Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

Profil Usman dan Harun, Pahlawan Yang Dibenci Singapura

Monday, February 10, 2014
Bagi Singapura, dua anggota TNI AL Usman dan Harun adalah penjahat perang yang dibenci. Tapi buat Indonesia, keduanya pahlawan yang dibanggakan. Maka ketika nama keduanya hendak diabadikan menjadi nama kapal perang di Indonesia, Singapura meradang. Tapi bagaimana sebenarnya perjalanan Usman dan Harun?

Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan gugatan terhadap arah dan masa depan Malaya, Brunei, Sabah, dan Sarawak, terjadi pada tahun 1961-1966. Awalnya, pada 1961, Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu berencana menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia. Langkah ini ditentang Presiden Soekarno yang menganggap Federasi Malaysia sebagai kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru. Soekarno pun membentuk barisan sukarelawan untuk dikirim ke negara itu, lewat komando Dwikora pada 3 Mei 1964 di Jakarta.

Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali adalah dua anggota KKO (Korps Komando Operasi atau kini Korps Marinir) diantara ribuan sukarelawan yang berangkat ke Singapura. Keduanya pergi menggunakan perahu karet. Tugasnya menyabotase kepentingan-kepentingan Malaysia dan Singapura. Sejumlah pengeboman pun terjadi di negara itu. Terakhir peristiwa pengeboman MacDonald House, 10 Maret 1965, di Orchard Road, Singapura. Dalam pengeboman terakhir ini, 3 orang tewas dan 33 luka-luka.

Setelah menyelesaikan pengeboman di MacDonald House, Usman dan Harun berusaha keluar dari Singapura. Mereka mencari tumpangan di kapal-kapal dagang yang hendak pergi dari Singapura, tapi gagal, karena Singapura mengerahkan seluruh armadanya untuk memblokir Selat Malaka. Hampir tak ada celah untuk melarikan diri. Usman dan Harun sempat mengambilalih sebuah kapal motor. Tapi kapal ini mogok di tengah laut. Alhasil, mereka tak lagi bisa lari dan tertangkap patroli Singapura.

Hakim memvonis mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak, dan melakukan tindakan terorisme. meski Pemerintah Indonesia mencoba mengajukan banding dan mengupayakan bantuan hukum dan diplomasi. Namun gagal dan ditolak Singapura. Pagi itu, 17 Oktober 1968, keduanya dibawa dengan tangan terborgol ke tiang gantungan. Pukul 06.00 waktu setempat, Usman dan Harun meninggal di tiang gantungan.

Jenazahnya kemudian dibawa ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata. Usman Janatin bin H. Ali Hasan lahir di Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, pada 18 Maret 1943, meninggal di Singapura pada 17 Oktober 1968 saat berumur 25 tahun. Sedangkan Tohir bin Said lahir di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943, anak ketiga dari Mandar dan Aswiyani, yang kemudian dikenal dengan nama Harun.

Sumber Berita dan Foto
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive