SITUS BERITA TERBARU

Jokowi dan Cengkraman Modal China.

Sunday, January 12, 2014

Oleh : Salamuddin Daeng (IGJ)

Ahir-ahir ini, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah semakin "nekat" berburu utang luar negeri untuk mempercepat membangun infrstruktur skala besar seperti jembatan, jalan tol, Monorel, Mass Rapid Transit, pelabuhan dan lain sebagainya. DKI Jakarta dibawah Gubernur Jokowi-Ahok merupakan salah satu daerah yang terlihat �Kesusu� untuk mempercepat cairnya dana utang dan investasi asing bagi proyek infrastruktur skala besar dari luar negeri semacam itu.

Bagi perusahaan multinasional, Negara-negara maju dan Negara yang merupakan kekuatan global baru seperti China, Indonesia menjadi pasar infrastuktur yang sangat menjanjikan. Namun bagi elite politik Indonesia investasi asing dan utang luar negeri dalam mega project semacam itu dapat menjadi alat untuk memperkaya diri pribadi, golongannya. Sementara beban bagi generasi mendatang akibat utang dan privatisasi infrastuktur semacam ini hamper tidak pernah dipikirkan.

Lemahnya rasa tanggung jawab akan nasib bangsa dan didorong oleh ambisi pribadi untuk memenangkan Pemilu 2014 memicu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menumpuk utang luar negeri dalam rangka membiayai berbagai mega proyek pembangunan fisik. Upaya ini sekaligus untuk membangun citra pemerintah ditengah masalah keterbatasan dan kerusakan infrastruktur yang kian parah khususnya di kota-kota besar di Indonesia.

Pemerintah tidak mempertimbangkan secara bijaksana bahwa utang luar negeri yang kian menumpuk tentu akan menjadi beban generasi sekarang dan mendatang. Tidak hanya itu utang akan menjadikan negara ini semakin terjatuh dalam cengkraman pihak asing melalui tekanan utang luar negeri, barang-barang impor yang menyebabkan negara semakin kehilangan kemampuan dalam menentukan arah pembangunan nasionalnya sendiri.

Kehausan elite penguasa akan dana jumlah besar sebagai sumber keuangan bagi pembiayaan pemenangan Pemilu 2014, memicu mereka mengobral mega proyek pembangunan fisik kepada pihak asing. Telah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan mega proyek akan dikerjakan oleh pengusaha-pengusaha yang memiliki kedekatan dengan penguasa yang selanjutnya akan secara otomatis menambah pundi-pundi uang pejabat dan penguasa.

Kepentingan elite politik Indonesia untuk mendapatkan utang luar negeri baik untuk pembangunan infrastruktur fisik bertemu dengan kepentingan pihak asing seperti China yang saat memiliki cadangan devisa dan kemampuan keuangan melimpah untuk merebut pasar infrastruktur dan pasar barang di negara-negara berkembang di Asia khususnya Indonesia.

Mengapa China ?

China adalah negara sedang berkembang yang saat ini sangat agresif dalam menguasai perdagangan, investasi, keuangan, dan sumber-sumber energi dunia. China telah terbukti begitu cepat menguasai pasar Asia termasuk ASEAN dan menjadi pelaku pasar yang sangat dominan di kawasan ini. Tidak hanya itu China bahkan secara signifikan menguasai ladang-ladang minyak di Timur Tengah dan bahkan Amerika Serikat (AS) dalam rangka memenuhi kebutuhan energi nasionalnya.

Berbeda dengan Indonesia yang cadangan devisanya semakin menipis untuk membiayai devisit neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Cadangan devisa Indonesia hingga akhir September ini tercatat sebesar US$ 92,9 miliar, atau turun dari US$124 milar pada Agustus 2011 lalu. Sementara Cina, memiliki cadangan devisa yang relatif besar, yaitu di atas US$3 triliun dolar. Sehingga untuk mengatasi kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap US dolar satu-satunya jalan yang dapat ditempuh pemerintah Indonesia adalah mengemis utang luar negeri. Pilihan dan peluangnya jatuh pada China telah menjadi salah satu sandaran Indonesia. Baru-baru ini Pemerintah SBY menjajaki perjanjian bilateral currency swap dengan beberapa negara, termasuk China, Jepang, dan Korea Selatan. Beberapa media massa menyebut nilai kerjasama ini totalnya bisa mencapai US$40 miliar atau setara dengan Rp 464,2 triliun. Perjanjian bilateral swap semacam ini, memungkinkan Indonesia melalui bank sentral meminjam sejumlah dolar kepada suatu negara dengan jaminan rupiah (dalam bentuk tunai atau surat utang) dengan jangka waktu tertentu. [1]

Selain itu berbagai mega proyek infrastuktur tengah dirancang sebagai dasar dalam menciptakan utang luar negeri. Bagi China proyek infrastuktur merupakan bagian penting dari strategi ekspansi bisnisnya dalam rangka meningkatkan aktifitas perdagangan yakni eskpor barang-barang bagi pembangunan infrastuktur dan memajukan instmen pasar keuangan China, sementara bagi Indonesia mega proyek infrastuktur dimaksudkan untuk mendapatkan aliran masuk uang dalam bentuk utang luar negeri dan tersedianya infrastuktur. Meskipun nantinya negara dan rakyat akan menanggung beban ini dimasa yang akan datang.

China memang sangat aktif dalam membiayai berbagai mega proyek di Indonesia. Terdapat 21 perjanjian yang ditandatangani dengan China selama kunjungan Presiden Xi Jinping Oktober 2013 lalu di Jakarta, diantaranya [2]: (1) Investasi dan pembiayaan pabrik ferro nikel 300.000 ton per tahun dan infrastruktur yang terkait di Sulawesi, tiga smelter nikel lainnya, tiga smelter alumina dan infrastruktur terkait (2) Garuda Indonesia menandatangani perjanjian pembiayaan dengan ICBC Financial Leasing Company Ltd, untuk lima Boeing 777-300 ER dan enam Airbus 320-200 pesawat, senilai $ 1.7b, (3) Investasi termasuk pinjaman senilai $ 1.8b antara Oki Pulp & Paper Mills dan China Bank Development Corporation untuk pabrik pulp di Sumatera selatan, (4) Kesepakatan antara Indika Energi dan China Railway Group Ltd (390) untuk mengembangkan sumber daya dan infrastruktur di Papua dan Kalimantan, (5) Kesepakatan dengan Jakarta Monorail dengan China Communications Construction Co untuk membantu mendanai, merancang dan membangun proyek di Jakarta, dan perjanjian dengan sarana infrastruktur Indonesia pada sebuah proyek monorel untuk Bandung (6) Perjanjian lainnya untuk mengembangkan industri termasuk perikanan, pariwisata dan kedirgantaraan.

Memang tidak semua mega proyek yang dibiayai oleh investasi dan utang dari China dapat segera dilaksanakan. Hambatan lahan, ganti rugi, perijinan, dan lain sebagainya menjadi kendala berbagai daerah untuk merealisasikan pembangunan project. Agak berbeda dengan Jakarta yang semuanya berjalan dengan mulus, berbagai penolakan berhasil diredam dengan pencitraan populis dan kendala berhasil diatasi dengan penggusuran dan penyingkiran atas nama kekuasaan.

Jakarta untuk Utang-Modal Asing & Impor

Jakarta kian meradang, tingkat kemacetan, banjir semakin parah dan seolah tidak ada jalan keluar. Pemda DKI terlihat �kesusu� alias terburu-buru untuk menyelesaikan masalah yang ada. Ada tiga kata kunci yang ditawarkan gubernur baru untuk menyelesaikan masalah Jakarta yakni Utang-Modal Asing & Impor seluruh kebutuhan infrastuktur. Salah satu sumber utama utang - ivestasi asing & impor tersebut adalah dari China.

Baru-baru ini Pemda DKI memutuskan untuk melakukan impor Bus untuk Transjakarta dari China, alasannya bus-bus dari China tersebut harganya lebih murah dibandingkan Bus-Bus yang diproduksi di dalam negeri. Kebijakan sama dengan kebijakan impor barang-barang asal China pada umumnya yang menggunakan alasan harga lebih murah. Meskipun langkah ini mendapat protes dari berbagai kementerian namun alasan �kesusu� Pemda DKI tidak bergeming tetap impor dari China. Bahkan Jokowi menyatakan tengah meminta penghapusan bea masuk impor mobil dari China ini. Luar biasa !.

Pemerintah Provinsi DKI telah membuat komitmen utang baru �secepat cahaya�. Pemprov DKI telah sukses membuat utang untuk tiga mega proyek yaitu, MRT pinjaman dari pemerintah Jepang, project Monorel dari pemerintah China, dan pengerukan saluran air, pinjaman dari bank dunia. Total utang luar negeri untuk membiayai tiga proyek infrastruktur itu saja mencapai Rp35 triliun. Sebuah �prestasi� yang tidak pernah diraih oleh Gubernur DKI Jakarta sebelumnya.

Khusus dengan Jepang, lanjut dia, Pemprov DKI telah menetapkan Rencana Induk Metropolitan Priority Area (MPA) hingga 2020 dibiayai utang Japan International Cooperation Agency (JICA) yang dikemas dengan Public Private Partnership (PPP) senilai 3,4 triliun yen atau Rp 394 triliun. Selain itu, sekitar Yen 1.000.000.000.000 atau sekitar Rp116 triliun akan dibiayai melalui pinjaman ODA termasuk ODA Jepang. Mega proyek utang itu akan dikerjakan perusahaan Jepang seperti Mitsubishi Corporation, Chiyoda Corporation, JGC Corporation, Taisei Corporation, Tokyo Metro Co Ltd, Hitachi Ltd, Metropolitan Expressway Company Limited, dan NYK Line. Tidak hanya itu konsultannya akan diimpor dari Nippon Koei Co, Ltd, Oriental Konsultan Co, Ltd, dan Mitsubishi Research Institute, Inc.

Mega proyek dengan nilai yang cukup besar yang dibiayai China adalah monorel. Sebagai mana diberitakan Jakarta Globe, kurang dari seminggu setelah Jokowi meresmikan peletakan batu pertama untuk mass rapid transit (MRT), kembali Gubernur DKI Jakarta mengumumkan dimulainya proyek monorel Jakarta. Project ini dipimpin oleh China Communications Construction Company (CCCC) dengan biaya sekitar $ 1,5 milyar dan ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2016.[3]

Proyek Monorel juga akan mengimpor seluruh kereta dari China. Komisaris Utama PT Jakarta Monorail, Edward Soeryadjaya mengatakan ada 200 kereta untuk monorel yang akan diimpor selama 3 tahun ke depan. Tahap pertama akan dilakukan impor sebanyak 30 kereta secara utuh. "Kereta pertama yang akan diimpor untuk tahap pertama itu 30 kereta secara bulat-bulat diimpor dari China," ungkap Edward saat peresmian monorel di Taman 66, Kuningan, Jakarta, Rabu (16/10/2013)[4]

Selain itu, China Communications Construction Company limited perusahaan yang memperoleh mega Project Jakarta Monorel, juga telah menandatangani mega project lainnya yakni Indonesia KarangTaraje Port EC. Kontrak Indonesia KarangTaraje Pelabuhan ECP ditandatangani oleh China Harbour Engineering Company Ltd (CHEC) Pada tanggal 30 November 2013 dengan nilai kontrak sekitar 70 juta dolar AS dan masa konstruksi total 32 bulan, proyek ini akan dibangun oleh CHEC dalam hubungan dengan CCCC Keempat Harbor Engineering Co, Ltd dan CCCC Second Harbor Konsultan Co, Ltd. Proyek ini melibatkan desain gundukan breakwater 550 meter, dua tempat berlabuh 10.000 DWT dan tiga jembatan penghubung, dermaga 30.000 DWT dan jembatan yang menghubungkan, dan 70.000 DWT dermaga, serta fasilitas tambahan seperti akses jalan selatan dan halaman terminal. proyek tersebut dikatakan merupakan peran lanjutan konsolidasi CHEC dalam pasar rekayasa hidrolik Indonesia.[5]

Poros Jakarta � Peking II ?

Tingginya hasrat pemerintah China dalam membiayai berbagai mega proyek baik melalui utang maupun investasi merupakan gambaran dari besarnya keinginan untuk memainkan peran dalam ekonomi dan politik Indonesia. Kesempatan China semakin besar dikarenakan lemahnya kemampuan Indonesia untuk melakukan Self-sufficiency dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional dan rakyatnya. Selain itu China juga memiliki kesempatan untuk memasok barang-barang berkualitas rendah yang merupakan basis bagi ekonomi nasional negara tersebut.

Ditengah kemunduran pada tingkat tertentu dalam ekonomi Amerika Serikat, Jepang dan Eropa yang sebelumnya merupakan aktor dominan dalam ekonomi, sumber daya alam dan politik Indonesia, China justru mendapatkan momentumnya. Kelebihan liquiditas dari negara tersebut dan over produksi dalam manufactur padat subsisi mereka menemukan pasar yang sangat signifikan di Indonesia serta ketidakmampuan bisnis di Indonesia untuk bersaing.[6]

Namun yang perlu ditegaskan bahwa ini bukanlah poros baru dalam rangka membangun kekuatan tanding dari Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Hubungan Jakarta - China atau lebih khusus Jaringan Jakarta-Peking (Beijing) adalah sebuah hubungan yang mengarah pada model patron-client antara pemerintahan Induk dengan wilayah kekuasaannya dengan menggunakan jaringan bisnis yang ada. Kebijakan ekonomi dan politik pemerintah DKI Jakarta saat ini mengarah kepada hubungan yang menjadikan daerah ini menjadi hanya sebagai captive market dari pasar infrastuktur, utang, barang dari China.

SUMBER
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Waduh ane baru tahu kalau kedekatan Jokowi seperti itu. Bisa ambruk Indonesia.
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive