TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI tak hanya melayangkan surat "minta paksa" sejumlah berkas kasus korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat yang sama, Bareskrim juga melayangkan surat penetapan penyitaan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta Komisaris Besar Karyoto yang terlibat dalam pengusutan kasus oleh Bareskrim itu membenarkan adanya surat permintaan sita itu. "Prosedurnya begitu jika data tak diberikan," kata Karyoto, pekan lalu, seperti ditulis majalah Tempo edisi 9-14 Februari 2015.
Dalam surat minta paksa yang dilayangkan kepada komisi antirasuah, Selasa pekan lalu, Bareskrim meminta tiga berkas perkara korupsi. Berkas pertama terkait dengan suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung, yang melibatkan politikus PDI Perjuangan, Emir Moeis.
Berkas lain terkait kasus Muhtar Ependy, yang dituduh menjadi makelar suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Kepolisian juga meminta data penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang belum masuk tahap penyidikan di komisi antikorupsi.
Karyoto menuturkan surat permintaan penggeledahan dari pengadilan diperlukan Bareskrim untuk memudahkan proses pengangkutan dokumen dari KPK. Data tiga kasus itu diduga diperlukan polisi untuk membidik Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. "Sebagai upaya paksa, tak bisa ujuk-ujuk kami datang menggeledah," ujar Karyoto.
Seorang penegak hukum yang menjadi sumber Tempo mengatakan, selain meminta paksa berkas tiga dokumen korupsi, surat Bareskrim itu juga berisi panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat struktural di Direktorat Pengaduan Masyarakat, Direktorat Penyelidikan, serta Direktorat Penyidikan KPK. Bareskrim memberi limit waktu pada KPK untuk memenuhi permintaan itu. "Semua data harus diserahkan pada Kamis, 5 Februari," tuturnya.
Kisruh antara Mabes Polri dan KPK mencuat setelah komisi antikorupsi mengumumkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 15 Januari lalu. Tak lama setelah itu, Bareskrim menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka kasus pengaturan keterangan palsu.
Saat bersamaan, Bareskrim juga intensif menangani pengaduan yang membidik Ketua Komisi Abraham Samad serta dua wakilnya, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.
IRA GUSLINA
sumber
BLBI hubungannya sama BW apa?
Isi Surat 'Minta Paksa' yang Dikirim Polri ke KPK
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI telah melayangkan surat permintaan khusus pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Surat itu diantarkan oleh Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta, Komisaris Besar Karyoto pada Selasa pekan lalu.
Dimintai konfirmasi, Karyoto membenarkan mendapat tugas rahasia itu. "Kebetulan saya sedang di Jakarta dan diminta mengantar surat itu," ujar Karyoto seperti ditulis majalah Tempo edisi 9-14 Februari 2015.
Dalam surat berkorp Bhayangkara itu, Bareskrim menyampaikan dua hal utama. Pertama, panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat struktural di direktorat pengaduan masyarakat, direktorat penyelidikan, serta direktorat penyidikan komisi antikorupsi. Kedua, polisi juga meminta data tiga kasus besar yang ditangani lembaga antirasuah ini.
Tiga berkas perkara yang diminta itu berkaitan dengan berkas perkara suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung, yang melibatkan politikus PDI Perjuangan, Emir Moeis. Lalu berkas Muhtar Ependy, yang dituduh menjadi makelar suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Kepolisian juga meminta data penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang belum masuk tahap penyidikan di komisi antikorupsi.
Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta Komisaris Besar Karyoto yang terlibat dalam pengusutan kasus oleh Bareskrim itu membenarkan adanya surat permintaan sita itu. "Prosedurnya begitu jika data tak diberikan," kata Karyoto, pekan lalu, seperti ditulis majalah Tempo edisi 9-14 Februari 2015.
Dalam surat minta paksa yang dilayangkan kepada komisi antirasuah, Selasa pekan lalu, Bareskrim meminta tiga berkas perkara korupsi. Berkas pertama terkait dengan suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung, yang melibatkan politikus PDI Perjuangan, Emir Moeis.
Berkas lain terkait kasus Muhtar Ependy, yang dituduh menjadi makelar suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Kepolisian juga meminta data penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang belum masuk tahap penyidikan di komisi antikorupsi.
Karyoto menuturkan surat permintaan penggeledahan dari pengadilan diperlukan Bareskrim untuk memudahkan proses pengangkutan dokumen dari KPK. Data tiga kasus itu diduga diperlukan polisi untuk membidik Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. "Sebagai upaya paksa, tak bisa ujuk-ujuk kami datang menggeledah," ujar Karyoto.
Seorang penegak hukum yang menjadi sumber Tempo mengatakan, selain meminta paksa berkas tiga dokumen korupsi, surat Bareskrim itu juga berisi panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat struktural di Direktorat Pengaduan Masyarakat, Direktorat Penyelidikan, serta Direktorat Penyidikan KPK. Bareskrim memberi limit waktu pada KPK untuk memenuhi permintaan itu. "Semua data harus diserahkan pada Kamis, 5 Februari," tuturnya.
Kisruh antara Mabes Polri dan KPK mencuat setelah komisi antikorupsi mengumumkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 15 Januari lalu. Tak lama setelah itu, Bareskrim menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka kasus pengaturan keterangan palsu.
Saat bersamaan, Bareskrim juga intensif menangani pengaduan yang membidik Ketua Komisi Abraham Samad serta dua wakilnya, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.
IRA GUSLINA
sumber
BLBI hubungannya sama BW apa?
Isi Surat 'Minta Paksa' yang Dikirim Polri ke KPK
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI telah melayangkan surat permintaan khusus pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Surat itu diantarkan oleh Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta, Komisaris Besar Karyoto pada Selasa pekan lalu.
Dimintai konfirmasi, Karyoto membenarkan mendapat tugas rahasia itu. "Kebetulan saya sedang di Jakarta dan diminta mengantar surat itu," ujar Karyoto seperti ditulis majalah Tempo edisi 9-14 Februari 2015.
Dalam surat berkorp Bhayangkara itu, Bareskrim menyampaikan dua hal utama. Pertama, panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat struktural di direktorat pengaduan masyarakat, direktorat penyelidikan, serta direktorat penyidikan komisi antikorupsi. Kedua, polisi juga meminta data tiga kasus besar yang ditangani lembaga antirasuah ini.
Tiga berkas perkara yang diminta itu berkaitan dengan berkas perkara suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung, yang melibatkan politikus PDI Perjuangan, Emir Moeis. Lalu berkas Muhtar Ependy, yang dituduh menjadi makelar suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Kepolisian juga meminta data penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang belum masuk tahap penyidikan di komisi antikorupsi.
Seorang penegak hukum yang menjadi sumber Tempo mengatakan, Bareskrim memberi limit waktu pada KPK untuk memenuhi permintaan itu. "Semua data harus diserahkan pada Kamis, 5 Februari," ujar dia. Bila permintaan tak terpenuhi, masih menurut si sumber, Mabes akan melakukan upaya paksa.
Surat permintaan paksa yang dilayangkan Mabes ini merupakan upaya Polri mengebut perkara dugaan perintah memberikan keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi dengan tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto. Saat bersamaan, Bareskrim juga intensif menangani pengaduan yang membidik Ketua Komisi Abraham Samad serta dua wakilnya, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja. Semua dilakukan setelah komisi antikorupsi mengumumkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka suap dan gratifikasi pada 15 Januari lalu.
sumber
Polri 'Minta Paksa' Tiga Dokumen Ini dari KPK
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI bergerak cepat menuntaskan berkas penyidikan tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja. Pada Selasa pekan lalu, Mabes mengutus Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta, Komisaris Besar Karyoto, untuk menyerahkan surat permintaan tiga berkas itu.
Dimintai konfirmasi, Karyoto membenarkan datang ke kantor KPK pada Selasa malam pekan lalu. "Kebetulan saya sedang di Jakarta dan diminta mengantar surat itu," ujar Karyoto seperti ditulis majalah Tempo edisi 6-11 Februari 2015.
Selain berisi permintaan tiga berkas kasus, surat itu juga berisi panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat struktural di direktorat pengaduan masyarakat, direktorat penyelidikan, serta direktorat penyidikan komisi antikorupsi.
Surat permintaan data yang dibawa Karyoto, menurut sejumlah sumber di lingkungan penegak hukum, berisi peringatan: jika KPK tak memberikannya hingga Kamis pekan lalu, kantor lembaga itu akan digeledah. Bukan kebetulan jika pada saat yang hampir sama, penyidik Markas Besar Polri meminta surat penetapan penyitaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Prosedurnya begitu jika data tak diberikan. Sebagai upaya paksa, tak bisa ujuk-ujuk kami datang menggeledah," kata Karyoto.
Karyoto meminta berkas perkara suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung, yang melibatkan politikus PDI Perjuangan, Emir Moeis. Lalu berkas Muhtar Ependy, yang dituduh menjadi makelar suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Kepolisian juga meminta data penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang belum masuk tahap penyidikan di komisi antikorupsi.
Data tiga kasus itu diduga diperlukan polisi untuk membidik Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. Suap Akil Mochtar yang melibatkan Muhtar Ependy berhubungan dengan perkara yang dituduhkan kepada Bambang. Dalam sengketa hasil pemilihan Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010, Bambang merupakan pengacara Ujang Iskandar, pesaing Sugianto Sabran, pelapor kasus ini. Kepada polisi yang meminta keterangannya pekan lalu, Akil Mochtar menyatakan pernah didekati Bambang untuk membicarakan kasus ini.
Perkara Emir Moeis berkaitan dengan tuduhan pelaksana tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kepada Abraham Samad. Hasto menuduh Samad melakukan serangkaian pertemuan politik pada saat penjajakan calon wakil presiden pendamping Joko Widodo. Menurut dia, Samad mengklaim telah membantu Emir hingga hanya dihukum tiga tahun penjara.
Adapun perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia masih dalam tahap penyelidikan di KPK. Para penyelidik berfokus pada penjualan aset-aset grup Sjamsul Nursalim oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Grup ini ditengarai masih berutang Rp 3,8 triliun, tapi pemerintah Megawati Soekarnoputri malah menerbitkan surat keterangan lunas pada Maret 2004. Beberapa pejabat zaman Megawati telah dimintai keterangan, seperti mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti serta mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno.
IRA GUSLINA
sumber
Dikutip dari: http://adf.ly/10SYBa


