SITUS BERITA TERBARU

(berita) Menteri keuangan pusing tujuh keliling..

Tuesday, January 7, 2014
Merdeka.com - Kementerian Keuangan mengaku pusing dengan potensi
lonjakan subsidi energi, akibat peningkatan volume konsumsi gas elpiji 3
kilogram (Kg). Kendati demikian, mahalnya ongkos produksi elpiji akibat
besarnya impor juga dimaklumi.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan elpiji hanyalah
produk sampingan tambang minyak. Sedangkan kebanyakan blok migas di Tanah
Air memproduksi liquefied natural gas (LNG), bukan jenis gas yang dibutuhkan
untuk produksi elpiji.
"LNG itu lain, itu gas natural alam, sehingga kalau menggali di (Blok) Arun,
Bontang, Tangguh, keluarnya gas," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/1).
Sehingga dia meminta masyarakat membedakan potensi gas alam di Indonesia,
dengan cadangan minyak sebagai kebutuhan produksi elpiji. Sebab, pandangan
awam selama ini selalu menganggap Indonesia kaya gas, padahal yang dimaksud
adalah LNG.
Di sisi lain, Bambang berkukuh kebijakan peralihan masyarakat dari minyak tanah
ke gas sudah tepat. Dia tetap yakin, perubahan yang dijalankan bertahap sudah
menghemat anggaran negara yang dulu kerap tersedot untuk kerosin.
"Enggak mungkin kita kasih harga minyak tanah tinggi karena pasti untuk
masyarakat kecil kan. Itu kalau kita bandingkan dengan harga sekarang, kita
menghemat banyak meskipun tetap subsidi," urainya.
Sesuai data PT Pertamina, hingga November 2013, elpiji yang digunakan di
Indonesia 59 persen berasal dari impor. Produksi domestik dari pihak swasta
hanya 30,7 persen dan produksi dari bekas kilang Pertamina cuma 10,1 persen.
BUMN itu berusaha menekan impor dilakukan dengan cara membeli gas yang
diproduksi perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Cuma, jumlah
Elpiji yang dibeli dari KKKS tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Sebab, produksi Elpiji dalam negeri hanya mencapai 970.000 metrik ton.
"Kebutuhan dalam negeri mencapai 5,6 juta metrik ton. Jadi, sisanya harus
impor," kata Direktur Pemasaran Pertamina Hanung Budya kemarin.
Dengan demikian, Bambang mengingatkan publik supaya maklum dengan langkah
Pertamina menaikkan harga jual elpiji 12 kilo yang tidak disubsidi secara
bertahap. Jika kini penaikan harganya tidak sesuai potensi keekonomian, artinya
harga jual di tingkat konsumen sudah memperoleh subsidi dari perusahaan pelat
merah.
"Tetap ada kenaikan biaya karena kurs kan. Jangan lupa ya 12 kilogram itu
enggak disubsidi, yang subsidi Pertamina," tandasnya.
(mdk/bim)

m.merdeka.com/uang/ini-alasan-indonesia-masih-impor-elpiji.html (sumber)

koment ane :
harga naik trus.. kerja tambah banting tulang aja..
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive