
Mereka menilai paradigma jaminan sosial merupakan hak dari warga negara, sehingga negara yang berkewajiban untuk memenuhinya dalam kepesertaan sebagai sistem angsuran. Ketua SPN DKI Jakarta, Ramidi, yang didampingi Ketua Serikat Pekerja Pariwisata Kabupaten Bogor, Edison, mengeluhkan, karut-marutnya penyelenggaraan BPJS dan SJKN yang dinilai sangat merugikan. Pasalnya, masih banyak rakyat Indonesia yang belum memegang kartu BPJS Kesehatan sampai dengan saat ini. �Apa semua sudah punya kartu BPJS Kesehatan? Belum kan? Itulah kenapa kami bilang pemerintah setengah hati menjalankan BPJS Kesehatan, karena pemerintah belum siap,� ujarnya.
Selama ini buruh mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes). �Berapa porsi iuran yang harus dibayarkan pengusaha dan buruh karena Perpres itu belum direvisi. Akhirnya buruh tidak punya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan ini adalah kebohongan publik,� ucapnya.
Dia menilai pemerintah telah melanggar janji karena tak juga merevisi Perpres tersebut mengenai besaran iuran bagi para pekerja. Artinya, pekerja harus membiayai sendiri pengobatannya dengan jumlah yang lebih besar. �Kalau pengusaha sudah bayar premi di atas 4,5 persen, pekerja harusnya tidak perlu bayar. Tapi karena belum ada revisi juga, pengusaha bisa saja seenaknya sehingga benefit pekerja bisa menurun,� pungkasnya. (rif/wan)
Sumber : Harian Metropolitan


