Quote:
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG- Ada banyak kasus di mana pasien mengalami perdarahan dan dirujuk ke IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes, Kupang, akibat sunat kampung.
Terakhir, kemaluan seorang pasien terpaksa harus dijahit 22 kali setelah mengalami perdarahan hebat. Demikian diungkapkan perawat di IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes, Kupang, Adrianus Y Pa, S.Kep, yang ditemui di ruang IGD, Kamis (31/10/2013).
Dijelaskan, hari Kamis lalu, ada pasien yang mengalami perdarahan setelah sunat kampung. Ia mengatakan, sunat kampung itu berbahaya karena bisa sebabkan infeksi.
"Sudah banyak pasien yang masuk ke sini setelah sunat kampung dan mengalami perdarahan. Ini pelajaran bagi masyarakat agar tidak lagi ikut sunat kampung, yang tidak terjamin alat yang digunakannya, bisa terjadi infeksi. Orang itu datang dengan kondisi kesakitan dan akhirnya mendapat 22 jahitan. Setelah disunat lalu direndam dalam air saja. Sunat itu dilakukan kemarin di Alak, belakang lokalisasi KD. Tadi pagi dibawa ke sini sekitar pukul 08.30 Wita," ujarnya.
Secara terpisah, dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Nyoman Sutama, SpKK dan dr. Ratna Tallo, SpKK yang ditemui di ruang kerjanya, mengungkapkan, sunat memiliki risiko perdarahan meskipun dilakukan oleh orang medis.
"Untuk memperkecil perdarahan, setelah disunat harus dijahit dari sumber perdarahan sehingga tidak terjadi perdarahan. Sunat sebaiknya dilakukan oleh orang yang profesional, dengan alat yang proporsional. Misalnya menggunakan benang sesuai dengan umur orang. Sunat bisa dilakukan oleh dokter umum, dokter bedah dan dokter kulit dan kelamin," katanya lagi.
Menurut dr. Nyoman, orang masih mau melakukan sunat kampung, salah satu penyebabnya adalah faktor sosial ekonomi. Di rumah sakit, katanya, kalau sunat biayanya Rp 300 ribu. Hal ini juga karena pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan belum bagus.
Dr. Nyoman dan dr. Ratna mengungkapkan, sunat itu sebenarnya untuk kesehatan karena dari segi medis untuk menjaga kebersihan dan tidak rentan terhadap penyakit tertentu misalnya kanker dan kutil kelamin.
"Saya sempat ikut seminar di Jakarta dimana dipaparkan bahwa kutil kelamin itu jumlahnya sedikit di pulau Jawa, mungkin karena di Jawa itu sebagian besar disunat tetapi di Bali, kasusnya lebih tinggi," dr. Ratna menjelaskan.
Dr. Nyoman menambahkan, sunat sebaiknya dilakukan pada seseorang yang belum pernah berhubungan seks. "Kalau usianya saya tidak bisa katakan tapi sebaiknya pada orang yang belum pernah berhubungan seks," tegasnya.
sumber
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG- Ada banyak kasus di mana pasien mengalami perdarahan dan dirujuk ke IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes, Kupang, akibat sunat kampung.
Terakhir, kemaluan seorang pasien terpaksa harus dijahit 22 kali setelah mengalami perdarahan hebat. Demikian diungkapkan perawat di IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes, Kupang, Adrianus Y Pa, S.Kep, yang ditemui di ruang IGD, Kamis (31/10/2013).
Dijelaskan, hari Kamis lalu, ada pasien yang mengalami perdarahan setelah sunat kampung. Ia mengatakan, sunat kampung itu berbahaya karena bisa sebabkan infeksi.
"Sudah banyak pasien yang masuk ke sini setelah sunat kampung dan mengalami perdarahan. Ini pelajaran bagi masyarakat agar tidak lagi ikut sunat kampung, yang tidak terjamin alat yang digunakannya, bisa terjadi infeksi. Orang itu datang dengan kondisi kesakitan dan akhirnya mendapat 22 jahitan. Setelah disunat lalu direndam dalam air saja. Sunat itu dilakukan kemarin di Alak, belakang lokalisasi KD. Tadi pagi dibawa ke sini sekitar pukul 08.30 Wita," ujarnya.
Secara terpisah, dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Nyoman Sutama, SpKK dan dr. Ratna Tallo, SpKK yang ditemui di ruang kerjanya, mengungkapkan, sunat memiliki risiko perdarahan meskipun dilakukan oleh orang medis.
"Untuk memperkecil perdarahan, setelah disunat harus dijahit dari sumber perdarahan sehingga tidak terjadi perdarahan. Sunat sebaiknya dilakukan oleh orang yang profesional, dengan alat yang proporsional. Misalnya menggunakan benang sesuai dengan umur orang. Sunat bisa dilakukan oleh dokter umum, dokter bedah dan dokter kulit dan kelamin," katanya lagi.
Menurut dr. Nyoman, orang masih mau melakukan sunat kampung, salah satu penyebabnya adalah faktor sosial ekonomi. Di rumah sakit, katanya, kalau sunat biayanya Rp 300 ribu. Hal ini juga karena pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan belum bagus.
Dr. Nyoman dan dr. Ratna mengungkapkan, sunat itu sebenarnya untuk kesehatan karena dari segi medis untuk menjaga kebersihan dan tidak rentan terhadap penyakit tertentu misalnya kanker dan kutil kelamin.
"Saya sempat ikut seminar di Jakarta dimana dipaparkan bahwa kutil kelamin itu jumlahnya sedikit di pulau Jawa, mungkin karena di Jawa itu sebagian besar disunat tetapi di Bali, kasusnya lebih tinggi," dr. Ratna menjelaskan.
Dr. Nyoman menambahkan, sunat sebaiknya dilakukan pada seseorang yang belum pernah berhubungan seks. "Kalau usianya saya tidak bisa katakan tapi sebaiknya pada orang yang belum pernah berhubungan seks," tegasnya.
sumber