TEMPO.CO, Pontianak- Sidang praperadilan dua tersangka pemakan Orangutan, memasuki tahapan Replik. Kuasa hukum dua tersangka menyatakan penangkapan yang dilakukan kepolisian tidak sah.
"Badan Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dianggap tidak prosedural dalam penangkapan Hanapi dan Ignatius, yang memakan Orangutan. Penangkapan ini tidak sah," kata Andel SH, kuasa hukum terdakwa, Selasa (26/11) di Pengadilan Negeri Pontianak.
Dalam Replik yang dibacakannya, dia menyatakan seharusnya yang melakukan penangkapan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BKSDA, Polisi dalam hal ini hanya pendamping saja. Selain itu, mereka juga menekankan ketidakabsahan penggeledahan dirumah tersangka, karena tidak dilengkapi surat izin dari Pengadilan setempat.
Selain itu, kuasa hukum tersangka menyatakan penangkapan kedua kliennya adalah bentuk keputusasaan BKSDA dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, "daerah itu sering terlihat Orangutan, harusnya segera diatasi oleh BKSDA," tambah Andel lagi.
Kedua kliennya, ditegaskan Andel, sama sekali tidak melakukan pembunuhan seperti yang dituduhkan. Keduanya memakan bangkai Orangutan yang ditemukan dalam keadaan mati.
Penangkapan kliennya, kata Andel, adalah semata karena BKSDA takut kelalaian mereka dalam tugas pokok dan fungsi, diketahui pusat. Penangkapan hanya berdasarkan pemberitaan media lokal saja. Pontianak Post yang pertama kali mengungkap Ign dan Han memakan daging orangutan, pada 5 November 2013. Berita tersebut, membuat heboh bahkan dunia internasional. Berdasarkan pemberitaan tersebut, pihak BKSDA lantas menginterogasi keduanya. Tak berapa lama, kedua tersangka kemudian ditahan.
Rudi Priyatno SH, kuasa hukum yang mewakili BKSDA Kalbar menegaskan, Kepolisian adalah supervisor dari PPNS Kehutanan, sehingga berhak melakukan penyidikan. Terhadap Replik yang disampaikan kuasa hukum tersangka, Rudi menyatakan akan menjawabnya pada sidang keesokan hari.
"Dalam sidang praperadilan, yang menjadi materi adalah prosedur penangkapan dan penahanan, bukan materi hukum pidana," ujarnya. Dia menyatakan, sejauh ini semua prosedur hukum sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Nanti kita jawab disidang berikutnya," tegasnya.
Seperti diketahui, LSM Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak Kementerian Kehutanan menangkap pembunuh dan pemakan orangutan di Pontianak, Kalimantan Barat.?
Juru Bicara COP, Dani Indarto mengatakan, pembunuh orang utan tersebut bisa dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Satwa Langka. Sebab orangutan sudah masuk dalam satwa yang hampir punah.
"Kami mendorong Kementerian Kehutanan agar melakukan tindakan. Dalam ini memang kita juga harus melihat latar belakang kejadiannya.
"Badan Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dianggap tidak prosedural dalam penangkapan Hanapi dan Ignatius, yang memakan Orangutan. Penangkapan ini tidak sah," kata Andel SH, kuasa hukum terdakwa, Selasa (26/11) di Pengadilan Negeri Pontianak.
Dalam Replik yang dibacakannya, dia menyatakan seharusnya yang melakukan penangkapan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BKSDA, Polisi dalam hal ini hanya pendamping saja. Selain itu, mereka juga menekankan ketidakabsahan penggeledahan dirumah tersangka, karena tidak dilengkapi surat izin dari Pengadilan setempat.
Selain itu, kuasa hukum tersangka menyatakan penangkapan kedua kliennya adalah bentuk keputusasaan BKSDA dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, "daerah itu sering terlihat Orangutan, harusnya segera diatasi oleh BKSDA," tambah Andel lagi.
Kedua kliennya, ditegaskan Andel, sama sekali tidak melakukan pembunuhan seperti yang dituduhkan. Keduanya memakan bangkai Orangutan yang ditemukan dalam keadaan mati.
Penangkapan kliennya, kata Andel, adalah semata karena BKSDA takut kelalaian mereka dalam tugas pokok dan fungsi, diketahui pusat. Penangkapan hanya berdasarkan pemberitaan media lokal saja. Pontianak Post yang pertama kali mengungkap Ign dan Han memakan daging orangutan, pada 5 November 2013. Berita tersebut, membuat heboh bahkan dunia internasional. Berdasarkan pemberitaan tersebut, pihak BKSDA lantas menginterogasi keduanya. Tak berapa lama, kedua tersangka kemudian ditahan.
Rudi Priyatno SH, kuasa hukum yang mewakili BKSDA Kalbar menegaskan, Kepolisian adalah supervisor dari PPNS Kehutanan, sehingga berhak melakukan penyidikan. Terhadap Replik yang disampaikan kuasa hukum tersangka, Rudi menyatakan akan menjawabnya pada sidang keesokan hari.
"Dalam sidang praperadilan, yang menjadi materi adalah prosedur penangkapan dan penahanan, bukan materi hukum pidana," ujarnya. Dia menyatakan, sejauh ini semua prosedur hukum sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Nanti kita jawab disidang berikutnya," tegasnya.
Seperti diketahui, LSM Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak Kementerian Kehutanan menangkap pembunuh dan pemakan orangutan di Pontianak, Kalimantan Barat.?
Juru Bicara COP, Dani Indarto mengatakan, pembunuh orang utan tersebut bisa dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Satwa Langka. Sebab orangutan sudah masuk dalam satwa yang hampir punah.
"Kami mendorong Kementerian Kehutanan agar melakukan tindakan. Dalam ini memang kita juga harus melihat latar belakang kejadiannya.