Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

[HOT...] Catatan Harian Anas Urbaningrum (bag. 6 - 7)

Monday, February 24, 2014
Bagian 6


Tanggal 13 Januari 2014

Jam 03.20, saya bangun. Sekitar sepuluh menit kemudian Amir memanggil dari tempat duduknya.

�Pak Anas, Bangun. Sudah jam setengah empat,� dengan suara yang tidak terlalu keras.

Saya memang berpesan agar dibangunkan jam 03.30 pagi. Mengapa ?, Selain berusaha dapat jatah waktu shalat malam, hari ini adalah hari senin. Kalau tidak ada halanga biasanya Senin - Kamis adalah waktu jeda makan siang hari. Selain melestarikan ajaran puasa Senin - Kamis, ini juga sekaligus usaha mengendalikan berat badan yang terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir ini.

Tawaran sarapan pagi dari kolega (Rudi, Budi, Wawan) saya Tolak halus.

�Tadi saya mendahului sarapan roti jam empat pagi,� saya menjelaskan.

Tentu mereka paham. Selain memang puasa Senin - Kamis diajarkan, hati kecil saya ingin berat badan saya berangsur turun. Untuk kesehatan, untuk efesiensi baju dan celana, dan untuk kepantasan juga. Tidak pantas rasanya kalau berat badan bertambah atau bertahan selama menjadi� santrinya� Abraham Samad, jadi, terlalu kuat alasan saya berpuasa Senin-kamis.

Sesuai jadwal yang disampaikan Kepala Rutan Arifuddin bahwa Senin boleh dijenguk keluarga, selesai mandi dan shalat dhuha saya minta tolong damuri, penjaga pengganti amir, untuk Tanya ke Arifuddin. Saya khwatir keterputusan informasi dan kabar akan membuat keluarga gelisah. Rudi, Budi dan Wawan juga bersiap � siap menemui keluarga. Ternyata yang dibawa Damuri bukan kabar bagus. Kata Kepala Rutan, keluarga belum bisa menjenguk karena belum ada surat dari penyidik. Tentu saja saya agak kecewa. Sabar menjadi makin penting.

Meskipun dilarang bertemu keluarga, tetapi informasi harus sampai. Sekurang � kurangnya mengabarkan kondisi kesehatan. Caranya, saya tulis surat pendek buat Tia. Bagaimana bisa sampai ke tangan Tia? Saya menitipkan surat itu ke Wawan. Pesan saya, kalau bisa nanti airin Rachmi Diany (istri Wawan) kontak Saan Mustopa, kemudian Saan bisa antar surat itu ke rumah. Hanya jalur itu yang memungkinkan. Jalur keluarga Rudi dan Budi belum ada yang nyambung dengan keluarga atau teman � teman saya.

Ketika tidak punya pilihan kartena belum diizinkan bertemu keluarga, yang bisa saya lakukan adalah berdiam di kamar. Pilihan terbaik adalah menambah raakat shalat dhuha dan saya lanjutkan dengan shalat tasbih. Tentu saja durasi shalat tasbih agak panjang. Subhanallah, tak sampai lima menit setelah selesai shalat tasbih Damuri kembali masuk dan membawa kabar baik. Kabar apa? Ternyata saya sudah boleh bertemu keluarga dan penasehat hukum, apalagi keluarga dan teman � teman. Dilarang oleh aturan Rutan, katanya.

Segera saya ganti kostum. Sarung berganti celana, baju harus dibalut rompi kebesaran Tahanan KPK warna oranye. Baju � baju kotor saya siapkan dan sejurus kemudian bergerak ke ruang Posko Rutan. Pertemuan tidak boleh dilakukan di tempat tahanan � tahanan lainnya menerima keluarga. Salah satu alasannya karena saya tidak boleh bertemu dengan Andi Mallaranggeng. Alasan lain saya tak tahu. Pokoknya tidak boleh.

Alhamdulillah, walau waktu tinggal tersisa 45 menit dari jatah penjengukan, saya bertemu adik saya, Anna Luthfie, dan beberapa pengecara, Firman Wijaya, Handika Wongso, Indra Nathan dan Marlon Tobing. Yang paling penting adalah mengabarkan secara langsung kondisi saya. Meskipun tidak bersentuhan dengan jatah makanan dari KPK, alhamdulillah saya tetap sehat, karena ada tiga kawan yang selalu berbagai ketika waktunya makan. Adik saya dan lawyer Tanya, dari mana dan makan apa selama tiga hari ini? Saya jawab sambil berkelekar, �Ada kiriman dari malaikat.� Tenang saja dimana � mana ada malaikat.

Saya ceritakan juga perstiwa pemeriksaan dan penahanan hari Jumat silam. Garis besarnya saja, tidak lengkap dengan rinci. Saya sampaikan juga bahwa sejak Jumat malam saya diisolasi di kamar dan tidak boleh keluar sama sekali. Bahkan utntuk ke kamarnya Rudi, Budi dan Wawan yang berada dalam blok yang sama, dilarang keras. Semua penjaga menyampaikan bahwa mereka hanya menjalankan perintah. Bahkan pintu harus dikunci. Kalau butuh apa � apa bisa memanggil penjaga, semisal minta air panas untuk minum atau urusan lain. Kepada Anas memang ada perlakuan khusus, mungkin dianggap harus diisolasi dan belum boleh bersosialisasi. Saya bilang ke lawyer, tidak perlu dipersoalkan, karena saya ingin menjalani kebijakan isolasi ini secara alamiah saja.

Keluhan saya satu � satunya terhadap kamar tahanan adalah baunya yang pesing dan menyengat. Memang ada bubuk kopi dan arang hitam yang ditaruh untuk melawan bau itu. Tetapi rupanya kekuatan sang bau terlalu perkasa untuk ditundukkan oleh kekuatan bubuk kopi dan arang. Mirip pertarungan antara kekuasaan vs. kaum tertindas. Hal �hal lain di kamar itu tidak ada keluhan, karena harus disadari bahwa yang saya tempati itu adalah kamar tahanan, bukan kama pribadi, bukan kamar hotel.

Atas hebatnya kekuatan bau tersebut, saya minta tolong agar Damuri mau membuka pintu kamar. Kalau pintu kamar dibuka, udara yang agak segar bisa masuk sehingga bau tidak terlalu kuat. Karena semua terpantau CCTV, Damuri ditanya Kepala Rutan. �Kenapa pintu kamar tidak terkunci? Jangan dibuka � dibuka pintu kamar Anas!� Begitulah pertanyaan dan arahannya. Damuri lantas menjelaskan bahwa kamar saya bau dan saya meminta agar pintu dibuka. Setelah diberi penjelasan itu, Kepala Rutan membolehkan pintu dibuka sedikit. Tetapi Damuri diperintahkan memastikan agar Anas tidak keluar � keluar dari kamar. Padahal sama sekali tidak. Bagaimana bisa keluar kamar jika pintu dikunci dari luar? Isolasi adalah isolasi. Tidak masalah untuk saya jalani, meskipun itu hanya khusus untuk Anas. | ES/022/ASN

sumber: http://asatunews.com/berita-21144-bu...ningrum-6.html



Bagian 7


14 Januari 2014

Alhamdulillah, pagi ini setelah gerak-gerak sedikit, mandi segar dan penuh semangat. Pasalnya, dalam status sebagai hari libur nasional, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah salah satu hari untuk bisa dijenguk keluarga. Dijenguk itu maknanya bisa bertemu, kangen-kangenan, komunikasi langsung, kiriman logistik jasmani dan rohani-termasuk intelektual, penggantian baju kotor ke baju bersih dan tentu saja bisa keluar dari kamar tahanan. Bayangkan betapa pentingnya waktu atau jadwal jenguk bagi tahanan.

�Pagi ini kondisi lebih segar karena isolasi sudah bisa ditembus. Mestinya belum bisa dan masih dilarang untuk keluar kamar. Tetapi selalu saja ada jalan yang bisa dikreasi dan itu pasti bagian dari petunjuk Tuhan. Ternyata Tuhan mengirim bau pesing sebagai jalan untuk membuka isolasi. Pasti aneh dianggapnya. Bagamana bisa?

�Mungkin karena tekanan dari bawah makin kuat, maka dari lubang air buangan untuk mandi bau itu makin keras serangannya ke hidung. Pintu dibukapun tidak sanggup mengatasinya. Saya tanyakan ke Damuri, bagaimana baunya? Dia jujur mengakui bahwa sengatannya makin hebat. Saya minta tolong dia untuk lapor kepada Kepala Rutan Bapak Arifuddin. Isinya adalah laporan kondisi kamar dan keluhan bahwa serangan bau itu mulai bikin saya �mabuk�.

Definisi �mabuk� di sini adalah mulai pusing-pusing dan mual. Karena itu, alternatifnya saya minta izin sementara pindah istirahat, bergabung dengan Prof. Rudi, Budi dan Wawan, atau saya tetap di kamar yang sekarang tetapi lubang pembuangan kamar mandi ditutup untuk mengurangi hebatnya bau pesing. Jika ditutup maka saya harus mandi di kamar mandi mereka bertiga.

�Kepala Rutan segera merespons dengan cara yang minimalis. Dikirimlah seorang petugas cleaning service dengan membawa semprotan pengharum! Jelas bukan solusi sama sekali. Saya perintahkan sang petugas untuk masuk ke kamar mandi dan merasakan baunya. Saya bilang, �mau disemprot pakai parfum atau pengharum sepuluh biji pun tak akan bisa melawan bau.� Jalan satu-satunya adalah menutup lubang air. Sebentar dia bilang memang bau dan dia akan kembali lapor Kepala Rutan. Tak lama setelah itu datanglah petugas untuk urusan itu, semacam OB khusus untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil dan mengecek jika ada permintaan atau complaint dari penghuni Rutan. Namanya Edi, orangnya pendek kekar dan cekatan.

�Edi tahu persis sejarah kamar itu. Dulunya dapur dan dibawahnya ada tempat pembuangan kotoran. Dulu ketika kamar itu dipakai, memang semua lobang ditutup dan kamar mandi tidak dipakai. Kamar mandi kembali dipakai untuk menyambut saya. Dia perintahkan untuk memfungsikan kembali kamar mandi, salah satunya dengan membuka lubang air. Makanya dia segera tahu apa yang harus segera ditutup. Dialah yang sebelumnya membuka dan sekarang dan sekarang dia yang harus menutup. Mirip lagu dangdut.

��Saya �kan hanya menjalankan perintah, Pak,� katanya sambil tersenyum.

�Dalam waktu 30 menit semuanya sudah beres. Bau berkurang drastis, meskipun tidak hilang. Sebagai konsekuensinya, kamar mandi tidak bisa dipakai. Inilah jalan menuju berakhirnya isolasi. Tetapi Kepala Rutan berpesan kepada Damuri agar Anas hanya boleh keluar kamar untuk mandi. Saya bilang iya, tidak masalah. Dalam hati saya, sehari saya bisa mandi berkali-kali. Masih juga ada kesempatan wudhu dan buang air. Intinya, isolasi sudah bisa diakhiri. Berkat bau, isolasi selesai.

�Praktis sejak tadi malam, saya bebas keluar-masuk kamar dengan dalih ke kamar mandi. Apalagi para senior di kamar sebelah selalu mengajak untuk ke kamarnya. Alasannya ada kopi, ada kue, ada buah, intinya mengajak gabung untuk ngobrol-ngobrol, ketawa-ketawa dan saling membunuh waktu yang panjang. Untuk kali pertama pula saya bisa duduk berempat di meja makan kecil di kamar sebelah.

�Karena itu pula, pagi ini kami berempat merencanakan, merumuskan, dan mengusulkan sesuatu kepada Kepala Rutan atas hak kami mendapat kunjungan keluarga. Biasanya, ketika libur nasioanal, para tahanan menemui keluarga di hall lantai 1 yang biasa dipakai shalat Jumat.Semua dikumpulkan disitu. Kami punya usul baru, yakni tetap menggunakan ruang jengukan di lantai bawah (basement) Gedung KPK. Kami minta tolong kepada petugas jaga, Timur Pakpahan, untuk telepon atau SMS Kepala Rutan. Tidak lama kemudian ada jawaban singkat, �Akan dipikirkan.� Meskipun jawabannya kurang menggembirakan, kami merasa masih ada peluang. Benar saja. Menjelang jam 10.00 ada jawaban yang intinya usulan diterima dan diizinkan.

�Kami berangkat bersama ke depan, ke ruang jengukan keluarga, diantar oleh Timur. Ada empat ruangan, pas untuk masoing-masing kami dan keluarga. Berkah hari ini makin bertambah dengan kesempatan berkenalan dengan keluarga Prof. Rudi, Mas Budi dan Kang Wawan. Diantara mereka, saya baru kenal Airin, istri Wawan. Dulu hadir pada Musda Demokrat Banten setelah terpilih menjadi walikota Tangerang Selatan. Kebetulan Demokrat mendukung Airin dan saya ikut pidato di kampanye hari terakhir. Saling kenal diantara keluarga itu penting, agar kalau ada urusan apa-apa bisa koordinasi. Alhamdulillah, tadi keluarga saling kenalan dan bertukar nomor kontak. Rencana berhasil, target tercapai.

�Hari ini adalah kesempatan pertama bertemu Tia, istri saya. Kemarin Senin baru adik dan beberapa penasehat hukum yang sempat jenguk di ruang Posko Rutan. Tia datang bersam Mbak Dina (kakak ipar saya), Yunianto Wahyudi alias Mustang, Dzamrusyamsi, Dandy Setiawan dan Yogi Gunawan. Tiga nama terakhir hanya sebentar karena namanya tak tercantum dalam Daftar Nama Keluarga. Ketat sekali. Ketat, tertib dan hampir lemah logika. Tetapi petugas �kan hanya menjalankan perintah saja.

�Kami ngobrol sebagaimana layaknya keluarga. Kalau tidak bertemu istri untuk waktu yang lebih lama dari sekarang itu hal biasa. Tapi itu karena ada tugas keluar kota atau luar negeri. Bukan tidak bisa bertemu karena mondok di tahanan KPK. Tentu pertemuan terasa spesial. Meskipun lewat Luthfie kabar kondisi saya telah sampai ke Tia, tetapi bertemu langsung menyaksikan saya sehat adalah jalan terbaik untuk tenang. Cerita tetap beda dengan rupa. Kabar tidak bisa menggambarkan semuanya.

Selain kangen-kangenan, saya berkesempatan untuk tanda tangan urusan administrasi PPI. Ada SK untuk kepengurusan PPI Sumatera Barat yang besok, 15 Januari 2014, akan melaksanakan pelantikan; lewat Gede Pasek Suardika saya berpesan agar semua agenda PPI tetap dijalankan sesuai rencana, termasuk pelantikan di berbagai daerah. Penahanan saya bukan alasan PPI tak bergerak dan berhenti. Harus tetap berjalan dan bergerak seperti komitmen dan semangat awal.

PPI harus berani membangun tradisi baru, yakni tak tergantung pada figur. Seperti saya jelaskan dan tegaskan berkali-kali, PPI tidak boleh diidentikkan dengan Anas atau Anas identik dengan PPI. PPI bukan propertinya Anas dan keluarga Anas. PPI adalah kumpulan komitmen, semangat, idealisme, tanggung jawab, kecakapan, keberanian dan tenaga pergerakan dari anak-anak bangsa yang terbuka dan majemuk untuk mencintai dan bekerja demi Indonesia yang lebih baik. Ada Anas atau tidak ada Anas, PPI harus tetap berjalan. PPI harus hadir dengan logika organisasi yang terlembaga, bukan logika personalisasi. Meskipun berat, karena modal utamanya adalah semangat dan keberanian, tetapi percobaan sejarah ini harus ditempuh sehingga bisa member warna baru sekecil apapun. Apakah ini akan berhasil? Biarlah sejarah yang memutuskan. Yang penting adalah ikhtiar sungguh-sungguh bermodalkan optimism dan kerja keras.

Saya juga tanda tangan urusan keluarga, yaitu raport anak-anak. Tugas orang tua yang paling simple adalah tanda tangan raport anak-anaknya sebelum dikembalikan ke pihak sekolah. Selama ini urusan anak-anak-Akmal, Nawal, Najih dan Najma-detailnya diurus oleh Tia. Hal-hal yang prinsip saja yang kami putuskan bersama. Selain istri saya lebih telaten dan waktunya lebih memungkinkan, anak-anak sejak kecil memang sudah terbiasa dengan pola itu. Saya banyak di luar, Tia focus di dalam. Anehnya, yang bertugas tanda tangan tetap saja saya, padahal Tia yang lebih berhak. Tradisinya begitu. Ya sudah saya laksanakan saja dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.

Soal anak memang selalu jadi pikiran dan perhatian. Tak ada orang tua yang tidak terkena rumus itu, terkecuali yang mau dikategorikan tak bertanggung jawab. Sejak awal serangan pemberitaan miring dan tuduhan-tuduhan yang menyangkut kasus hokum, anak-anak saya pelan-pelan melakukan adaptasi. Adaptasi yang dipaksa keadaan. Pasti anak-anak seusia Akmal, Nawal, Najih dan Najma masih terbatas pengetahuan dan pemahamannya tentang apa yang terjadi. Pasti juga pemberitaan-pemberitaan yang bergelombang dahsyat punya pengaruh kepada anak-anak. Yang saya syukuri adalah anak-anak paham bapaknya berada di dunia politik yang keras dan apa yang terjadi terkait dengan apa yang menjadi peran bapaknya. Pada saatnya kelak mereka akan memiliki kapasitas yang cukup untuk melihat dan mencerna apa yang terjadi. Yang pasti saya merasa telh membebani anak-anak dengan sesuatu yang tidak seharusnya dan tidak tepat waktunya. Mereka masih anak-anak untuk menerima beban yang terlalu berat.

Hari ini Akmal, Nawal, Najih dan Najma belum bisa ketemu menjenguk saya. Sebaiknya memang tidak usah dulu untuk sementara waktu. Alhamdulillah, mereka diwakili oleh surat masing-masing. Surat tertutup untuk ayahnya ditahanan. Saya dengar bahkan ibunya tidak boleh mengintip apa isi surat-surat itu. Menulis surat adalah perjuangan tersendiri buat anak-anak seusia mereka, terutama Najih dan Najma. Akmal dan Nawal sudah lumayan kemapuannya menulis.

Akmal menulis suratnya di kertas merah. Judul depannya : SEPERTI WARNA SURAT INI, ABAH HARUS BERANI! Isi suratnya meminta saya tetap semangat, tetap tegar, apapun yang terjadi. Bapaknya harus punya keyakinan yang teguh atas apapun yang dilakukan orang. Kalau bapaknya tidak apa-apa, Akmal tidak apa-apa. Akmal juga menulis bahwa suratnya adalah pengganti kehadirannya, karena tidak bisa menemui dan menemani.

Surat Nawal agak berbeda. Di sampulnya ditulis : �Kalau amplopnya sudah dibuka, tidak boleh diterima. Karena kalau sudah terbuka berarti kurirnya yang salah.� Tersenyum saya membaca tulisan Nawal di amplop surat. Ternyata benar adanya. Surat Nawal ada di dalam amplop rangkap tiga! Isi suratnya bagian awal menanyakan kabar. Lalu menceritakan bahwa pada tanggal 10 Januari 2014 melihat abahnya dating ke KPK. Dia menulis bahwa dia suka gaya saya ketika dating dengan guyonan. Tetapi protes karena lama menunggu di TV. Nawal menceritakan, ia menunggu berita di TV sambil bikin candaan singkatan KPK=Komisi Paling Kepo. Dalam suratnya Nawal juga protes kenapa kasih hadiah tahun baru ke SBY, tetapi belum ada hadiah untuk Nawal. Sama dengan Akmal, Nawal minta abahnya tetap semangat dan pantang menyerah, sambil terus berdoa dari Yogya. | ES/022/asn

sumber: http://asatunews.com/berita-21152-bu...ingrum--7.html



Bag. 1 - 3

Bag. 4 - 5
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive