah dimulai pada tahun 2013. Kedua adalah pembangunan asrama haji untuk Kementerian Agama. Ketiga adalah elektrifikasi salah satu jalur kereta api di Pulau Jawa. Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menyatakan, penarikan utang dilakukan menggunakan prinsip efisien biaya, tidak mengikat, dan menyesuaikan dengan kebutuhan belanja. Oleh karena itu, rencana penyerapan anggaran yang disusun kementerian dan lembaga negara mesti realistis. �Termasuk perkiraan penerimaan tahun 2014 akan menentukan besarnya kebutuhan pembiayaan (utang) per bulan. Dari situlah dilihat apakah SBN rupiah atau valas dan bagaimana komposisinya,� kata Anny.
Posisi total utang pemerintah pusat per 30 September 2013 mencapai Rp 2.274 triliun. Ini terdiri dari pinjaman senilai Rp 684 triliun dan penerbitan SBN senilai Rp 1.590 triliun. Dari total utang yang jatuh tempo pada tahun 2014, sebanyak 33 persen berupa pinjaman dan 67 persen berupa penerbitan SBN.
http://kaltim.tribunnews.com/2013/10...rp-345-triliun
"Mati surinya" gaung penangkapan buron BLBI
Kamis, 10 Oktober 2013 02:43 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Pada 17 Oktober 2006, Jaksa Agung saat itu, Abdul Rahman Saleh meluncurkan secara resmi penayangan 14 wajah koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Wajah pertama yang ditampilkan adalah Sudjiono Timan, terpidana korupsi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) yang belakangan namanya mencuat kembali pasca-diputus bebas melalui Peninjauan Kembali (PK). Saat ini, di bulan yang sama tujuh tahun kemudian, bagaimanakah kabarnya gaung penayangan 14 koruptor itu?, "mati suri"kah gaung itu atau hanya akan dimunculkan pada saat-saat "darurat" saja untuk menaikkan citra. Wallahualam!.
Yang jelas, sampai sekarang masih bisa dihitung dengan jari buron BLBI yang berhasil ditangkap, ironisnya buron koruptor Sudjiono Timan masih bisa-bisanya mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung tanpa kehadirannya dan fatalnya lagi permohonan PK itu dikabulkan dan bebaslah dia. Kasus itu menunjukkan semakin carut-marutnya peradilan di Tanah Air.
Satu buron BLBI, Sherny Kojongian dibawa ke Tanah Air setelah ditangkap Interpol di San Francisco, Amerika Serikat. Ia diterbangkan ke Indonesia tahun lalu. Adrian Kiki Ariawan, kasus BLBI Bank Surya saat ini proses ekstradisinya masih ditangani High Court Australia atau setara Mahkamah Agung (MA) di Indonesia. Ke-14 buron korupsi BLBI yang ditayangkan itu, yakni, Sudjiono Timan (Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)), Eko Edi Putranto (Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)), Samadikun Hartono (Presdir Bank Modern), Lesmana Basuki (Kasus BLBI), Sherny Kojongian (Direksi BHS), Hendro Bambang Sumantri (Kasus BLBI), Eddy Djunaedi (Kasus BLBI), Ede Utoyo (Kasus BLBI), Toni Suherman (Kasus BLBI), Bambang Sutrisno (Wadirut Bank Surya), Andrian Kiki Ariawan (Direksi Bank Surya), Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani (Kasus BLBI), Nader Taher (Dirut PT Siak Zamrud Pusako), dan Dharmono K Lawi (Kasus BLBI).
Satu lagi lelucon baru, yakni, berkurangnya jumlah buron BLBI di dalam laman Kejagung menjadi empat orang, kemanakah sisanya? Apakah memang ada kesalahan teknologi laman itu.
Keempat buron itu yakni Eko Edi Putranto (Mantan Komisaris PT BHS), Hendro Bambang Sumantri (Pensiunan Departemen Perdagangan RI), Lesmana Basuki (Presiden Direktur PT Sejahtera Bank Umum (PT SBU)), dan Samadikun Hartono (Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk), dan Hary Matalata (Direktur PD Pooja dan PT Devi Pooja Kumari), ditambah dua buron baru kasus Century Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvy.
Sedangkan Wakil Jaksa Agung (Waja) saat itu, Dharmono pada 13 Juni 2012 menyebutkan masih ada 23 buron BLBI yang belum ditangkap pascadipulangkannya satu buron BLBI, Sherny Kojongian ke Tanah Air, setelah ditangkap Interpol di San Francisco, AS.
Konon alat sadap yang dimiliki Kejagung itu memiliki kecanggihan di atas milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali lagi bagaimana hasilnya?, adalah yang ditangkap hanya buron korupsi kelas teri saja bukan buron kelas kakap.
Karena itu, tidaklah mengherankan jika Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan berkurangnya jumlah buron koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di dalam laman Kejaksaan Agung. "Yang jelas kami mempertanyakan itu, karena sampai sekarang kejaksaan tidak pernah terbuka soal berapa buron koruptor yang masih diburu," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho.
Emerson menambahkan, Kejaksaan harus memberikan penjelasan publik mengenai berkurangnya jumlah buron koruptor itu, dan harus terbuka secara gamblang atau secara resmi sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang masih diburu sampai sekarang. "Kami meminta Kejagung terbuka menjelaskan sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang belum ditangkap," ucapnya, menegaskan.
Bahkan, ia menduga Kejagung sudah menghentikan kasus penyidikan sejumlah buron koruptor itu, tanpa memberitahukan ke publik. Karena itu, pihaknya menilai Kejagung tidak serius di dalam pengejaran para koruptor tersebut, salah satunya saat kami meminta "up date" (diperbarui) jumlah buronan koruptor beberapa waktu lalu, sampai sekarang tidak ditanggapi. "Sampai sekarang permintaan up date jumlah sesungguhnya buronan koruptor yang belum ditangkap, belum dipenuhi sama sekali," katanya.
Semula, menurut dia, jika sudah ada data yang jelas jumlahnya berapa maka akan disamakan dengan jumlah yang dimiliki oleh ICW. Ia juga menyoroti soal hasil tangkapan buronan korupsi oleh kejaksaan sejak berdirinya "Monitoring Center" atau alat sadap pada Juli 2011, bukannya kelas kakap. "Kita sayangkan buronan korupsi yang ditangkap itu bukannya kelas kakap," ujarnya.
Hal serupa ditanyakan pula oleh LSM Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) soal keseriusan Kejaksaan Agung dalam pengejaran buron korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. "Pasalnya sampai sekarang terlihat tidak serius dalam pengejarannya," kata Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman. Ditambahkan, kenyataannya saat ini buron korupsi yang ditangkap oleh Kejagung hanya buron kelas teri saja atau tidak ada buron skala besar seperti kasus BLBI. Ia juga mempertanyakan soal jumlah sesungguhnya buron BLBI yang sampai sekarang belum tertangkap.
Versi Kejagung
Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung telah berhasil menangkap sebanyak 100 buronan kejaksaan terhitung sejak berdirinya "Monitoring Center" atau alat sadap pada Juli 2011, antara lain karena canggihnya alat penyadap yang digunakan tersebut. "Seratus buronan sudah ditangkap," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi pada 20 September 2013.
Rinciannya pada Juli sampai akhir 2011 ditangkap delapan buronan, Januari sampai Desember 2012 sebanyak 50 orang dan Januari 2013 sampai sekarang sebanyak 32 orang. Keberhasilan menangkap 100 buronan koruptor selama tiga tahun terakhir ini, menunjukkan berapa pentingnya keberadaan monitoring center dalam memenuhi kebutuhan sistem intelijen. (
http://www.antaranews.com/berita/399...pan-buron-blbi
--------------------------------
Kasus skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menyisakan ketidakadilan yang berkepanjangan bagi rakyat Indonesia. Kalau ditotal, dana BLBI yang dirampki mencapai 600 trilyun rupiah, dan kalau berikut bunganya, duit BLBI yang lenyap itu mencapai hampir 700 trilyun lebih. Ityu artinya seperempat total utang nasional saat ini (yang menurut BI mencapai sekitar 2.700 trilyun rupiah per Agsutus 2013). Melalui skema penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan eks BLBI pada 1998, pemerintah lewat APBN "memaksakan" pajak rakyat miskin yang tidak bersalah digunakan untuk membayar utang ratusan triliun rupiah orang kaya pengemplang BLBI. Setiap tahun rakyat membayar subsidi bunga obligasi rekap 80 triliun rupiah hingga jatuh tempo dan menebus pokok obligasi itu pada 2033 yang kemudian diperpnjang lagi menjadi 2043.
Utang BLBI itu juga dinilai sebagai biang keladi membengkaknya utang negara hingga empat kali lipat sejak 1998 menjadi 2.000 triliun rupiah. Selama ini, pemerintah dan DPR mengabaikan desakan rakyat agar membuat kebijakan untuk membebaskan APBN dari kewajiban obligasi rekap warisan BLBI. Publik menilai haram hukumnya pajak rakyat digunakan terus-menerus untuk menyubsidi bankir pengemplang BLBI yang kini makin kaya raya.
Utang Luar Negeri Indonesia Rp2.850 Triliun
Jumlah utang per Agustus itu turun 0,9 persen dibanding Juli 2013.
Senin, 21 Oktober 2013, 19:32
VIVAnews - Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia pada Agustus 2013 mencapai US$257,3 miliar, atau sekitar Rp2.850 triliun. Jumlah tersebut turun 0,9 persen dibandingkan posisi Juli 2013 sebesar US$259,61 miliar. Sejalan dengan itu, pertumbuhan tahunan utang luar negeri pada Agustus 2013 tercatat 6,6 persen (yoy), atau melambat dibandingkan Juli 2013 sebesar 7,4 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Difi A Johansyah, menilai, tren menurunnya pertumbuhan utang luar negeri Indonesia tersebut sejalan dengan tren melambatnya perekonomian domestik. "Pelambatan pertumbuhan utang luar negeri Indonesia pada periode laporan, terutama disebabkan oleh pelambatan pertumbuhan utang luar negeri publik," ujar Difi dalam keterangan tertulis, Senin 21 Oktober 2013.
Utang luar negeri publik pada Agustus 2013 tumbuh 2,5 persen (yoy), atau lebih rendah dibanding Juli 2013 sebesar 5,1 persen (yoy), sehingga pada akhir Agustus 2013 tercatat US$122,07 miliar. Sementara itu, utang luar negeri swasta tumbuh 10,5 persen (yoy), atau sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan Juli 2013 sebesar 9,6 persen (yoy), sehingga pada akhir Agustus 2013 tercatat sebesar US$135,23 miliar.
Berdasarkan jangka waktu, ia menjelaskan, pelambatan utang luar negeri publik terjadi baik pada utang jangka pendek maupun jangka panjang. Pertumbuhan utang luar negeri publik jangka pendek menurun dari 66,6 persen (yoy) pada Juli 2013 menjadi 57,0 persen (yoy), sehingga tercatat US$15,18 miliar pada Agustus 2013.
Sementara itu, posisi utang luar negeri publik jangka panjang menurun 2,3 persen (yoy) dibandingkan Juli 2013 (0,4 persen), sehingga pada akhir Agustus tercatat sebesar US$106,89 miliar. "Komposisi utang luar negeri Indonesia pada Agustus 2013 berdasarkan jangka waktu pinjaman didominasi utang luar negeri jangka panjang, yaitu sebesar 79 persen dari total utang, sedangkan sisanya merupakan utang jangka pendek," kata Difi.
Ia menyebutkan, dari sisi komposisi valuta, utang luar negeri Indonesia sebagian besar bervaluta dolar AS sebanyak 68,9 persen, sedangkan jenis valuta yen Jepang mencapai 12,6 persen, dan sisanya terdiri atas berbagai jenis valuta. Berdasarkan kelompok peminjam, utang luar negeri swasta lebih banyak dilakukan oleh korporasi nonbank, yaitu mencapai US$112,44 miliar atau 83,1 persen dari total utang swasta, sedangkan sisanya US$22,79 miliar merupakan utang luar negeri bank.
Untuk kelompok kreditornya, utang luar negeri korporasi nonbank sebagian berasal dari perusahaan induk dan afiliasinya yang pada akhir Agustus 2013 mencapai US$35,22 miliar. Sementara itu, utang luar negeri bank yang berasal dari perusahaan induk dan afiliasinya mencapai US$7,7 miliar. Sementara itu, kategori jangka waktunya, utang luar negeri korporasi nonbank didominasi utang jangka panjang, yaitu mencapai 79,4 persen dari total utang luar negeri korporasi nonbank. Utang luar negeri bank, umumnya jangka pendek, yaitu 69,4 persen, yang sebagian besar berbentuk pembiayaan perdagangan internasional
http://bisnis.news.viva.co.id/news/r...p2-850-triliun
Oktober 2013 Total Utang Indonesia Mencapai Rp 2.276,89 Triliun
November 24, 2013.
Surat-Utang-IndonesiaJAKARTA � Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Indonesia mengalami lonjakan Rp 3,13 triliun selama periode Oktober 2013. Melansir data yang diterbitkan DJPU, Minggu (24/10/2013), total utang Indonesia pada Oktober naik ke Rp2.276,89 triliun dari posisi September sebesar Rp 2.273,76 triliun. Namun, nilai tukar Rupiah tercatat menguat dari Rp 11.613 per USD menjadi Rp 11.234 per USD. Jika dilihat secara year-to-date (YtD) dari 2012, maka utang tersebut mengalami kenaikan Rp299,18 triliun dari posisi pada 2012 sebesar Rp 1.977,71 triliun.
Utang tersebut didominasi penerbitan obligasi alias surat berharga negara (SBN) yang mengalami kenaikan sebesar dari Rp1.590,23 triliun pada akhir September, menjadi Rp1.618,53 triliun pada akhir Oktober ini. Adapun obligasi tersebut terdiri dari denominasi Rupiah sebesar Rp1.251,46 triliun dan denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp367,07 triliun. Di sisi lain, pinjaman negara juga naik ke Rp658,37 triliun. Dengan pinjaman luar negeri tercatat mengalami penurunan dari Rp681,70 triliun pada akhir September, menjadi Rp656,48 triliun pada akhir September.
Pinjaman luar negeri tersebut berasal dari pinjaman bilateral sebesar Rp370,47 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp253,91 triliun, pinjaman komersial sebesar Rp31,76 triliun, dan suppliers sebesar Rp340 miliar. Sedangkan pinjaman dari dalam negeri naik ke Rp1,88 triliun.
http://platmerah.co.id/2013/11/24/to...ang-indonesia/
Indonesia Hutang Lagi Rp 345 Triliun
Selasa, 29 Oktober 2013 14:37 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana utang pemerintah pusat pada tahun 2014 mencapai Rp 345 triliun. Senilai Rp 205 triliun ditarik melalui penerbitan surat berharga negara guna menutup defisit fiskal tahun 2014. Sisanya sekitar Rp 140 triliun adalah utang untuk melunasi utang yang jatuh tempo.Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (28/10/2013), menyatakan, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) bruto tahun 2014 adalah Rp 345 triliun. Jika asumsi kurs adalah Rp 10.500 per dollar AS, target penerbitan SBN bruto tahun 2014 adalah 32,8 miliar dollar AS. �Kami belum menetapkan berapa persisnya (SBN valuta asing) karena angka target penerbitan SBN baru disahkan Jumat pekan lalu. Kami akan buat strateginya dulu. Namun, prinsipnya adalah maksimal 20 persen dari penerbitan SBN bruto 32,8 miliar dollar AS atau sama dengan 6,5 miliar dollar AS,� kata Robert.
Komposisi utang yang akan ditarik, kata Robert, sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Sumber penerbitan SBN terutama berasal dari Surat Utang Negara (SUN). SUN akan didominasi oleh SUN rupiah. Sisanya berupa surat utang global dalam dollar AS dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). SBN lainnya adalah sukuk rupiah yang dilelang per dua minggu sekali, global sukuk, dan sukuk ritel (sukri). �Berapa detailnya masing-masing belum bisa disampaikan karena strategi belum difinalkan,� kata Robert.
Terkait dengan sukuk berbasis proyek, Robert mengatakan, ada tiga proyek senilai total Rp 1,5 triliun. Pertama adalah proyek rel ganda untuk kereta api jurusan Cirebon-Kroya di Jawa Tengah yang merupakan kelanjutan dari proyek yang sudah dimulai pada tahun 2013. Kedua adalah pembangunan asrama haji untuk Kementerian Agama. Ketiga adalah elektrifikasi salah satu jalur kereta api di Pulau Jawa. Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menyatakan, penarikan utang dilakukan menggunakan prinsip efisien biaya, tidak mengikat, dan menyesuaikan dengan kebutuhan belanja. Oleh karena itu, rencana penyerapan anggaran yang disusun kementerian dan lembaga negara mesti realistis. �Termasuk perkiraan penerimaan tahun 2014 akan menentukan besarnya kebutuhan pembiayaan (utang) per bulan. Dari situlah dilihat apakah SBN rupiah atau valas dan bagaimana komposisinya,� kata Anny.
Posisi total utang pemerintah pusat per 30 September 2013 mencapai Rp 2.274 triliun. Ini terdiri dari pinjaman senilai Rp 684 triliun dan penerbitan SBN senilai Rp 1.590 triliun. Dari total utang yang jatuh tempo pada tahun 2014, sebanyak 33 persen berupa pinjaman dan 67 persen berupa penerbitan SBN.
http://kaltim.tribunnews.com/2013/10...rp-345-triliun
"Mati surinya" gaung penangkapan buron BLBI
Kamis, 10 Oktober 2013 02:43 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Pada 17 Oktober 2006, Jaksa Agung saat itu, Abdul Rahman Saleh meluncurkan secara resmi penayangan 14 wajah koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Wajah pertama yang ditampilkan adalah Sudjiono Timan, terpidana korupsi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) yang belakangan namanya mencuat kembali pasca-diputus bebas melalui Peninjauan Kembali (PK). Saat ini, di bulan yang sama tujuh tahun kemudian, bagaimanakah kabarnya gaung penayangan 14 koruptor itu?, "mati suri"kah gaung itu atau hanya akan dimunculkan pada saat-saat "darurat" saja untuk menaikkan citra. Wallahualam!.
Yang jelas, sampai sekarang masih bisa dihitung dengan jari buron BLBI yang berhasil ditangkap, ironisnya buron koruptor Sudjiono Timan masih bisa-bisanya mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung tanpa kehadirannya dan fatalnya lagi permohonan PK itu dikabulkan dan bebaslah dia. Kasus itu menunjukkan semakin carut-marutnya peradilan di Tanah Air.
Satu buron BLBI, Sherny Kojongian dibawa ke Tanah Air setelah ditangkap Interpol di San Francisco, Amerika Serikat. Ia diterbangkan ke Indonesia tahun lalu. Adrian Kiki Ariawan, kasus BLBI Bank Surya saat ini proses ekstradisinya masih ditangani High Court Australia atau setara Mahkamah Agung (MA) di Indonesia. Ke-14 buron korupsi BLBI yang ditayangkan itu, yakni, Sudjiono Timan (Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)), Eko Edi Putranto (Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)), Samadikun Hartono (Presdir Bank Modern), Lesmana Basuki (Kasus BLBI), Sherny Kojongian (Direksi BHS), Hendro Bambang Sumantri (Kasus BLBI), Eddy Djunaedi (Kasus BLBI), Ede Utoyo (Kasus BLBI), Toni Suherman (Kasus BLBI), Bambang Sutrisno (Wadirut Bank Surya), Andrian Kiki Ariawan (Direksi Bank Surya), Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani (Kasus BLBI), Nader Taher (Dirut PT Siak Zamrud Pusako), dan Dharmono K Lawi (Kasus BLBI).
Satu lagi lelucon baru, yakni, berkurangnya jumlah buron BLBI di dalam laman Kejagung menjadi empat orang, kemanakah sisanya? Apakah memang ada kesalahan teknologi laman itu.
Keempat buron itu yakni Eko Edi Putranto (Mantan Komisaris PT BHS), Hendro Bambang Sumantri (Pensiunan Departemen Perdagangan RI), Lesmana Basuki (Presiden Direktur PT Sejahtera Bank Umum (PT SBU)), dan Samadikun Hartono (Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk), dan Hary Matalata (Direktur PD Pooja dan PT Devi Pooja Kumari), ditambah dua buron baru kasus Century Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvy.
Sedangkan Wakil Jaksa Agung (Waja) saat itu, Dharmono pada 13 Juni 2012 menyebutkan masih ada 23 buron BLBI yang belum ditangkap pascadipulangkannya satu buron BLBI, Sherny Kojongian ke Tanah Air, setelah ditangkap Interpol di San Francisco, AS.
Konon alat sadap yang dimiliki Kejagung itu memiliki kecanggihan di atas milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali lagi bagaimana hasilnya?, adalah yang ditangkap hanya buron korupsi kelas teri saja bukan buron kelas kakap.
Karena itu, tidaklah mengherankan jika Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan berkurangnya jumlah buron koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di dalam laman Kejaksaan Agung. "Yang jelas kami mempertanyakan itu, karena sampai sekarang kejaksaan tidak pernah terbuka soal berapa buron koruptor yang masih diburu," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho.
Emerson menambahkan, Kejaksaan harus memberikan penjelasan publik mengenai berkurangnya jumlah buron koruptor itu, dan harus terbuka secara gamblang atau secara resmi sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang masih diburu sampai sekarang. "Kami meminta Kejagung terbuka menjelaskan sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang belum ditangkap," ucapnya, menegaskan.
Bahkan, ia menduga Kejagung sudah menghentikan kasus penyidikan sejumlah buron koruptor itu, tanpa memberitahukan ke publik. Karena itu, pihaknya menilai Kejagung tidak serius di dalam pengejaran para koruptor tersebut, salah satunya saat kami meminta "up date" (diperbarui) jumlah buronan koruptor beberapa waktu lalu, sampai sekarang tidak ditanggapi. "Sampai sekarang permintaan up date jumlah sesungguhnya buronan koruptor yang belum ditangkap, belum dipenuhi sama sekali," katanya.
Semula, menurut dia, jika sudah ada data yang jelas jumlahnya berapa maka akan disamakan dengan jumlah yang dimiliki oleh ICW. Ia juga menyoroti soal hasil tangkapan buronan korupsi oleh kejaksaan sejak berdirinya "Monitoring Center" atau alat sadap pada Juli 2011, bukannya kelas kakap. "Kita sayangkan buronan korupsi yang ditangkap itu bukannya kelas kakap," ujarnya.
Hal serupa ditanyakan pula oleh LSM Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) soal keseriusan Kejaksaan Agung dalam pengejaran buron korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. "Pasalnya sampai sekarang terlihat tidak serius dalam pengejarannya," kata Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman. Ditambahkan, kenyataannya saat ini buron korupsi yang ditangkap oleh Kejagung hanya buron kelas teri saja atau tidak ada buron skala besar seperti kasus BLBI. Ia juga mempertanyakan soal jumlah sesungguhnya buron BLBI yang sampai sekarang belum tertangkap.
Versi Kejagung
Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung telah berhasil menangkap sebanyak 100 buronan kejaksaan terhitung sejak berdirinya "Monitoring Center" atau alat sadap pada Juli 2011, antara lain karena canggihnya alat penyadap yang digunakan tersebut. "Seratus buronan sudah ditangkap," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi pada 20 September 2013.
Rinciannya pada Juli sampai akhir 2011 ditangkap delapan buronan, Januari sampai Desember 2012 sebanyak 50 orang dan Januari 2013 sampai sekarang sebanyak 32 orang. Keberhasilan menangkap 100 buronan koruptor selama tiga tahun terakhir ini, menunjukkan berapa pentingnya keberadaan monitoring center dalam memenuhi kebutuhan sistem intelijen. (
http://www.antaranews.com/berita/399...pan-buron-blbi
--------------------------------
Kasus skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menyisakan ketidakadilan yang berkepanjangan bagi rakyat Indonesia. Kalau ditotal, dana BLBI yang dirampki mencapai 600 trilyun rupiah, dan kalau berikut bunganya, duit BLBI yang lenyap itu mencapai hampir 700 trilyun lebih. Ityu artinya seperempat total utang nasional saat ini (yang menurut BI mencapai sekitar 2.700 trilyun rupiah per Agsutus 2013). Melalui skema penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan eks BLBI pada 1998, pemerintah lewat APBN "memaksakan" pajak rakyat miskin yang tidak bersalah digunakan untuk membayar utang ratusan triliun rupiah orang kaya pengemplang BLBI. Setiap tahun rakyat membayar subsidi bunga obligasi rekap 80 triliun rupiah hingga jatuh tempo dan menebus pokok obligasi itu pada 2033 yang kemudian diperpnjang lagi menjadi 2043.
Utang BLBI itu juga dinilai sebagai biang keladi membengkaknya utang negara hingga empat kali lipat sejak 1998 menjadi 2.000 triliun rupiah. Selama ini, pemerintah dan DPR mengabaikan desakan rakyat agar membuat kebijakan untuk membebaskan APBN dari kewajiban obligasi rekap warisan BLBI. Publik menilai haram hukumnya pajak rakyat digunakan terus-menerus untuk menyubsidi bankir pengemplang BLBI yang kini makin kaya raya.