SITUS BERITA TERBARU

Menanti Keseriusan Penerapan UU No 4 Tajun 2009

Monday, February 17, 2014


Kebijakan lanjutan terkait pemerapan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) untuk kemudian dipertimbangkan penerapannya dari sisi fiskal perekonomian. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, menurutnya melaksanakan UU minerba secara baik tapi tetap harus mempertimbangkan kepentingan nasional Akhirnya, menjelang waktu pemberlakuan UU Minerba pemerintah mengeluarkan PP nomor 1 tahun 2014 tentang Minerba dan diikuti dengan Permen ESDM nomor 1 tahun 2014. Aturan tersebut masih membolehkan perusahaan tambang untuk melakukan ekspor mineral dalam bentuk konsentrat yakni tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal, dan mangan hingga tahun 2017. Sembari menunggu itikad baik perusahaan tersebut membangun pabrik pemurnian (smelter) hingga 2017.
Penerapan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara yang resmi berlaku 12 Januari 2014, membuat CEO Freeport-McmoRan Copper & Gold Inc Richard C. Adkerson terbang dari markas besarnya di New York ke Indonesia. Perusahaan tambang terbesar di dunia itu keberatan dengan aturan main yang ada dalam UU tersebut. Mulai dari larangan ekspor bahan mentah hingga kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian. Karena semua upaya melalui lobi tidak membuahkan hasil maksimal, Bos PT, Freeport itu kemudian mengancam akan melayangkan gugatan ke arbitrase internasional berkaitan dengan penerapan bea keluar progresif untuk produk mineral olahan dalam bentuk konsentrat yang mulai diterapkan mulai Januari lalu.
Menanggapi ancaman tersebut, Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo mengatakan pemerintah lebih memilih melanggar kontrak karya dibanding melanggar undang-undang. Pemerintah akan menghadapi gugatan tersebut, namun sesuai ketentuan perusahaan kontrak karya yang ingin melanjutkan aktivitas pertambangan wajib membangun smelter. Pemerintah sebenarnya sudah cukup mengalah terhadap tuntutan perusahaan pertambangan, setelah tanggal 12 Januari 2014 pemerintah masih mengeluarkan aturan untuk menunda pelaksanaan larang ekspor sampai tahun 2017. Namun pemerintah menerapkan bea keluar sebagai upaya memaksa perusahaan agar segera membangun smelter.
Pengamat ekonomi UI, Muslimin Anwar mengatakan setidaknya ada tiga keuntungan yang bisa diraih pemerintah jika kebijakan itu dijalankan. Pertama, betapa banyak devisa negara yang akan diselamatkan mengingat ketergantungan impor besi baja Indonesia masih tinggi. Kedua, kebijakan ini akan berdampak kepada kewajiban mengolah bauksit menjadi alumina, ketimbang mengeskpor mineral bauksit mentah. Bagi Indonesia yang menjadi negara penghasil bijih nikel terbesar ketiga di dunia, penerapan kebijakan untuk pengolahan dan pemurnian bijih nikel sangat diperlukan. Dampak positifnya adalah akan semakin banyak pabrik pengolahan dan pemurnian mineral terbangun di dalam negeri, mengingat saat ini setengah produksi bijih nikel tersebut harus diekspor ke China. Keuntungan ketiga, penghentian ekspor sementara bauksit akan menurunkan jumlah pasokan di pasar komoditas internasional. Hal ini akan berdampak kepada perbaikan harga yang masih dianggap rendah saat ini.
Mari kita dukung semua kebijakan Pemerintah terkait Sumber Daya Alam kita, agar sesuai amanat UU bahwa kekeyaan tersebut haruslah digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraasn rakyat Indonesia.
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive