[JAKARTA] Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersatu) berencana melaporkan Direktur Utama PT Angkasa Pura II (AP II), Budi Karya Samadi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Budi di laporkan atas keputusannya menalangi pembayaran kembali (refund) tiket penumpang Lion Air yang penerbangannya sempat tertunda selama dua hari kemarin.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu F.X. Arief Poyuono mengatakan, refund bukan merupakan tanggung jawab AP II melainkan maskapai Lion Air.
Mengacu pada aturan penerbangan internasional seperti The International Air Transport Association (IATA), refund adalah tanggung jawab maskapai penerbangan yang bersangkutan. Baginya tindakan menalangi refund Lion Air, merupakan tindak pidana korupsi.
"Sangat tidak diperbolehkan. Itu perbuatan bodoh yang dilakukan oleh direksi AP II. Ini salah besar walau ditalangin. Itu masuk ke ranah korupsi. Itu sifatnya menguntungkan Lion Air. Penggunaan dana AP tidak digunakan untuk menangani refund tiket Lion."
"Jadi direksi AP II sudah melanggar. Tidak boleh. Besok Senin kelihatannya kita laporkan dia ke KPK karena meminjamkan uang ke Lion. Itu menyalahi penggunaan yang menguntungkan Lion," kata Arief Poyuono dalam perbincangan bersama Radio Republik Indonesia, Sabtu (21/2).
Dia mengingatkan bahwa AP II bukan lembaga keuangan atau perbankan. Kewajiban dari AP II adalah menyediakan infrastruktur di bandara seperti toilet yang bersih, boarding pass dan fasilitas lainnya. Apabila tindakan AP II dibiarkan justru akan merugikan pihak bandara. Dia mengkhawatirkan apabila ada maskapai penerbangan asing yang delay selama dua hari lalu refund ditanggung (ditalangi) oleh AP II dan membayar memakai mata uang asing. Padahal harga tiket pesawat asing tidak murah.
Arief juga tidak terima atas alasan Lion Air yang mengaku tidak memiliki uang untuk refund, mengingat Lion Air adalah salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia, yang memiliki paling banyak rute di dalam negeri bahkan telah ekspansi dengan membuka jalur internasional.
Dia menduga tindakan AP II yang menalangi refund Lion tidak terlepas dari intervensi pemilik maskapai Rusdi Kirana.
"Saya menduga ada tekanan karena pemilik Lion memiliki jabatan politik tertinggi sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Takut kalau mentelantarkan," tegasnya. sumber (sp.beritasatu.com)
AP II Salah
[JAKARTA] Langkah PT Angkasa Pura II (AP II) mengeluarkan dana talangan untuk memberikan kompensasi pada penumpang Lion Air dinilai keliru dan melanggar UU. Sebab, langkah tersebut diambil tanpa keputusan dari pemerintah sebagai pemegang saham.
"Jelas dana talangan itu melanggar UU, karena itu pasti tidak ada dalam RKAP. Kalau tidak ada dalam RKAP harus persetujuan pemegang saham. Jadi ini melanggar," kata mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu kepada SP di Jakarta, Sabtu (21/2).
Budi di laporkan atas keputusannya menalangi pembayaran kembali (refund) tiket penumpang Lion Air yang penerbangannya sempat tertunda selama dua hari kemarin.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu F.X. Arief Poyuono mengatakan, refund bukan merupakan tanggung jawab AP II melainkan maskapai Lion Air.
Mengacu pada aturan penerbangan internasional seperti The International Air Transport Association (IATA), refund adalah tanggung jawab maskapai penerbangan yang bersangkutan. Baginya tindakan menalangi refund Lion Air, merupakan tindak pidana korupsi.
"Sangat tidak diperbolehkan. Itu perbuatan bodoh yang dilakukan oleh direksi AP II. Ini salah besar walau ditalangin. Itu masuk ke ranah korupsi. Itu sifatnya menguntungkan Lion Air. Penggunaan dana AP tidak digunakan untuk menangani refund tiket Lion."
"Jadi direksi AP II sudah melanggar. Tidak boleh. Besok Senin kelihatannya kita laporkan dia ke KPK karena meminjamkan uang ke Lion. Itu menyalahi penggunaan yang menguntungkan Lion," kata Arief Poyuono dalam perbincangan bersama Radio Republik Indonesia, Sabtu (21/2).
Dia mengingatkan bahwa AP II bukan lembaga keuangan atau perbankan. Kewajiban dari AP II adalah menyediakan infrastruktur di bandara seperti toilet yang bersih, boarding pass dan fasilitas lainnya. Apabila tindakan AP II dibiarkan justru akan merugikan pihak bandara. Dia mengkhawatirkan apabila ada maskapai penerbangan asing yang delay selama dua hari lalu refund ditanggung (ditalangi) oleh AP II dan membayar memakai mata uang asing. Padahal harga tiket pesawat asing tidak murah.
Arief juga tidak terima atas alasan Lion Air yang mengaku tidak memiliki uang untuk refund, mengingat Lion Air adalah salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia, yang memiliki paling banyak rute di dalam negeri bahkan telah ekspansi dengan membuka jalur internasional.
Dia menduga tindakan AP II yang menalangi refund Lion tidak terlepas dari intervensi pemilik maskapai Rusdi Kirana.
"Saya menduga ada tekanan karena pemilik Lion memiliki jabatan politik tertinggi sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Takut kalau mentelantarkan," tegasnya. sumber (sp.beritasatu.com)
AP II Salah
[JAKARTA] Langkah PT Angkasa Pura II (AP II) mengeluarkan dana talangan untuk memberikan kompensasi pada penumpang Lion Air dinilai keliru dan melanggar UU. Sebab, langkah tersebut diambil tanpa keputusan dari pemerintah sebagai pemegang saham.
"Jelas dana talangan itu melanggar UU, karena itu pasti tidak ada dalam RKAP. Kalau tidak ada dalam RKAP harus persetujuan pemegang saham. Jadi ini melanggar," kata mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu kepada SP di Jakarta, Sabtu (21/2).
Menurut Didu langkah tersebut sangat berbahaya. "Mereka menggampangkan penggunaan uang negara. Jangan lupa AP II itu BUMN," tegas Said. Dengan kebijakan ini, Said menilai Direksi AP II yang baru menjabat telah melanggar pakta integritas untuk menjalankan BUMN dengan prinsip Good Corporate Governance. "Ini harus diperiksa, sebab ini jadi kongkalikong. Menggunakan uang negara tidak boleh seperti itu," kata Said.
Dia menyatakan, alasan direksi AP II bahwahal tersebut force majeur sama sekali tidak dapat diterima. "Mereka bilang alasannya darurat. Tidak bisa siapapun menyatakan darurat untuk mengeluarkan uang BUMN, kecuali keputusan Pemerintah.
Dalam hal ini kuasa pemegang sahamnya Menteri BUMN. Tidak ada urusannya Menteri Perhubungan yang memberi perintah atau izin," tegas Said. Dia mengambil contoh Merpati yang sampai saat ini tidak bisa ditalangi karena tidak ada pintu hukum untuk itu. "Untuk menalangi BUMN saja tidak bisa, apalagi ini menalangi swasta. Ini penyalahgunaan kewenangan dan melanggar UU," tegas Said.
Ditambahkannya, jika keadaan saat itu sudah kisruh, maka tanggung jawabnya bukan pada operator bandara. "Tanggung jawab kekisruhan itu di regulator, bukan AP2. Jadi Kemenhub yang harus selesaikan," kata Said. Dia bahkan mendorong agar para pejabat Kemenhub diperiksa karena selalu menganak emaskan Lion Air. "Kenapa menyuruh AP II untuk bayar? Ini para pejabat Kemehub harus ditelusuri," katanya.
Sementara Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Budi Karya Sumadi mengakui pihaknya mengambil kebijakan untuk mengeluarkan dana talangan untuk membayar kompensasi penumpang Lion Air tanpa izin dari Kementerian BUMN.
"Kondisinya pagi kemarin sudah chaos, kalau ini tidak diselesaikan bisa terjadi pengrusakan. Akhirnya saya dapat izin lisan dari Pak Jonan. Kemudian kami bersama Otoritas Bandara dan Lion membuat berita acara untuk kami memberikan dana talangan supaya penumpang cooling down," kata Budi.
Menurutnya, dana talangan yang disiapkan sebesar Rp3 miliar. Namun dalam realisasinya yang dipakai tidak sampai lebih dari Rp1 miliar.
"Jadi kami menganggap kondisinya sudah force majeur," kata Budi. Dia menambahkan, setelah kebijakan diambil, kondisi Bandara mulai berangsur pulih. Disampaikan Budi, pihak Lion sudah berjanji akan menyelesaikan pembayaran kepada PT AP II. Saat ditanya mengenai tenggat waktu, Budi menyatakan, diharapkan tidak sampai satu minggu.
Budi menyatakan pihaknya akan menyelesaikan prosedur yang dibutuhkan agar langkah ini dapat diterima. "Ini pity cash sifatnya. Jadi bukan dana talangan yang akan hilang. Memang kita belum izin Bu Rini, karena kondisi di lapangan kemarin sudah sangat kisruh. Kita akan selesaikan prosesnya," terang Budi.
Dia berujar, kebijakan ini diambil karena penumpang selain klien maskapai juga merupakan klien dari pengelola bandara. "Bagaimanapun mereka klien kami. Kami juga tidak ingin lebih banyak fasilitas yang dirusak," pungasnya. sumber (sp.beritasatu.com)
Apa ada faktor karena Rusdi Kirana duduk di wantimpres sehingga pemerintah nggak berdaya?
Bagi-bagi Gratis Headphone Bluetooth Senilai 200ribu. Mau???
(teknologi.kompasiana.com)
Dikutip dari: http://adf.ly/13raXl


