
Aquino yang diwawancarai New York Times pekan ini meminta dukungan lebih global untuk Filipina atas masalah teritorial. Dia membandingkan konflik ini serupa dengan kegagalan negara Barat dalam mendukung Cekoslowakia terhadap tuntutan Adolf Hitler pada 1938.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei, menolak perbandingan tersebut. Ia mengatakan Filipina secara ilegal menduduki pulau-pulau milik Cina di Laut Cina Selatan. Cina, kata dia, adalah negara yang menjunjung tinggi hukum internasional dan ikut berjuang dalam perang antifasis global.
"Mempersamakan konflik di Laut Cina Selatan dengan Perang Dunia II adalah keterlaluan," kata Hong, Jumat, 7 Februari 2014.
Cina, Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Brunei Darussalam saling mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan. Tensi di wilayah itu memanas ketika sebuah surat kabar Jepang menyebutkan Beijing sedang mempertimbangkan mendirikan zona identifikasi pertahanan udara baru di Laut Cina Selatan seperti yang dilakukan di Laut Cina Timur.
Laporan ini mendorong Amerika Serikat mendesak Cina tidak melanjutkan niatnya. Hong mengatakan Washington harus lebih bertanggung jawab dan berhenti menyebar rumor yang menyudutkan Cina.
"Hal ini sangat tidak bertanggung jawab dengan menyebar tuduhan tidak berdasar terhadap Cina tanpa memeriksa fakta-fakta dan hanya berdasarkan desas-desus," katanya .
Rabu lalu, asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk urusan Asia Timur dan Pasifik, Danny Russel, mengatakan klaim Cina di Laut Cina Selatan berdasarkan apa yang disebut garis sembilan putus-putus itu tidak memiliki dasar hukum internasional yang jelas.
Namun, kata Hong, Cina telah memiliki wilayah itu sejak lama. "Ada proses panjang," ujarnya.
Sumber


