
Namun di sisi lain, nuklir bisa menjadi penyelamat kehidupan manusia. Nuklir merupakan salah satu sumber energi yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Di tengah ancaman semakin menipisnya sumber energi fosil, nuklir adalah alternatif.
Penggunaan tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dimulai di AS pada 1942. Kemudian pada 1950-an mulai merambah ke Eropa, seperti Inggris dan Uni Soviet (sekarang Rusia). Pembangkit listrik tenaga nuklir merupakan antitesis atas keprihatinan penyalahgunaan nuklir untuk kepentingan perang.
Di sejumlah negara, nuklir sudah dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik alias power plant. Misalnya di Jepang, sekitar 40 persen pasokan listrik berasal dari pembangkit tenaga nuklir. Sementara di Amerika Serikat, sekitar 20 persen pasokan listrik berasal dari 100 situs pembangkit tenaga nuklir.
Indonesia sendiri belum memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Dalam Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional, nuklir masih menjadi pilihan terakhir jika seluruh sumber energi terbarukan tidak memadai.
Padahal, Indonesia membutuhkan pembangkit listrik yang bisa diandalkan. Secara nasional, rasio elektrifikasi di Indonesia adalah 80 persen. Namun di sejumlah daerah rasio tersebut masih cukup minim, seperti di Papua yang hanya 36,4 persen.
"Dalam satu dasawarsa terakhir bisa dikatakan kita krisis listrik. Banyak daerah yang masih belum teraliri listrik, dan kondisi ini akan terus terjadi tanpa adanya nuklir,� kata Herman Agustiawan, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), di Jakarta, baru-baru ini.
�Penduduk kita banyak sekali, tidak akan cukup hanya dengan energi terbarukan. Pada 2025, kita harus punya kapasitas listrik sebesar 155 mega watt, artinya per tahun harus ada 75 MW. Itu sulit tercapai, makanya tanpa nuklir semuanya omong kosong
semoga Presiden dan anggota DPR yang akan datang punya kesadaran akan krisis energi ini



