JAKARTA, KOMPAS.com — Selain hobi menggenjot penerimaan pajak, pemerintah juga ngebut menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) pada awal tahun ini demi menambal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.
Dengan strategi penerbitan obligasi mulai awal tahun (front loading), pemerintah sudah menerbitkan seperempat dari target bruto 2015. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan mencatat, per 2 Februari 2015, total penerbitan SUN mencapai Rp 91,73 triliun. Ditambah hasil lelang pada 3 Februari, total jenderal (jumlah keseluruhan) Rp 107,73 triliun atau setara 25,01 persen dari target penerbitan SUN bruto yang dalam APBN 2015 mencapai sebesar Rp 430,66 triliun.
Dalam Rancangan APBN-Perubahan (RAPBN-P) 2015, target penerbitan bruto surat utang negara naik menjadi Rp 460 triliun. Namun, RAPBN-P masih dibahas dan belum disahkan DPR. Pemerintah memang sangat agresif menerbitkan SUN pada awal tahun karena memanfaatkan momentum turunnya yield. "Pemerintah menerbitkan SUN dalam jumlah besar sehingga cost of fund rendah," ujar Head of Debt Research Danareksa Sekuritas Yudistira Slamet.
Ia memprediksi, pada akhir semester I-2015, penerbitan SUN bisa mencapai 60 persen-70 persen dari target bruto. Dengan catatan, minat investor asing tetap tinggi. Strategi front loading menyebabkan pasokan SUN cukup melimpah. Namun, hati-hati, per 4 Februari 2015, porsi asing di SUN kian gemuk, yakni 40 persen dari nilai outstanding. Artinya, tingkat volatilitas pasar akan semakin tinggi.
Menurut Global Markets Financial Analyst Manager Bank Internasional Indonesia, Anup Kumar, strategi front loading memang disokong permintaan asing yang cukup besar. "Bisa dibilang suporter utama dari investor asing," ujar Kumar. Ia menilai, penurunan yield tidak akan berlangsung lama. Jadi, investor asing bakal cepat merealisasikan keuntungan (profit taking).
Kumar menduga, yield SUN tenor 10 tahun, yang pada Kamis (5/2/2015) di level 7,01 persen, akan naik ke 8,1 persen pada akhir kuartal I-2015 dan di level 8,4 persen pada akhir tahun. Yield juga bisa terkerek kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) dan babak baru ketegangan Yunani di Zona Eropa. Sementara itu, volatilitas pasar SUN dipengaruhi kinerja rupiah.
Jika rupiah terdepresiasi, pasar SUN langsung bergejolak. Yudistira menyarankan, investor domestik menunggu penerbitan SUN seri acuan 2016 yang mungkin terbit September atau Oktober 2015. Seri baru ini bakal likuid pada 2016 dan berpotensi memberi capital gain. (Noor Muhammad Falih)
Sumber (bisniskeuangan.kompas.com)
Dengan strategi penerbitan obligasi mulai awal tahun (front loading), pemerintah sudah menerbitkan seperempat dari target bruto 2015. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan mencatat, per 2 Februari 2015, total penerbitan SUN mencapai Rp 91,73 triliun. Ditambah hasil lelang pada 3 Februari, total jenderal (jumlah keseluruhan) Rp 107,73 triliun atau setara 25,01 persen dari target penerbitan SUN bruto yang dalam APBN 2015 mencapai sebesar Rp 430,66 triliun.
Dalam Rancangan APBN-Perubahan (RAPBN-P) 2015, target penerbitan bruto surat utang negara naik menjadi Rp 460 triliun. Namun, RAPBN-P masih dibahas dan belum disahkan DPR. Pemerintah memang sangat agresif menerbitkan SUN pada awal tahun karena memanfaatkan momentum turunnya yield. "Pemerintah menerbitkan SUN dalam jumlah besar sehingga cost of fund rendah," ujar Head of Debt Research Danareksa Sekuritas Yudistira Slamet.
Ia memprediksi, pada akhir semester I-2015, penerbitan SUN bisa mencapai 60 persen-70 persen dari target bruto. Dengan catatan, minat investor asing tetap tinggi. Strategi front loading menyebabkan pasokan SUN cukup melimpah. Namun, hati-hati, per 4 Februari 2015, porsi asing di SUN kian gemuk, yakni 40 persen dari nilai outstanding. Artinya, tingkat volatilitas pasar akan semakin tinggi.
Menurut Global Markets Financial Analyst Manager Bank Internasional Indonesia, Anup Kumar, strategi front loading memang disokong permintaan asing yang cukup besar. "Bisa dibilang suporter utama dari investor asing," ujar Kumar. Ia menilai, penurunan yield tidak akan berlangsung lama. Jadi, investor asing bakal cepat merealisasikan keuntungan (profit taking).
Kumar menduga, yield SUN tenor 10 tahun, yang pada Kamis (5/2/2015) di level 7,01 persen, akan naik ke 8,1 persen pada akhir kuartal I-2015 dan di level 8,4 persen pada akhir tahun. Yield juga bisa terkerek kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) dan babak baru ketegangan Yunani di Zona Eropa. Sementara itu, volatilitas pasar SUN dipengaruhi kinerja rupiah.
Jika rupiah terdepresiasi, pasar SUN langsung bergejolak. Yudistira menyarankan, investor domestik menunggu penerbitan SUN seri acuan 2016 yang mungkin terbit September atau Oktober 2015. Seri baru ini bakal likuid pada 2016 dan berpotensi memberi capital gain. (Noor Muhammad Falih)
Sumber (bisniskeuangan.kompas.com)
Sekarang sangat susah mencari tindakan pemerintah yang sesuai dengan ucapannya.
Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo menyatakan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) secara tegas akan menolak penambahan utang luar negeri baru apabila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) di periode 2014-2019. Hal ini tertuang dalam visi misi Jokowi-JK.
Menurutnya, Jokowi-JK mempunyai visi misi untuk menjalankan sejumlah program di bidang ekonomi dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Program tersebut, berharap dapat direalisasikan secepatnya jika resmi memimpin negara ini.
"Kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan, infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. Menolak bentuk utang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun," jelasnya saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (3/6/2014).
Lebih jauh kata Tjahjo, Jokowi-JK akan menggenjot pembiayaan untuk program-program ekonomi, seperti pembangunan jalan, infrastruktur laut, bandara dan sebagainya dengan cara memaksimalkan penerimaan negara.
"Penerimaan dari pajak kita tingkatkan, mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 1.800 triliun, di samping terus membuka pintu investasi lokal maupun asing masuk ke sini," tutur dia.
Pernyataan Tjahjo ini sekaligus menjawab kekhawatiran pengamat dan analis yang mempertanyakan pendanaan Jokowi-JK guna merealisasikan sejumlah program di bidang ekonomi.
Seperti diketahui duet pasangan tersebut telah mengumumkan visi misinya. Yang paling disoroti adalah peningkatan akses penduduk miskin pada pendidikan formal dan pelatihan ketrampilan yang gratis melalui upaya penurunan tingkat kemiskinan menjadi 5%-6% pada 2019.
Jokowi dan JK bakal membangun infrastruktur jalan baru sepanjang 2.000 kilometer (km) dan memperbaiki jalan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, membangun 10 pelabuhan baru, mendirikan 10 bandara baru serta membangun 10 kawasan industri baru berikut pengembangan untuk hunian buruh.
Sayangnya, Ekonom Senior CSIS, Pande Raja Silalahi menyatakan, Jokowi-JK harus berpikir keras mencari dana untuk merealisasikan visi misi tersebut. Pande sendiri mengapresiasi visi misi pasangan itu karena menekankan sisi kerakyatan. Namun terpenting bagaimana cara mengimplementasikan program-program ekonomi itu.
"Bagaimana mencapainya? Dari mana uangnya? Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kan terbatas, dan paling banyak tersedot untuk membiayai subsidi. Jadi perlu cari pendanaan yang lain," ujarnya.
Salah satu cara, tambah Pande, berasal dari investasi swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahkan utang luar negeri. (Fik/Nrm)
Dikutip dari: http://adf.ly/z8gZr


