SITUS BERITA TERBARU

Pilkada Tak Pengaruhi Semaraknya Perayaan Kue Bulan

Saturday, September 21, 2013
MESKI bersamaan dengan pelaksanaan Pilkada, namun tidak mengurangi makna perayaan kue bulan atau yang akrab disebut Hari Raya Tiong Ciu di Kabupaten Pontianak.

Hari raya ini merupakan perayaan yang paling populer di kalangan masyarakat Tionghoa di berbagai penjuru dunia, dan kepopulerannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Karena selain merupakan legenda, kue bulan juga sangat digemari

Disebut juga sebagai perayaan pertengahan Musim Gugur, adalah karena dirayakan pada pertengahan musim gugur, di mana pada waktu ini para petani baru ada suasana hati yang lega dan santai, untuk merayakan hasil panen yang berlimpah.

Salah satu warga Tionghoa, Achung, mengatakan pentingnya perayaan kue bulan menurut tradisi ini sama pentingnya seperti perayaan tahun baru Imlek. Sebab hari raya ini juga melambakan kebersamaan. Degan perayaan ini warga Tionghoa berharap keluarga bisa berkumpul semua di rumah.

�Bahkan untuk menujaga kebersamaan tersebut, bagi mereka yang di luar kota dan tidak sempat berkumpul di rumah, cukup dengan menelpon dan titip salam dengan orang tua masing-masing,� katanya.

Achung mengungkapkan, dalam persiapan hari raya kue bulan ada sebagian anggota keluarganya yang memilih untuk tidak bekerja dan beristirahat dirumah bersama keluarga. Sedangkan untuk ibu rumah tangga, ada yang menyiapkan hidangan makanan untuk bersama. Selain itu ada juga yang pergi ke kelenteng untuk berdoa.



�Jadi walaupun bertepatan dengan hari pencoblosan calon bupati dan wakil bupati, kami tetap memilih meskipun disibukkan dengan persiapan perayaan kue bulan,� ujar dia.

Hal senada diungkapkan warga Tionghoa lainnya, Aphin. Menurut dia pencoblosan tidak mempengaruhi perayaan kue bulan, sebab tidak memerlukan waktu yang lama. Dalam tradisi umat Tionghoa, saat perayaan kue bulan seluruh anggota keluarga akan berkumpul guna menyantap kue bulan yang dilakukan saat bulan purnama.

Maknanya adalah untuk menjalin kebersamaan diantara keluarga. Kerabat dan keluarga yang beberapa saat terpisah dari keluarga besarnya, biasanya akan berkumpul kembali untuk bersama-sama makan kue bulan. Di China, festival kue bulan menjadi perayaan besar kedua setelah hari raya Imlek.

�Jadi usai mencoblos, kami bisa berkumpul bersama keluarga untuk merayakan hari kue bulan,� singkat dia.

Namun demikian, Aphin tetap menaruh harapan kepada bupati terpilih nantinya, untuk meningkatkan kinerja agar lebih baik dan memperhatikan masyarakat, sehingga meningkatkan daya hidup masyarakat.

�Siapapun yang terpilih, semoga janji dan omogan mereka selama memimpin nanti bisa ditepati. Sehingga masyarakat tidak kecewa,� pungkas dia.

Sejarah Kue Bulan

Kue bulan (Hanzi: pinyin: yuèb�ng) adalah penganan tradisional yang menjadi sajian wajib pada perayaan Musim Gugur setiap tahunnya. Di Indonesia, kue bulan biasanya dikenal dalam Bahasa Hokkian-nya, gwee pia atau tiong chiu pia. Sedangkan dalam bahasa Hakka / Khek- nya, yaitu Nyekh yang .

Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.

Kue bulan bermula dari penganan sesajian pada persembahan dan penghormatan pada leluhur di musim gugur, yang biasanya merupakan masa panen yang dianggap penting dalam kebudayaan Tionghoa yang berbasis agrikultural.

Beberapa legenda mengemukakan bahwa kue bulan berasal dari Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang memimpin para petani Han melawan pemerintah Mongol. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song. Dari sini, kue bulan dipastikan telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming berdiri.

Pada jaman dinasti Yuan (1280~1368 SM.) Tiongkok dikuasai oleh orang-orang Mongol. Pemimpin-pemimpin dari dinasti sebelumnya, yaitu dinasti Sung (960~1280 SM.) tidak senang tunduk pada pemerintahan asing, kemudian menentukan suatu cara untuk mengkoordinir suatu pemberontakan tanpa diketahui.

Pemimpin-pemimpin pemberontak mengetahui bahwa Perayaan Bulan sudah dekat, dan memerintahkan untuk membuat kue khusus. Ke dalam setiap kue bulan dimasukkan sebuah pesan tentang suatu rencana penyerangan. Pada malam Perayaan Bulan, para pemberontak berhasil menyerang dan menggulingkan pemerintah. Selanjutnya adalah berdirinya dinasti Ming (1368~1644 SM.).

Cerita lain, menurut legenda rakyat, tanggal 15 bulan 8 kalendar Lunar juga merupakan ulang tahun dari Dewa Bumi, atau Tu Di Gung. Sehingga perayaan ini melambangkan akhir kerja keras selama setahun di ladang. Keluarga-keluarga petani menunjukkan rasa terima kasih mereka pada Dewa Bumi, begitu pula pada Tuhan, yang dilambangkan oleh bulan, untuk berkahnya selama setahun. (beberapa sumber)

http://www.pontianakpost.com/pro-kal...kue-bulan.html

tetap meriah gan [imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive